Part 17 - Goodbye First Love

2132 Kata
Nayoung duduk di ranjang Byunggyu sambil bersedekap. Byunggyu meringis dan duduk di kursi belajarnya sambil memutar tubuhnya menghadap Nayoung. "Apa harus bagimu untuk membuat keributan? Aku tahu kau melakukan ini karena Wooseok. Tapi cukup kita berpura-pura di hadapan keluargaku. Aku tak mau berpura-pura di hadapan keluargamu." ucap Nayoung. Byunggyu menaikkan sebelah alisnya, "Siapa bilang ini pura-pura?" "Ha?!" Byunggyu terdiam sebentar. Lalu menarik nafas dan menatap Nayoung lekat. "Dengarkan aku, aku sudah menyerah tentang Gaeun. Sampai kapanpun ia hanya akan menatap ke arah Wooseok dan takkan pernah berpaling padaku," Byunggyu tertawa miris, "Dan kau, kau pasti benar-benar orang yang bodoh bila kau masih mengharapkan Wooseok setelah semua ini. Aku ingin membantumu melupakan Wooseok, dan kau membantuku melupakan Gaeun. Jadi, Oh Nayoung ... Mau jadi kekasihku?" Nayoung membelalak menatap Byunggyu. Apa maksudnya semua ini? Byunggyu memintanya menjadi kekasihnya? Ini serius? Tak ada kamera tersembunyi bukan di sini? "Oh Byunggyu sepertinya otakmu terbentur tadi! Kau benar-benar sakit. Aku akan keluar memanggil dokter untuk memeriksamu." Nayoung berdiri dan melangkah keluar kamar. Tapi sebelum itu terjadi, Byunggyu menariknya dan menyentakkan tangannya agar Nayoung berada dalam dekapannya. Nayoung membelalak. Ia membeku dalam dekapan Byunggyu. "Aku ingin kita berdua berhenti menyakiti diri kita untuk mengharapkan sesuatu yang takkan pernah kita dapatkan. Mungkin ini gila, tapi akan mudah bagi kita bila kita memutuskan untuk mencintai satu sama lain." ucap Byunggyu lembut. Nayoung tak mengatakan apapun. Ia hanya mendengarkan dan terdiam. Jujur ini yang ia butuhkan. Sebuah dekapan hangat. Setelah hari melelahkan yang ia hadapi, setelah rasa sakit dan luka yang ada di hatinya ... Ia benar-benar membutuhkan sesuatu untuk menenangkannya. Jadi ia membalas dekapan Byunggyu dan memejamkan matanya. "Kau benar-benar gila karena patah hati!" cibir Nayoung. "Bukannya dari awal aku memang seperti ini?" balas Byunggyu. Nayoung tertawa dalam pelukan Byunggyu. "Jadi kau ingin kita saling melampiaskan perasaan karena ditolak oleh orang yang kita cintai satu sama lain?" tanya Nayoung. Byunggyu mengangguk, "Begitulah, cukup adil bukan? Saling mengobati satu sama lain. Benar-benar gaya kita bukan?" "Oh Byunggyu bisakah kau melakukan itu?" bisik Hayoung. "Melakukan apa?" "Membuatku mencintaimu. Bisakah kau melakukannya?" tanya Nayoung. "Hei kau meragukan pesonaku? Kau tak tahu berapa banyak gadis yang jatuh untukku?" ucap Byunggyu main-main. Nayoung terkekeh. Ia rasa ia bisa. Ia akan mencoba. Mencoba untuk berpaling pada Byunggyu. Sekarang mungkin hatinya masih berdebar untuk Wooseok. Tapi ia akan berusaha agar hatinya bisa beralih pada Byunggyu mulai sekarang. *** Walaupun Byunggyu memaksa ingin datang ke sekolah bersamanya, Nayoung tetap menolak. Alasannya? Keluarga Nayoung pasti akan bersorak gembira kalau melihat Byunggyu menjemput Nayoung. Lagipula Nayoung sekarang tak perlu takut akan dijodohkan dengan Xieyu atau Lixuan karena ia sudah bersama Byunggyu. "Nayoung-ah!" panggil seseorang. Nayoung menoleh dan langsung memasang wajah masam. Dulu mungkin ia akan berteriak, melambai atau bahkan berlari memeluk Wooseok jika pemuda itu khilaf menyapanya. Tapi kejadian kemarin telah mengubahnya sepenuhnya. Jangan mengira ia akan menjadi pemeran protagonis dalam drama yang akan membiarkan dirinya disakiti. Ia adalah Park Nayoung. Ia takkan membiarkan dirinya disakiti, karena dirinyalah yang akan menyakiti orang lain. "Ada apa?" tanya Nayoung tak acuh. Wooseok menghampirinya dengan ekspresi bersalah. "Mengenai kencan kemarin ... Aku minta maaf. Gaeun benar-benar membutuhkanku kemarin. Maafkan aku." ucap Wooseok. Nayoung hanya menatap Wooseok dengan tatapan sinis, "Apa semua akan berubah bila kau meminta maaf? Kau akan tetap bersama Gaeun bukan? Tak akan kumaafkan. Walau kau meminta maaf takkan kumaafkan." "Gaeun adalah sahabatku. Tak mungkin aku meninggalkannya dan tak menghiraukannya saat ia membutuhkan bantuanku?" protes Wooseok. "Statusku dengannya sama bagimu " Nayoung menghela nafas, "Sama seperti kemarin, aku telah lama menunggumu tapi kau tak memberi kabar apakah kau akan datang atau tidak walau hanya melalui telpon. Sadarkah kau aku sudah terlalu lama menunggumu? Tapi kau tetap tak memberi kepastian padaku. Aku dan Gaeun sama. Aku juga sahabat bagimu, begitu bukan? Dan saat kemarin kau memberikan sebuah kepastian, kau menghancurkan segalanya. Aku berhenti. Kau, kau akan kupecat dari hatiku! Kau takkan kuterima. Takkan kumaafkan agar aku tak jatuh lagi padamu!" ucap Nayoung marah. "Kau dan dia berbeda!" sanggah Wooseok. Nayoung tertawa miris, "Ya, kami berbeda. Kau lebih mengistimewakannya. Sahabat? Yang benar saja! Aku tak tahu dan tak mau tahu lagi siapa yang berada di hatimu sekarang. Aku selalu mengira disana ada diriku, sayangnya sepertinya aku salah." Wooseok terdiam, ia juga tak mengerti siapa yang berada di dalam hatinya sekarang. Ia mengira Bomin yang ada di dalam hatinya. Selalu begitu. Tapi Nayoung dan Gaeun, dua orang itu datang dengan cinta mereka yang mengusik Wooseok. Wooseok bingung, pada saat-saat seperti inilah ia membutuhkan Byunggyu. Sayangnya ia dan Byunggyu sudah tak bersahabat baik lagi. "Tak ada yang ingin kau sampaikan lagi bukan? Kekasihku menunggu, aku pergi dulu." ucap Nayoung sebelum melangkah menjauhi Wooseok. Nayoung menguatkan dirinya agar tak menoleh lagi ke belakang. Ini keputusannya. Ia takkan menoleh lagi pada Wooseok. Tak boleh ada perasaan lagi yang tertinggal untuk pemuda itu di hatinya. Ia telah merelakan pemuda itu untuk Gaeun. "Jangan menangis ... Jangan menangis ...." gumamnya sambil menyeka air matanya. Langkahnya terhenti saat melihat lagi-lagi orang-orang mengerumuni papan pengumuman. Nayoung mendekati mereka. Ia semakin curiga saat semua orang menyorakinya dan mengucapkan selamat. Bahkan beberapa dari mereka menyebut-nyebut nama Byunggyu. Saat berhasil lolos dari mereka, Nayoung langsung melihat apa yang dipajang di papan pengumuman. Ia kehabisan kata-kata melihat apa yang terpajang di sana. Jika ini manga mungkin dari kepala dan telinganya sudah keluar asap. Air mata yang tadi ingin keluar bagai meresap masuk kembali dan tak berani keluar karena kemarahan Nayoung. "Bibi!!!" jeritnya. *** Byunggyu merasa harga dirinya telah terinjak-injak. Apa yang ada di papan pengumuman itu benar-benar membuatnya malu untuk menunjukkan wajahnya. Ia bahkan sudah berpikir untuk mengajukan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai ketua OSIS. Dan lagi, ia menyiapkan rencana agar bisa ikut ayahnya ke Jepang dan pindah ke sana. "Park Nayoung kau benar-benar harus bertanggung jawab! Aku tak mau tahu!" kesal Byunggyu. "Semua sudah terjadi, aku tak bisa melakukan apapun. Lagipula bukannya aku yang malu karena orang mengira aku sudah melakukan yang tidak-tidak padamu?" protes Nayoung. "Masalahnya di foto itu aku mengenakan piyama kelinci! Oh demi tuhan! Piyama kelinci! Dan semua orang sudah melihat hal ini. Harga diriku sebagai ketua OSISku sudah hancur. Kau lihat wajah Guru Hyun di ruang konseling tadi? Ia mati-matian untuk menahan diri untuk tak menertawaiku! Untung ia percaya dengan cerita kita, kalau tidak habis sudah hidupku!" Byunggyu mengacak-acak rambutnya frustasi. Nayoung meringis. Byunggyu benar, julukan Byunggyu sebagai pangeran es hilang sudah. Penggemar Byunggyu memang semakin banyak karena pemuda itu sangat imut di foto itu. Tapi semua siswa mengejeknya dan wibawanya sebagai seorang ketua OSIS hancur lebur. "Maaf, aku tak tahu akan separah ini. Aisshh, ini semua salah Bibiku. Kau punya ide untuk membalasnya?" tanya Nayoung. Mendengar kata-kata Nayoung, Byunggyu menyeringai iblis. Nayoung melangkah mundur karena takut dengan aura Byunggyu yang berubah secara mendadak. "Sejak kapan aku tak punya rencana dalam hal balas dendam?" Byunggyu tertawa jahat, "Jangan salahkan aku jika bibimu besok ditemukan meninggal dan mengambang di sungai Han. Ia yang memulai semua ini, jadi ia harus menerima ganjarannya!" Nayoung meringis. Ia berjanji dalam hati takkan mencari masalah dengan Byunggyu. Tak akan pernah! *** Namjoo bersikeras untuk pergi ke sekolah walau ia masih sakit. Ia tak mau tinggal di apartemen dan mati kebosanan di sana. Lixuan jadi terlalu protektif pada Namjoo. Tak boleh ini, tak boleh itu. Jujur itu membuat Namjoo kesal dan meminta Lixuan menjauh beberapa meter darinya. "Wuaa dia bisa menjadi calon suami yang hebat." puji Changwoo. "Kau mau? Ambil saja." ucap Namjoo acuh. "Hei aku laki-laki! Laki-laki! Tak sadarkah kau?" keluh Changwoo. Namjoo tak sengaja melihat beberapa gadis kecil bergenit ria pada Lixuan. Itu membuat Namjoo kesal. Oh ada apa dengan Namjoo? Lixuan terlalu protektif dia kesal, Lixuan bersama gadis juga ia kesal? "Changwoo-ya bisa bantu aku?" tanya Namjoo. "Bantu apa?" tanya Changwoo. "Menjeritlah sekerasnya oke!" ucap Namjoo. "Ha?" Namjoo memulai aksinya. Ia memegangi kepalanya. Pura-pura goyah lalu jatuh ke lantai. Changwoo yang melihatnya langsung pura-pura panik. Lagipula ia sudah cukup lama bersahabat dengan Namjoo untuk mengerti rencana Namjoo. "Namjoo-ya! Namjoo-ya sadarlah! Hei! Namjoo-ya!" Changwoo menjerit sekencang-kencangnya memeriksa nafas Namjoo, "Dia tidak bernafas! Siapapun! Tolong!" Lixuan yang mendengar hal itu segera menyingkirkan gadis-gadis yang genit padanya tadi. Tak peduli dengan dorongannya yang terlalu keras sehingga para anak-anak gadis itu jatuh ke lantai. Namjoo yang mendengar suara gedebuk itu hanya tersenyum dalam hati. Rasakan! "Namjoo-ya! Sayang! Bangun! Hei! Bangunlah kumohon!" Lixuan mengguncangkan bahu Namjoo. Ia juga memeriksa nafas Namjoo. Oh, soal menahan nafas Namjoo jagonya. Kalian bisa mengira ia benar-benar mati bila ia ingin pura-pura mati. "Hei bantu aku cepat!" pinta Lixuan pada para anak laki-laki yang mengerumuni Namjoo. Namjoo merasa tubuhnya terangkat. Ia dinaikkan ke punggung Lixuan dan digendong di punggung bocah itu. "Lixuan-ah semangat!" Namjoo masih bisa mendengar seruan Changwoo. Namjoo bisa merasakan Lixuan yang berlari. Ah bocah itu pasti lelah. Atau Namjoo pura-pura sadar sekarang saja? Tapi punggung Lixuan benar-benar nyaman. Namjoo yang tak tahan pun tak sengaja menguap. Lixuan yang akhirnya mengira Namjoo sadar pun menghela nafas lega. Ia sempat cemas karena tak bisa merasakan nafas Namjoo tadi. "Kau sudah sadar?" suara Lixuan terdengar bergetar. Namjoo terkejut. Lixuan kenapa? Suaranya bergetar karena berlari tadi kah? "Lixuan-ah turunkan aku." pinta Namjoo. Lixuan mengangguk. Begitu Namjoo turun dari gendongan Lixuan, Lixuan tiba-tiba memeluknya. "Hei! Ada apa dengan—" Namjoo langsung terdiam saat mendengar isakan Lixuan. Bahunya juga basah. "Lixuan-ah? Kau menangis?" ucap Namjoo bingung. "Syukurlah kau tak apa hiks ... kukira aku takkan mendengar suaramu lagi." isak Lixuan. Namjoo tak tahu tindakannya yang pura-pura pingsan akan berdampak seperti ini pada Lixuan. Ia mengangkat tangannya untuk membalas pelukan Lixuan. "Jangan menangis. Aku baik-baik saja. Aku hanya pura-pura tadi, maaf." ucapnya sambil mengelus punggung Lixuan. "Kumohon jangan seperti itu lagi, kau tak tahu betapa berharganya kau bagiku. Jangan membuatku panik lagi kumohon." pinta Lixuan. "Hm. Sekarang berhentilah menangis! Aku tak suka pria cengeng." ucap Namjoo. Lixuan mengangguk dan melepaskan pelukannya. Namjoo terpesona. Lihat matanya yang merah dan berkaca-kaca itu. Pipinya yang penuh lemak bayi juga menjadi merah muda. Bagaimana bisa seseorang menjadi seimut itu setelah menangis? "Ada apa?" tanya Luhan. "Bukan apa-apa. Aku lapar! Aku ke toilet dulu!" ucap Namjoo sambil melangkah dengan cepat untuk kembali ke kelasnya. "Aneh, bukannya kalau lapar harusnya ke kantin? Dan lagi itu ke arah kelas bukannya toilet." ucap Lixuan heran. Ia tak tahu saja Namjoo kabur karena terpesona setelah melihat wajah menangisnya. *** Suasana di apartemen masih canggung karena pertengkaran Wooseok dan Byunggyu. Bomin dan Taeoh sudah berusaha untuk membuat mereka akur kembali. Tapi terlalu sulit untuk itu. Ternyata benar, hal yang bisa menghancurkan persahabatan yang sudah lama di antara kedua pria hanyalah cinta dan wanita. "Aduh!" keluh Bomin sambil memegangi perutnya. Sontak seisi apartemen itu menoleh padanya. Bomin menggigit bibirnya karena kesakitan. "Ada apa? Bu, kau baik-baik saja?" tanya Namjoo khawatir. "Perut Ibu sedikit sakit. Daebak menendang terlalu keras." ucap Bomin. Kalian tahu kebiasaan orang korea bukan? Saat mereka hamil, mereka memberi nama pada janin mereka dengan nama-nama pujian yang mereka niatkan sebagai doa untuk anak mereka. Nah nama dari janin Bomin adalah 'Daebak'. Namjoo mengelus perut ibunya pelan. Bomin melirik Byunggyu dan Wooseok yang juga menatapnya. Ia ragu untuk meminta ini, tapi bayinya terus saja menginginkan hal ini. "Ada apa Bu? Ada yang kau inginkan? Mengapa Ibu menatapku terus?" tanya Byunggyu. "Eumm Byunggyu-ya~" "Hm?" Bomin menyeringai, "Daebak ingin melihatmu dicium oleh Wooseok." "Hieee???" Apa-apaan itu! Dicium oleh Wooseok? Disentuh sedikit saja Byunggyu jijik. Dia sedang dalam mode senggol bacok dengan Wooseok. Lagipula mau ditaruh dimana wajah Byunggyu kalau dicium oleh pria? "Hanya di pipi! Ia menginginkan ini. Kalian ingin terjadi sesuatu pada Daebak bila kalian tak menuruti permintaannya? Ayolah! Sekali ini saja!" rengek Bomin. "Tidak mau!" ucap Wooseok dan Byunggyu bersamaan. Bomin menatap mereka dengan mata berkaca-kaca. Ia memegangi perutnya dengan wajah yang seperti benar-benar kesakitan. "Kalian jahattt! Akan kuadukan pada ayah kalian saat ia pulang nanti!" rengek Bomin sambil menangis. Seisi apartemen panik. Ibu hamilkan tidak boleh stress. Walau otaknya Bomin memang dari awal sudah stress. "Byunggyu sudah tak sayang Ibu lagi! Wooseok juga sudah tak sayang Kakak lagi!" jerit Bomin. Cup... "Kak Bomin! Aku sudah melakukannya! Berhenti menangis, ya? Atau kau ingin melihatku melakukannya lagi?" Wooseok mengecup pipi Byunggyu. Cup ... Cup ... Cup ... Ia melakukannya berkali-kali. Byunggyu langsung menatapnya jijik. Ia naik ke atas sofa untuk menghindari Wooseok. "Hei apa yang kau lakukan! Menjauh sana!" teriak Byunggyu seperti wanita yang sedang diperkosa. "Kak Bomin! Kau ingin lihat aku cium yang mana lagi? Katakan saja!" ucap Wooseok sambil mengejar Byunggyu. Bomin berhenti menangis dan tertawa terbahak-bahak. Setidaknya setelah ini mereka tak akan canggung lagi. 'Maaf ya Daebak, Ibu menjadikanmu alasan lagi.' batin Bomin sambil mengelus perutnya lembut. **** Makassar, 25 Juni 2016
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN