Kutukan

1159 Kata
Gia keluar dari kamar mandi dan langsung mengambil ponsel untuk menghubungi Nova. Ini gila, dia tidak bisa menikah sekarang. Ada hati yang harus di jaga, tapi hati dia siapa yang menjaga? Ini sungguh pertanyaan yang sangat membingungkan.   “Hallo, ngapain nelfon pagi-pagi buta begini?” Nova tampaknya sangat menikmati pesta ulang tahunnya semalam. Sampai dia tidak sadar jika sekarang sudah tengah hari bolong.   “Hallo nona muda tersayang, ini sudah hampir magrib kau tau? Pagi-pagi buta, mata mu itu yang buta! Cepat bangun dan dengarkan aku. Aku memperkosa orang.” kata Gia membangunkan Nova seketika.   “Bagaimana bisa kamu seliar itu? Apa pawang mu tidak akan membuat onar jika kamu melakukan hal seperti itu? Memang gila kamu ya, heran saya.” cerocos Nova yang tidak bisa dihentikan oleh Gia.   “Tutup pulut mu dan dengarkan aku. Aku memperkosa bang Abim, kau tau! Sekarang mereka mempersiapkan pernikahan ku. Datang lah dan gagalkan pernikahan ku, aku memerlukan bantuan mu.” cerita Gia dengan wajah yang terlihat sangat gugup. Wajah ayu nya tidak menyembunyikan warna putih pucat karena ketakutan.   Nova masih belum tau apa yang di ucapkan oleh Gia. Bagaimana dia bisa memperkosa kakak iparnya sendiri? Sedangkan dia kan pawang yang selalu menjadi garda depan bagi Gia jika mengalami kejadian apa pun. Terus sekarang? Apa Nova harus menyalahkan Gia, atau Abim yang sudah tidak becus menjaga sahabatnya itu.   “Kampret malah diam, kamu ke sini deh. Ke rumah bang Abim di kediaman orang tuanya.” kata Gia langsung memutus sambungan teleponnya pada Nova karena ibu dari lelaki yang mengaku di perkosa itu datang memberikan sebuah baju kebaya dan mengajak seorang MUA yang akan mendandanivnya.   “Bibi, apa anda tidak bisa menghentikan bang Abim? Percayalah aku tidak melakukan apa-apa, dan…. dan…. bagaimana nanti aku harus menjelaskan semua ini pada orang tua ku? Sungguh memalukan sekali diriku.” kata Gia mengiba.   “Tidak perlu memikirkan hal itu. Abangmu sudah menjelaskan pada orang tuamu dan mereka juga sudah dalam perjalanan ke mari.” ucap ibu Abim membawa Gia duduk di meja rias yang ada di di kamar putranya.   Wajah Gia memucat, dia semakin takut dengan kakak iparnya itu. Dia selalu merasa jika kakak nya masih mengawasi dirinya. Apa mungkin kakaknya akan bangkit dari kubur dan akan mengutuk dirinya setelah malam pertama atau bahkan sebelum malam pertama sudah datang. Tubuh Gia menggigil dan tampak sekali jika wanita ini seperti menakutkan sesuatu.   Kalau orang lihat pasti akan berasumsi Gia tengah menahan takut akibat akan menikah. Tapi Gia bukan takut karena hal itu, melainkan takut di datangi oleh kakaknya yang sudah mati.   “Gia,” panggil bundanya dan langsung memeluk putrinya.   “Ibuk, aku takut.” kata Gia menangis di dalam pelukan ibunya.   “Sudah, sudah tidak apa-apa bapak tidak berpikir lebih sama kamu. Bapak juga bahagia kamu menggantikan posisi kakak kamu.” mendengar apa yang di katakan ibunya, Gia malah semakin kencang menangis nya.   Huuuuuaaaa   “Mbak nya, jangan menangis. Nanti bedak nya luntur gak jadi cantik.” kata MUA yang merias wajah Gia.   “Aduh mbak, nasib saya gi mana? Aduh,” kata Gia menghapus air matanya pelan-pelan menggunakan tisu yang ada di depannya.   Ada tisu di meja rias yang ada di kamar Abim, bukan hanya tisu, kapas pun ada di sana lengkap dengan pembersih nya. Lelaki itu ternyata memiliki fokus khusus pada wajahnya, tak heran jika dia memiliki kulit wajah yang sangat lembut. Tidak hanya lembut, Abim terlihat seakan tidak memiliki pori-pori di kulitnya, itu cukup membuat iri pada wanita yang berjuang untuk mendapatkan apa yang di miliki Abim.   Tak berapa lama Gia sudah siap dengan riasan flowles yang membuatnya cantik natural. Dengan baju kebaya warna putih dengan bawahan jarik batik warna coklat yang sangat anggun di kenakan oleh Gia. Bahkan mahkota riasan khas jawa barat membuat wanita itu terlihat bak seorang putri raja. Gia sangat cantik, Nova masuk ke dalam kamar yang sudah di tunjukkan oleh pelayan di mana Gia berada.   “Astaga mbak yu cantik bangeeeettttt. Ah, aku tidak bisa marah kalau begini, memang bang Settan itu buat aku makin ter-ter deh.” kata Nova tidak mempedulikan wajah Gia yang sudah muram dengan keadaan yang tengah ia hadapi dan di tambah dengan ucapan Nova yang terbilang tidak bertanggung jawab.   “Tutup mulut mu atau aku tidak lagi menganggap mu sebagai teman ku.” kata Gia emosi.   “Santai sayang ku, bak Settan tidak buruk juga, bahkan aku lebih suka jika dirimu berpasangan dengan si pawang kejam itu dari pada sama Ibra.” kata Nova yang langsung menyinggung Ibra dalam pembicaraan nya.   “Kau sendiri mengatakan dia pawang jahat. Terus kamu malah membandingkan dengan Ibra yang menurut mu tidak lebih baik dari bang Abim. Aku tidak percaya dengan apa yang kamu katakan, kamu teman Ibra tapi mendukung bang Abim. Sebenarnya kamu itu pendukung siapa?” tanya Gia semakin jengkel.   “Jelas aku mendukung bang Settan tampan dari pada si Ibra. Ok aku teman dia, tapi untuk menjadi pasangan mu? Aku kurang suka.” kata Niva jujur.   “Terus, aku apakan cincin itu?” Gia sudah melepaskan cincin yang di berikan oleh Ibra.   “Lupakan, aku bisa menjual ini untuk kita beli minuman untuk kita merayakan pernikahan mu nanti malam.” jawab Nova santai.   “Pergi kamu, dasar pengkhianat.” Nova hanya tertawa menanggapi celotehan Gia yang semakin tidak karuan. Nova melihat jika sahabatnya ini tengat tidak baik-baik saja saat ini, tapi dia mencoba untuk bertanya.   “Kamu kenapa seperti ketakutan begitu? Apa bang Settan tidak memperlakukan mu dengan baik?” gagal, Nova memang tidak bisa ngerem mulutnya untuk tidak bertanya.   “Bukan dari bang Abim,” jawab Gia lemas.   “Lantas?” Nova penasaran sekali.   “Aku takut kakak ku datang dan mengutuk ku yang berani menaiki ranjang nya.” kata Gia jujur, bukannya marah atau bagaimana. Nova memberikan tatapan tidak berarti.   “Kenapa?” tanya Gia yang melihat Nova dengan ekspresi tidak enak di lihat itu.   “Miris aja aku sama pemikiran kamu. Kamu itu kenal agama gak sih? Sejak kapan orang yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu bisa bangkit lagi dari kubur? Aduh, otak kamu ini pasti sudah di rasuki oleh malin kudang. Ah bukan, kamu mungkin di rasuki oleh lutung kasarung.” kata Nova berceloteh sekena nya.   “Lutung pakek sarung?” kata Gia yang mengubah kerisauan menjadi sebuah tawa dan berhasil membuat mereka Gia seakan melupakan kekhawatiran yang ia buat sendiri. Keadaan ini sangat konyol baginya, bagaimana mungkin selama dua puluh tahun dia tidak pernah pacaran. Tetapi pada saat cinta mulai datang padanya, dia malah mendapatkan dua pilihan yang rumit? Cinta itu tidak datang di saat yang tepat. Oh Ibra, oh Abim. Siapakah yang akan memiliki hati Gia dan menjadi pilihan wanita itu?   Tapi, apa bisa Gia menghindar dari pernikahan yang sudah di persiapkan oleh Abim dan keluarganya secara dadakan itu. Persiapan yang sangat singkat, namun bisa memberikan hasil yang sangat menakjubkan. Ini tidak bisa di terima akal sehat, hanya dengan beberapa jam bisa menjadikan rumah menjadi istana dadakan. Tapi ini nyata dan terjadi sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN