DAY 13

1703 Kata
AUTHOR POV : Devan terbangun dalam keadaan kaget ketika tidak menemukan Sakura berbaring di tempatnya. Namun, dia lega beberapa saat ketika melihat sosok yang dicari ternyata menyiram tanaman yang berada tepat di sudut jendela. Perempuan yang mengenakan pakaian khusus pasien itu tersenyum ketika menyadari Devan sudah terbangun. “Apa yang kamu lakukan Ra? Istirahatlah dulu.” “Aku sudah sembuh. Lihatlah, aku bisa berjalan lagi.” Sakura menggerakkan kakinya lalu sesekali melompat. Devan mengernyitkan dahi, baginya Sakura adalah anak kecil. “Baguslah, kemarin kamu hanya kelelahan Ra. Anak rumahan yang tiba-tiba langsung keluar seharian penuh. Lain kali kalau kamu mau melakukannya lagi lakukanlah step by step.” “Hei… Bukankah itu lucu Dev, ternyata bolos juga harus bertahap,” ujar Sakura, dia kini menyirami tanaman Sanseviera di sudut ruangan. “Lihatlah tanaman ini, para perawat sibuk mengurusi pasien tanpa sadar bahwa ada makhluk hidup yang butuh minum ini.” “Itu bukan tugas perawat Ra. Ada tukang kebun.” “Tetapi, setidaknya perawat harus menyadari keberadaannya juga. Lihatlah daunnya mulai kecoklatan.” Sakura mengelus daun dihadapannya. Mengelusnya layaknya makhluk hidup yang butuh kasih sayang. Devan menggelengkan kepala. Sakura betul-betul anak kecil yang aneh dimatanya, juga dibumbui sedikit keras kepala. “Kalau begitu besok biar aku yang menyiraminya. Karena itu beristirahatlah. “Merawatnya? Kamu betul-betul terjaga semalam Dev. Bagaimana bisa kamu bangun pagi untuk menyiram mereka?” “Aku lupa mengaktifkan alarm. Setelah bangun aku akan langsung menyiram mereka dan tidur kembali. Bagaimana?” Sakura mengangguk. “Baguslah, tetapi aku sebenarnya ingin menyiram mereka sendiri.” Devan memutar bola mata. “Kalau saja kamu jujur aku tidak akan mencari alasan Ra. Terserah, lakukan apa yang membuatmu bahagia.” Devan melipat kedua tangan. “Hahaha… apa kamu merajuk Dev?” “Tidak.” “Kamu tentu saja merajuk. Dasar! Oh iya, kamu tidak memberitahu mama kan kalau aku ada disini?” Devan menggeleng. “Itu pesanmu sebelum tak sadarkan diri semalam. Kalau kamu tidak mengatakan apapun, mungkin mamamu yang menggantikanku disini.” Sakura menepuk jidatnya. “Oh iya Dev, kamu tidak ke sekolah?” “Lupakanlah Ra. Aku akan keluar untuk membeli bubur dan sup. Tinggallah dulu!” Devan mengambil jaketnya. Meninggalkan Sakura di tempat yang dipenuhi bau obat itu. Cuaca hari ini begitu gelap. Hujan rintik perlahan turun, membuat Sakura bersorak dalam hati. Musim yang disukainya adalah musim hujan. Dia adalah seorang Pluviophile (Orang yang merasa damai dan bahagia ketika hujan mendera). Sakura mengalihkan pandangannya ke pintu. Terdengar seseorang hendak masuk. Hingga muncul seorang laki-laki yang tidak asing namun juga tidak pernah ditemui Sakura sebelumnya. Lucas, ayahnya Devan. Sakura lalu memperbaiki posisi duduknya. “Silahkan masuk.” Sakura terlihat kaku sekaligus takut kalau dia salah tingkah atau bicara. Lucas tersenyum. Dia mencari posisi duduk yang tepat. “Apa Devan bermalam disini?” “Ya. Dia menjagaku semalam.” “Baguslah, Devan menjadi anak yang suka menolong semenjak bersamamu. Dia betul- betul aktif bermain di luar. Kini bukan hanya rumah pohon tempat bermainnya. Kalian juga sering kesana bukan? Aku kadang melihat kalian dari jendela belakang rumah.” Jantung Sakura berdebar cukup kencang. Dia mengingat-ngingat apa yang dia dan Devan lakukan di rumah pohon. Semoga saja tidak ada hal aneh yang membuat Lucas merasa risih. “Tetapi… ada sesuatu yang harus kusampaikan. Devan saat ini harus fokus dengan karirnya karena itu kumohon jangan pernah mengganggunya. Kalau kamu tidak merasa risih kami akan mengirim beberapa asisten tangga kami untuk mengurusimu disini.” Sakura mengerti sekarang apa yang Lucas katakan. Perasaannya mulai tidak enak. “Ya, anda tidak perlu repot-repot, saya bisa menjaga diri saya disini sendiri. Nanti saya akan menyuruh Devan pulang.” “Hmm… Baguslah. Aku yakin kamu berasal dari keluarga baik-baik. Karena itu, cobalah untuk menjahui Devan.” “Menjauhi Devan?” suara terdengar dari balik pintu. Shira muncul..Membuat mata Lucas dan Sakura tertuju padanya. “Kamu tidak tahu dialah yang menyelamatkan Devan?” Lucas bergeming. “Ya, tetapi Devan hanya merawatnya sehari, jadi…” “Cukup Lucas. Keluarlah, dan persoalan Devan aku akan membuatnya mengikuti semua sesi pemotretannya. Tetapi, ingat jangan membuatnya menjauhi Sakura.” Lucas mengangkat kedua bahu. “Baiklah…. Sayang.” Setelah Lucas keluar, Shira menghembuskan napas lega. Dia menghampiri Sakura lalu duduk di sebelahnya tak lupa dia juga mengelus rambut perempuan yang pernah menolong anaknya itu. “Papanya terlalu muda saat menikahiku. Dia laki-laki keras kepala. Sakura, kamu tahu aku melahirkan Devan saat seumuranmu. Cinta membutakan kami.” Ingatan masa lalu Shira terlintas sejenak. Ketika dia dinobatkan sebagai perempuan remaja tercantik dan Lucas yang menjadi CEO termuda sekaligus fotonya menjadi sampul majalah brand ternama karena dia begitu tampan. Hanya saja, Shira dinyatakan hamil. Popularitasnya menurun. drastis, para penggemarnya bahkan membencinya. Namun, ada juga sebagian dari penggemar yang gemas akan hubungan mereka, menurutnya mereka cocok, bisa jadi pasangan sempurna. Hanya mungkin, terlalu dini untuk seumuran mereka. “Tetapi, karena itu Devan terlahir. Dia anak yang baik.” “Benarkah? Apa jangan-jangan kamu menyukainya?” Pertanyaan Shira membuat Sakura tersipu. Perempuan itu memegang erat sudut kursi. “Tidak ada salahnya, kalau Lucas menghalangi hubungan kalian aku yang akan maju lebih dulu nanti. Meski keras kepala, aku adalah kelemahannya Lucas. Kamu tahu, laki-laki itu tidak bisa melakukan apapun kalau aku berekehendak.” Sakura tertawa kecil. Dia begitu menikmati pembicaraan dengan perempuan dihadapannya. “Kalau saja aku bisa membuang karirku… Mungkin keluarga kami akan baik-baik saja. Namun, aku sungguh tidak bisa melakukannya.” Sakura menatap mata idolanya penuh arti. “Anda tahu, dari dulu saya mengidolakan anda. Namun, saya merasa malu menemui anda dalam keadaan seperti ini. Ini bukan tempat yang seharusnya.” Sakura tersenyum kikuk. Shira mendekatkan mulutnya ke telinga Sakura. “Sayangnya kamu salah memilih perempuan sepertiku untuk diidolakan. Ibu yang bahkan tidak tahu makanan favorit anaknya, hobi bahkan tidak tahu kapan dia mnegalamui pubertas. Dia bersama Lucas sedari kecil, aku takut dia akan menjadi seperti ayahnya.” Shira lalu menunduk, hingga Sakura merasakan tetesan air mata idolanya jatuh tepat mengenai telapak tangannya. Sakura dengan spontan memberikan pelukan hangat kepada Shira. Ruangan seketika dipenuhi rasa haru. “Mama?” seseorang membuka pintu. Devan, minuman di tangannya seketika jatuh di lantai. “Apa yang mama lakukan disini?” tanya Devan. Shira dengan sigap menyeka air matanya. “Mama… hmm tadi mama mencarimu…” “Pulanglah, aku akan menghadiri semua pemotretan itu, semuanya.” “Tetapi Dev…” “PULANGLAH!” Sakura dan Siska tersentak bersamaan. Sakura bahkan tidak pernah melihat Devan sampai berteriak seperti sekarang ini sebelumnya. Devan membuat suasana haru berubah menjadi mengerikan. Siska berdiri lalu mengelus kepala Sakura. “Baiklah, mama akan pulang. Persoalan pemotretan kamu bisa melakukannya kapan pun kamu mau.” Shinta meninggalkan ruangan cukup cepat menyisakan Sakura yang masih diam membeku. “Syukurlah,” ujar Devan setelah sosok Shira menghilang dari balik pintu. “Ayo makan Ra, keburu buburnya dingin. Lihatlah, jus stroberi kesukaanmu sudah tumpah. Aku akan pergi membelinya lagi nanti tenang saja.” “Dev.” “Ada apa Ra?” Sakura memiringkan kepalanya lalu menatap Devan tajam. “Dia ibumu Dev…” “Ibu? Kamu tidak tahu apa yang telah dilakukannya kepadaku Ra. Dia bahkan tidak per--" “DIA ORANG YANG MELAHIRKANMU…” Sakura menutupi wajahnya. Dibalik itu, ada air mata yang tumpah. Karena kondisi setelah Sakura melihat bagaimana keinginan Shira untuk menjadi ibu yang baik dan Devan yang tiba-tiba meperlakukan Shira seperti tadi tentu membuat Sakura shock. Devan menghampiri Sakura dengan langkah pelan. “Ada apa Ra?” Dia berusaha membuka tangan yang menempel di wajah perempuan yang mulai terdengar sesenggukan itu. “Kamu tahu… kamu tahu dia berusaha yang terbaik untukmu Dev…” “Berusaha apanya Ra? Selama delapan belas tahun aku hidup, dia baru menghampiriku ketika aku betul-betul siap untuk diperbudak.” Sakura menggeleng hebat. “Tidak seperti itu Dev… Dia hanya tidak bisa melakukannya. Dia terpaksa Dev. Cobalah mengerti.” “Baiklah, akan kucoba untuk mengerti. Tetapi, diam dan makanlah Ra.” Di mata Devan saat ini tidak ada yang lebih penting daripada kesehatan Sakura. “Omong kosong. Kamu hanya ingin membuatku tenang.” “Sudahlah Ra. Kita bisa membahas ini nanti setelah makan. Kamu belum bisa berpikir jernih tentang sikapnya.” “Kamu tahu Dev. Bagaimana rasanya hidup tanpa ibu?” “Ya tentu tahu, kamu yang tidak mengerti Ra.” “Aku, tidak mengerti? Kamu juga selama ini tidak pernah tahu kalau aku hanyalah anak adopsi Dev.” Tangan Devan bergetar hebat. Sakura kembali menutupi wajahnya. “Anak adopsi?” “Ya, mamaku saat ini sebenarnya adalah saudari kandung ibu. Katanya ibu kandungku meninggal sesaat setelah melahirkanku. Dan Ayahku meninggal malam itu juga karena membawa mobil dengan kecepatan tinggi karena khawatir mobilnya jatuh ke jurang.” “Tetapi, mamamu baik Ra.” “Baik? Dia yang memperalatku untuk terus belajar agar aku bisa menjadi dokter. Tetapi, entah mengapa sikapnya akhir-akhir ini berubah. Sebelum itu, aku harus membaca bertumpuk- tumpuk buku setiap malamnya, dilarang bermain diluar hingga aku sadar bahwa aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi anak-anak sungguhan, aku menjadi dewasa terlalu cepat.” “Maafkan aku Ra.” Sakura menyeka air matanya. “Jangan meminta maaf kepadaku Dev. Minta maaflah kepada ibumu.” “Baiklah, kalau begitu tunggu aku kembali dan ingat, bubur ini sudah harus habis.” Devan berlari keluar, dia menyusuri koridor-korior rumah sakit lalu menemukan sosok yang dicarinya. Shira, saat ini dia sedang sendiri, menangis di taman rumah sakit. “Mama.” Suara terdengar membuat kepala Shira terangkat. Matanya berbinar-binar ketika melihat Devan. Lalu tubuhnya merasakan pelukan yang erat. “Maafkan aku Ma.” Shira mengangguk, kini pipinya dipenuhi air mata haru bukan lagi tangisan kesedihan. Lampu taman menyinari mereka berdua karena cuaca mendung, kursi taman yang memanjang menjadi saksi, juga tiupan angin semilir menambah kesejukan. Suasana seketika ikut terharu akan apa yang mereka alami. “Maafkan mama nak. Karena mama ti…” “Mama bisa menjelaskannya nanti. Masuklah ke dalam.” Ajak Devan, dia memegang erat tangan ibunya lalu menemui Sakura yang sudah selesai dengan urusan makanannya. Sakura dan Shira berpelukan erat. Inilah yang disebut Fan sukses. “Terimakasih Ra,” bisik Shira di telinga Sakura. Disisi lain, Devan yang berdiri di pintu menatap arlojinya setelah menerima pesan masuk. “Aku harus pergi dulu untuk pemotretan. Saat ini aku tidak akan khawatir Ra, ada mama yang menemanimu disini.” Sakura tersenyum. “Semangat Dev.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN