Malam Perayaan Makhluk Astral
"Siapa itu?" batin gadis yang tengah berjalan di trotoar jalan.
Wussshh!
Semilir angin menerpa tubuh gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu, tak lama kemudian udara dingin menyebar di sekitar tengkuk membuatnya merasa tak nyaman. Manik matanya melirik ke arah samping. Tepat di sudut mata, ia melihat sesosok bayangan hitam pekat tengah mengikuti dirinya, saat gadis yang mencoba untuk menoleh, tiba-tiba saja bayangan itu menghilang.
Gadis itu mengembuskan napas dengan perlahan, sedangkan manik matanya menatap ke arah rembulan malam yang bersinar cukup terang. Terpaan angin malam semakin membuat suasana menjadi menyeramkan, terlebih suara binatang malam di sisi pepohonan membuat siapa pun yang melewati jalan ini akan bergidik ketakutan.
Suasana semakin sepi, tak ada satu pun orang yang melewati jalan ini. Di titik inilah, gadis itu menyesal karena harus pulang terlambat. Padahal, dirinya tahu, resiko apa yang menantinya saat malam hari tiba.
"Aku harus pulang, mungkin mereka cuma iseng-iseng saja tadi," gumamnya lirih.
Gadis itu pun melangkah meninggalkan trotoar jalan yang sedikit mengerikan sebab jalanan ini terkenal dengan sebutan jalan angker. Ia terpaksa harus berjalan hingga ke halte bus karena jarak sekolah dengan jalan raya cukup jauh. SMKN 1 Bangsa terletak tepat di bawah sebuah gunung, sehingga akses menuju ke bangunan sekolah hanya terdiri dari jalanan satu arah saja, sedangkan jalan raya berjarak 200 meter dari bangunan sekolah.
Gadis itu bernama Reyna, dirinya merupakan keturunan istimewa dari keluarga Daleron. Sebuah keluarga cenayang yang terkenal di kota ini, sebab kemampuan dalam hal mistik sangat diakui. Maka dari itu, tak heran jika gadis yang biasa di panggil Rey itu, bisa merasakan adanya kejanggalan di sekitar.
Semakin lama, suasana semakin tidak mengenakan. Namun, Rey berusaha untuk tidak mempedulikannya dan tetap melanjutkan perjalanan agar bisa segera sampai di rumah.
Greb!
Langkahnya seketika terhenti ketika sebuah tangan memegang bahu. Perlahan, Rey menoleh ke arah belakang untuk memastikan siapa yang berani memegang dirinya.
Sontak saja, manik mata gadis itu membelalak saat melihat sosok yang ada tepat di belakang tubuhnya. Sosok arwah berseragam sekolah itu menatap Rey dengan wajah penuh luka mengenaskan. Sebagian kepalanya hancur, hingga bola mata dan isi kepala keluar dari tempatnya.
Sementara itu, darah segar mengalir deras dari tubuh yang kini tak lagi utuh. Tubuh bagian bawahnya remuk, hingga menyisakan tulang belulang yang tak beraturan, sedangkan sisa-sisa daging hancur, bagaikan daging giling berceceran.
Dalam sekejap, rongga hidung Rey seakan-akan dipenuhi oleh bau anyir darah yang begitu memuakkan. Dalam sekelip mata, Rey dapat mengetahui bahwa arwah yang ada di hadapannya kini merupakan seorang korban kecelakaan yang terjadi di jalanan ini.
"Tolong ...," ucapnya sembari mendongakkan kepala hingga membuat luka membusuk yang ada di wajahnya semakin jelas terlihat.
Sementara itu, Rey tak memperlihatkan reaksi tertentu. Manik matanya menatap nanar ke arah sosok gadis berseragam itu, rasa kasihan tentu saja membuat hati kecilnya tersentuh, terlebih melihat keadaannya.
"Tolong aku ... bantu aku pulang ...." Tangisannya terdengar memilukan.
"Maaf, aku tak bisa banyak membantumu. Pulanglah ke alam yang seharusnya, aku akan mendoakan dirimu." Rey menjawab permintaan dari sang arwah.
Hiks! Hiks!
Rey mengeluarkan sebuah kalung dari kerah bajunya agar terlihat oleh sosok gadis itu. "Tolong, jangan menggangu manusia yang lewat di sini. Mereka bisa celaka karena dirimu," ucap Rey lagi.
Manik mata Rey menatap ke arah seragam penuh darah sang arwah, tertulis sebuah nama 'Nania' di sana.
"Nama kamu Nania, kan?" tanya Rey, "aku akan mendoakan dirimu. Semoga tenang di alam sana."
Rey pun menutup kelopak mata, sedangkan bibirnya bergetar membacakan doa khusus untuk Nania. Hanya dalam beberapa saat saja, tubuh Nania memudar lalu menghilang dari pandangannya. Rey juga tidak tahu, apakah Nania akan pergi ke alam yang seharusnya atau memilih tetap berada di sini sebagai lokasi terakhir saat dirinya mengembuskan napas terakhir.
"Syukurlah, dia pergi." Gadis itu berucap lirih. Dirinya menatap ke arah rembulan malam yang kini sinarnya tertutup awan hitam.
Perasaannya mulai tak enak, Rey mengetahuinya hukum-hukum alam, jika sinar rembulan tertutupi awan hitam. Maka, malam ini akan menjadi malam yang sangat mengerikan karena malam ini adalah malam perayaan bagi para mahluk gaib, jadi tak heran jika pada malam ini, mahluk dari alam lain tak segan untuk menampakkan diri pada manusia.
"Gawat! Aku harus pulang!" serunya sembari mempercepat langkah untuk menuju ke halte bus.
Beruntung, waktu masih menunjukkan pukul delapan malam, sehingga gadis itu masih bisa mendapatkan bus untuk pulang, walau pun dirinya harus menahan rasa mual karena pergesekan energi yang begitu kuat karena intensitas gaib yang begitu aktif.
Berbagai macam hawa panas mendekat ke arah Rey, tetapi gadis itu berusaha untuk tidak peduli. Tatapannya ia arahkan ke arah jendela, sesekali gadis itu melihat ramainya kendaraan yang memadati jalanan.
Manik matanya menangkap beberapa sosok hitam tengah berada di sisi para pengendara. "Setan itu lagi ... mereka pasti berniat untuk mencelakakan pengendara itu," batin Rey.
Setan dengan sosok hitam legam adalah sosok setan yang dapat mempengaruhi manusia ketika tengah berada di jalan raya agar dengan tujuan menyebabkan kecelakaan.
"Apa aku harus memperingatkan dirinya?" batinnya lagi.
Gadis itu merasa bimbang, bukan tak ingin menolong, tetapi dirinya merasa bukan waktu yang tepat untuk memberitahu dirinya sekarang. Rey sudah bosan mendengarkan caci maki orang, dikatakan sebagai orang gila karena memberitahu sesuatu yang belum tentu terjadi.
"Huff, semoga dia baik-baik saja." Rey berucap lirih.
Bus kembali melaju hingga mendekati komplek perumahannya. Tepat pada jam setengah sembilan malam, gadis itu tiba di sebuah rumah yang berada di kompleks perumahan indah raya. Dengan langkah gontai, Rey pun masuk ke dalam rumah setelah memberikan salam.
"Assalamualaikum, Ma," salamnya.
"Waalaikumussalam. Rey, kamu bikin mama khawatir, kenapa mama telpon gak bisa?" tanya Hana--ibu Reyna--dengan raut wajah cemas.
"Maaf, Ma. Tadi ada tugas praktek di lab, jadi pulangnya malam gini. Rey juga lupa buat aktifkan hp," jawab gadis itu cengengesan.
"Ah, kamu, ya, bikin mama khawatir." Hana mengelus pelan rambut putri semata wayangnya.
"Maaf, Ma. Besok Rey janji gak bakalan lupa aktifkan hp," ujar gadis itu.
"Ya sudah, tidak apa-apa, yang penting kamu selamat. Ayo makan malam dulu, kamu pasti capek," ajak Hana.
Tanpa menolak ajakan sang ibunda, Rey segera duduk di kursi meja makan yang telah penuh dengan makanan lezat buatan Hana. Walau hanya berdua, tetapi canda tawa tak pernah lepas dari kehidupan keduanya.
***
Pagi menjelang. Sinar mentari pun menembus celah-celah jendela kamar, sedangkan cuaca terasa sejuk. Tak heran karena kota tempat tinggal mereka berada dekat dengan Gunung Darsi.
"Reyna, ayo sarapan dulu!" seru Hana dari dapur ketika belum mendapatkan putrinya keluar dari kamar sejak semalam.
Rey yang baru saja membersihkan dirinya pun menjawab, "Iya, Ma. Sebentar lagi."
Gadis itu menatap pantulan diri di cermin besar. Manik matanya menatap sendu, ia tengah memikirkan perihal kejadian tadi malam. Memang benar, tadi malam Rey tak bisa tertidur dengan nyenyak karena intensitas gaib terasa begitu kuat, hingga mampu membuat gadis itu merasa tak nyaman.
"Hari ini adalah hari yang cukup mengerikan, semoga saja tak akan ada yang menganggu diriku sejenak." Gadis itu berucap lirih karena dirinya yakin, jika hari ini akan ada banyak arwah bergentayangan selepas malam pelepasan mahluk gaib.
Tak ingin membuat sang mama menunggu lama, Rey pun memutuskan bergegas menuju ke ruang makan, tempat di mana Hana telah menyiapkan berbagai macam hidangan lezat.
Akan tetapi, saat melewati ruang tengah, langkah kaki Rey pun terhenti. "Apa itu?" batin Rey saat sudut matanya menangkap sosok di balik jendela.
Rey pun memejamkan mata ketika intensitas gaib semakin meningkat. "Ah, s**l. Rupanya ada beberapa yang datang ke rumah ini," gumam Rey sembari mengendarakan pandangan ke arah sekitar jendela.