bc

DESTINY: Cinta dan Dendam

book_age18+
0
IKUTI
1K
BACA
revenge
arrogant
twisted
icy
weak to strong
like
intro-logo
Uraian

"Papa sudah menentukan calon istri buat kamu. Dia anak sahabat lama papa. Kami sudah menjodohkan kalian sejak dulu. Dalam Minggu ini mereka akan datang membicarakan perjodohan kalian."

"Tapi, Pah—"

"Kamu jangan membantah, Tio. Ini bukan soal bisnis. Tapi soal kekeluargaan. Jangan bikin malu papa kamu," sanggah nyonya Revana. "Kamu pasti akan jatuh cinta sama gadis ini, Tio. Mama sama papa yakin kamu tidak akan bisa menolak."

"Perasaan Tio ke Elsa tidak main-main, Mah. Jadi tidak segampang itu Tio akan jatuh hati sama perempuan lain."

Nyonya Revana membuang muka sambil berdecak.

"Papa tidak mau tahu, Tio. Dan papa tidak akan mengatakan ini untuk yang kedua kalinya."

***

"Sekarang apa yang akan kita lakukan? Orang tua kamu tidak setuju dengan hubungan kita."

"Tidak apa-apa. Kita masih punya banyak waktu biar Mama sama Papa merestui kita. Aku nggak akan nyerah, El. Aku akan memperjuangkan kamu. Karena aku serius sama kamu."

***

"Kamu menyuruhku menunggu, aku menunggu! Tapi apa?! Kamu malah berdiri di sana dan menyematkan cincin pada jemari perempuan lain!"

Elsa menepis tangan Tio ketika laki-laki itu mencoba menyentuhnya untuk sekedar menenangkan situasi.

"El, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan! Tolong dengarkan aku!" Tio mencoba menjelaskan bahwa dia melakukan itu tanpa perasaan. Namun respon yang didapatnya justru tawahan nanar dari sang kekasih.

"Jelas ini seperti apa yang aku pikirkan!"

"Setidaknya dengarkan aku dulu untuk menjelaskannya padamu!"

"Tidak perlu! Aku sudah tahu semuanya! Perjodohanmu! Gadis itu! Parfume! Dan sebuah ponsel yang kamu rahasiakan selama ini!"

chap-preview
Pratinjau gratis
Hubungan Tak Direstui
"Jadi, Elsa, kamu kerja di mana?" Elsa menatap Tio di sebelahnya ketika pertanyaan itu datang dari calon Ayah mertuanya. "Elsa masih cari kerjaan, Pah." Lalu Tio membantu menjawab. Mendengar hal itu orang tua Tio tampak kecewa. "Kamu pengangguran dong?" Kalimat blak-blakan barusan terdengar dari mulut nyonya Revana, Ibunya Tio. Elsa hanya tersenyum tipis, merasa tidak nyaman. Sepertinya pertemuan ini tidak akan bisa sesuai dengan ekspektasinya. "Berarti selama ini Tio yang membiayai keperluan kamu, ya?" "Mah..." Tio keberatan dengan ucapan sang Ibu, walau sebagian besar memang benar Elsa numpang hidup dengan Tio semenjak mereka sepakat untuk saling serius. "Tidak bekerja bukan berarti tidak punya uang. Elsa punya tabungan kok, Mah." "Tio, kami sedang bicara dengan Elsa. Kenapa selalu kamu yang mewakilinya? Dia kan punya mulut." Tio sedikit menghela nafas. Bukan karena apa. Dia khawatir orang tuanya akan menyakiti perasaan gadis yang sangat ia cintai ini. Terutama ibunya yang kalau bicara suka tidak memikirkan perasaan orang lain. "Jadi, kalian benar-benar serius?" Kali ini Pak Adi yang kembali bertanya. "Iya, Pah. Maka dari itu Tio datang untuk minta restu Mama sama Papa." Pak Adi dan nyonya Revana saling menatap. Dan mereka punya satu pemikiran. "Maaf, Tio. Papa tidak setuju." "Mama juga." Tio sudah menyangkal Ayah dan Ibunya tidak akan setuju untuk alasan yang begitu banyak. Di antaranya Elsa bukan tipe menantu idaman yang orang tuanya inginkan. Apalagi mengetahui Elsa hidup sebatang kara. Sekarang apa? Elsa sudah terlanjur mencintai Tio. Dan mereka sudah melakukan banyak hal. Keduanya sudah saling memahami satu sama lain. Begitu juga dengan Tio yang sudah nyaman bersama gadis itu. "Ya udah, Pah, Mah, makasih udah mau luangin waktu buat ketemu kami." Tio pamit dengan membawa Elsa pergi. "Tio..." Lalu Pak Adi mencegahnya sebelum mereka benar-benar pergi. "Papa ingin bicara sama kamu." Tio kemudian menatap Elsa. "Kamu tunggu di mobil, ya? Aku nggak akan lama." Elsa mengangguk lalu bergegas pergi duluan. Sementara Tio kembali menghadap pada ayahnya. "Papa mau bicara apa?" "Papa sudah menentukan calon istri buat kamu. Dia anak sahabat lama papa. Kami sudah menjodohkan kalian sejak dulu. Dalam Minggu ini mereka akan datang membicarakan perjodohan kalian." "Tapi, Pah—" "Kamu jangan membantah, Tio. Ini bukan soal bisnis. Tapi soal kekeluargaan. Jangan bikin malu papa kamu," sanggah nyonya Revana. "Kamu pasti akan jatuh cinta sama gadis ini, Tio. Mama sama papa yakin kamu tidak akan bisa menolak." "Perasaan Tio ke Elsa tidak main-main, Mah. Jadi tidak segampang itu Tio akan jatuh hati sama perempuan lain." Nyonya Revana membuang muka sambil berdecak. "Papa tidak mau tahu, Tio. Dan Papa tidak akan mengatakan ini untuk yang kedua kalinya." Keputusan Pak Adi sudah bulat. Tio tidak diperbolehkan memilih apalagi sampai menolak. Kedatangan Tio yang memasuki mobil membuat Elsa menolehkan kearahnya. "Papa kamu bilang apa, Tio?" Tanyanya, antara penasaran bercampur takut. Benar-benar takut jika keluarga Tio memaksanya untuk putus hubungan dengannya. Tio menyembunyikan wajah gelisahnya dengan menunjukkan seulas senyuman. Lalu mengusap lembut kepala gadis itu. "Bukan apa-apa, kok. Bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan." "Kamu tidak usah bohong. Katakan saja yang sebenarnya. Aku tidak apa-apa, kok." "Tidak, sayang. Aku tidak bohong. Papa cuma nanya soal perkerjaan di Kantor." Walau Elsa berhasil dibuat percaya, namun masih ada yang mengganggu perasaan gadis itu. "Sekarang apa yang akan kita lakukan? Orang tua kamu tidak setuju dengan hubungan kita." Tio seraya menyalakan mobil menjawab, "Tidak apa-apa. Kita masih punya banyak waktu biar Mama sama Papa merestui kita. Aku nggak akan nyerah, El. Aku akan memperjuangkan kamu. Karena aku serius sama kamu. Kamu mau nunggu, kan?" Elsa sungguh terharu mendengar perjuangan Tio. "Aku nggak peduli mau nunggu sampai kapanpun, Tio. Asalkan kita tetap sama-sama. Dan makasih kamu tetap masih mau mempertahankan hubungan kita." Tio tersenyum dan mengusap tetesan air mata di pipi Elsa. Lalu berjanji, "Apapun yang terjadi, aku nggak akan ninggalin kamu." Membuat Elsa menyandarkan kepala di pundaknya. *** "Apa?" Suara lantang Tio yang sedang menerima telepon di tengah malam membuat Elsa jadi terbangun. Gadis itu menemukan Tio terlihat panik seperti mendapat masalah besar. "Baik. Tio ke sana sekarang." Tio pun menutup telepon dan melihat Elsa yang sudah bangun. "Ada apa? Semuanya baik-baik aja, kan?" tanya gadis itu ikut cemas. Tio menggeleng. "Papa masuk Rumah Sakit, El. Aku harus pergi melihat keadaannya." Pun Tio bergegas. Mengenakan pakaian dengan terburu-buru lalu meraih kunci mobil di tempat biasa. Dia tidak lupa menghampiri Elsa untuk mencium keningnya sebelum pergi. "Aku pergi, ya..." "Tio!" Elsa menahan tangannya. "Hati-hati, ya?" ucapnya terdengar menyedihkan. Membuat Tio harus duduk untuk menghadapnya, mengusap sisi wajahnya dengan raut wajah tampak menyesali sesuatu. "Maaf, ya. Kamu nggak bisa ikut." "Nggak apa-apa, kok. Aku ngerti. Semoga Papa kamu baik-baik saja." "Terimakasih. Aku janji akan terus ngabarin kamu." Elsa mengangguk dengan senyuman seadanya. Dan setelah itu Tio langsung pergi. *** "Beliau terkena serangan jantung," kata seorang Dokter yang bertanggung jawab mengenai kondisi Pak Adi. Tio berusaha menenangkan nyonya Revana yang mulai menangis. Di tengah-tengah itu seorang Suster datang dengan kepanikan. "Dokter, pasien kambuh lagi." Mereka semua bergegas menuju ruangan tempat Pak Adi dirawat. Termasuk Tio dan nyonya Revana. Namun mereka tidak diperbolehkan untuk masuk, hanya boleh menunggu di luar. "Tenang, Mah. Papa akan baik-baik saja." Tio berusaha menenangkan nyonya Revana. Wanita itu tidak bisa tenang sebelum melihat suaminya baik-baik saja. Dan jujur saja Tio juga tidak kalah cemas. Jantungnya berdetak. Namun dia tidak berhenti berharap semoga semuanya baik-baik saja. Hingga beberapa saat kemudian Dokter keluar. "Pak Adi ingin bertemu dengan kalian." Setibanya di dalam, mereka menemukan Pak Adi terlihat sekarat. Membuat nyonya Revana semakin menangis histeris. "Papa tidak yakin bisa hidup lebih lama lagi..." ucap Pak Adi dengan susah payah, merasa sulit bernafas. "Mah... Maafin Papa. Tugas Papa jagain Mama sampai di sini..." "Pah, kenapa papa bicara begitu?! Papa nggak akan kemana-mana!" Protes nyonya Revana dengan linangan air mata. Dadanya sesak karena takut menerima fakta bahwa kini suaminya sedang sekarat, siap berpulang. "Tio, Papa titip Mama kamu ya, Nak? Janji sama papa... Tio tidak akan buat mama sedih." Sementara Tio yang sudah dewasa mencoba memasrahkan apa yang sedang dia lihat di depan mata kepalanya. Walau dia belum siap jika harus kehilangan sosok yang telah menjadikannya laki-laki hebat seperti ini. Hatinya sangat terpukul. Matanya yang merah kini mengeluarkan cairan. "Tio janji, Pah. Tio akan jagain Mama seperti Papa yang udah menjaga Mama selama ini." Setelah menyampaikan kata-kata terakhir untuk anak dan istrinya, Pak Adi pun menutup mata untuk selama-lamanya disusul isak tangis memilukan nyonya Revana memenuhi ruangan hingga beliau pingsan. Tio pun merasakan sekujur tubuhnya melemah. Untuk yang pertama kalinya dia kehilangan salah satu orang yang ia sayangi dalam hidupnya. *** "Papa meninggal, El..." Elsa terkejut mendengar suara Tio di seberang telepon. Kasihan sekali. Laki-laki itu pasti merasa sangat kehilangan. Sungguh dia ingin berada di sana untuk memeluknya. "Aku turut berdukacita... Kamu yang tabah, ya?" Tio terdiam untuk beberapa saat. Dan Elsa memaklumi akan hal itu. "Besok pagi Papa akan dimakamkan." "Besok aku datang berbelasungkawa, ya?" "Iya. Sampai ketemu di pemakaman." Hari itu pun tiba. Elsa melihat banyak orang yang datang berbelasungkawa di pemakaman Pak Adi. Sementara dirinya hanya mengamati dari kejauhan. Dari sela-sela kerumunan dia dapat melihat Tio dan nyonya Revana yang masih menangis sampai beliau lelah seperti tidak ada semangat untuk hidup. Ketika pemakaman mulai sepi, Elsa baru menunjukkan keberadaannya. Di sana tersisa Tio, nyonya Revana, dan Dimas, teman sekaligus asisten kepercayaan Tio. "Tio, Tante... Saya ikut berduka cita atas kepergian Almarhum Pak Adi." Mendengar suara itu nyonya Revana mengalihkan pandangannya dari makam Pak Adi untuk melihat siapa yang bicara. Beliau menatapnya lama lalu berusaha berdiri. "Kamu ngapain ke sini?" Sebegitu bencinya beliau terhadap Elsa seolah-olah memiliki dendam tersendiri. "Mah..." Dan lagi-lagi Tio akan membela. "Elsa datang baik-baik cuma mau—" "Kamu tau mama tidak suka dia. Kenapa kamu malah bawa dia ke sini?" "Mah..." Tio tidak menyangka Ibunya akan berbicara seperti ini. Keadaan beliau yang sedang terpukul membuat Tio tidak bisa melakukan banyak hal untuk sekedar menasehati agar menjaga ucapan. "Dimas, tolong antar Tante pulang," ucap nyonya Revana yang kemudian berlalu diikuti Dimas. Tio menatap Elsa disampingnya. "Tolong maafin Mama ya, El?" Dengan raut wajah benar-benar merasa tidak enak. "Nggak apa-apa, Tio. Aku maklumi kalo Mama kamu hanya terbawa suasana." Elsa selalu memaafkan. Namun bukan berarti perasaannya baik-baik saja. Wanita itu jelas membencinya. Adakah harapan agar hubungan mereka bisa bertahan?

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook