Dua

1065 Kata
Author Pov Akira berjalan menuju ruangan Rian, pelan tapi pasti, dia mengetuk pintu ruangan Rian. Tok..tok..tok.. 'Semoga saja dia pingsan, atau mendadak sakit perut, atau mendadak mati untuk sesaat. Ya Allah, lindungi hamba-Mu yang baik dan tidak sombong ini, Amin' bantin Akira. "Masuk" jawab Rian dari dalam. Jleb.. Akira merasa jantungnya sedang merosot ke bawah, tak mampu lagi berkata-kata selain masuk sesuai arahan bosnya. Akira berjalan perlahan, mendekati Rian yang sibuk dengan file-file di depannya. Ehem.. Akira berdehem menetralkan suaranya, sekaligus mencoba menarik perhatian bosnya yang tidak menggubrisnya sedari tadi dia tiba. "Bapak memanggil saya?" Tanya Akira. "Memangnya bu Dewi bilang apa?" Tanya Rian yang membuat Akira seketika mematung. "Kamu kesini, sudah pasti karena saya panggil. Duduk." lanjut Rian. Dengan jantung yang berdetak tak karuan, Akira duduk sesuai perintah bosnya. Memang Rian lebih tampan dari pemilik cafe sebelumnya, tapi pemilik cafe sebelumnya lebih santai dan lebih ramah. Akira menelan salivanya melihat ekspresi bosnya yang datar, bahkan belum juga memulai percakapan. Akira merasa gelisah, merasa tak dianggap dan membuang-buang waktu. Ingin rasanya Akira pergi meninggalkan Rian, namun apalah daya jika hanya seorang karyawan. Rian meletakkan file yang dibacanya di meja, lalu menatap tajam ke arah Akira. Akira seketika tertunduk setelah melihat sorot mata Rian, bahkan kedua bola mata Rian bak ingin keluar. "Kamu sudah lama bekerja disini?" Tanya Rian. "Be-belum pak" jawab Akira gugup. "Haha, kenapa kamu begitu gugup? Bukankah tadi kamu sangat lantang saat membicarakan saya?" Tanya Rian membuat Akira pucat pasi. "Siapa yang membicarakan bapak? Bapak salah dengar kali pak!" jawab Akira, mencoba memberanikan diri meski jantungnya kini serasa ingin meledak bak bom atom. "Baiklah, kalau kamu tidak membicarakan saya. Lalu apa maksud kamu mengatakan kepada saya kalau hati kamu jatuh?" tanya Rian. 'Mati aku, dasar bos gila. Untuk apa sih bos ini membahas masalah begituan? Datang ke cafe cukup urus urusan pekerjaan aja, seperti melihat file-file sama seperti yang dia lakukan tadi. Ini malah ngurusin masalah sepele, apa jangan-jangan pak bos ini baper alias bawa perasaan ya' batin Akira. Rian langsung menggebrak meja melihat Akira tak meresponnya, Akira uang mendengar itu langsing terperanjat kaget. Akira menatap Rian tajam yang sudah menatapnya tajam terlebih dahulu. "Saya sedang bertanya sama kamu? Saya mau kamu menjawab pertanyaan saya, bukannya melamum. Apa kamu sedang memikirkan pacar kamu?" tanya Rian. 'Apa-apaan ini, kenapa si bos gila ini mengurusi urisan pribadi aku? Sepertinya aku harus ngerjain bos kepo ini nih, biar tau rasa' lagi-lagi Akira membatin. "Tidak pak, masa saya ngelamunin pacar saat bekerja, gak konsisten dong pak" jawab Akira. "Terserah. Sekarang jawab pertanyaan saya sebelumnya" ucap Rian. "Pertanyaan yang mana pak?" Akira pura-pura tidak tau. Rian menghela nafas lalu membuangnya kasar, memijat pelipisnya dan menatap Akira tajam. 'Cantik-cantik kok pikun sih? Udah gitu ngeselin lagi, kenapa aku harus berurusan sama dia? Aku menyesal memanggilnya ke sini, sama aja aku berusaha membuatku darah tinggi' batin Rian. " Pak, kok bapak melamun? Apa bapak sedang memikirkan pacar bapak?" Tanya Akira polos. Rian membulatkan matanya tak percaya, bagaimana mungkin dia mendapatkan karyawan seberani ini? Bahkan, berani mengulang kalimat yang baru saja dia katakan. "Diam kamu, kenapa kamu mengikuti ucapan saya?" Bentak Rian, tapi tak membuat Akira kikuk. "Lagian bapak melamun, makanya saya tanyakan. Pas saya melamun juga kan bapak tanya begitu? Siapa tau saja kita sama pak, hehe. Jangan suka melamun loh pak, nanti bapak kesambet penghuni ruangan ini" Ucap Akira, yang membuat Rian bergidik ngeri. "Jangan sembarangan ngomong kamu, jangan mencoba menakut-nakuti saya, kamu fikir saya takut? Lagian kamu juga melamun sebelumnya, apa kamu tidak takut kesambet? Jangan memikirkan orang lain, fikirkan dulu diri kamu sendiri baru mulai memikirkan orang lain" ucap Rian, namun masih tetap bergidik ngeri. "Haha" tawa Akira pecah memenuhi ruangan, lagi-lagi Rian terkejut di buatnya. Rian menatap Akira aneh, bingung dengan tingkah Akira. 'Apa jangan-jangan dia gila? Dia berani melawanku, berani mengataiku bahkan menakut-nakutiku. Ada apa sebenarnya dengan wanita ini?' batin Rian. "Bapak..bapak.. Tidak mungkin saya kesambet pak, siapa juga yang mau mengganggu saya? Saya ini jelek, jadi setanpun gak mau dekat-dekat sama saya. Bapak aja yang mau dekat-dekat sama saya" ucap Akira, membuat Rian membulatkan mata. "Siapa juga yang mau dekat-dekat sama kamu? Kamu jangan ke-geeran ya, saya memanggil kamu karena ada yang mau saya tanyakan, bukan karena ingin dekat-dekat sama kamu" jawab Rian kesal. "Hehe, siapa tau aja pak." Akira menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jangan menggaruk kepalamu di sini, nanti kutu-kutu dan ketombe yang ada di kepalamu itu jatuh dan mengotori ruangan saya" ucap Rian yang melihat Akira menggaruk kepalanya, padahal Akira hanya kehabisan akal saja. "Yee, siapa juga yang punya kutu sama ketobe pak, kepala saya ini bersih plus wangi. Jangan-jangan bapak lagi yang punya ketombe, atau mungkin kutu, haha" Akira kembali tertawa setelah membuat Rian kehabisan kata-kata. "Oh iya pak, sebenarnya kita bahas apa sih pak? Kenapa jadi gak nyambung begini ya pak? Dari pacar, kesambet setan, trus kutu sama ketombe. Kenapa jadi lari topik begini ya pak?" Tanya Akira. "Itu semua karena kamu, sepertinya otak kamu perlu di periksa" jawab Rian semakin kesal. "Iya pak, sepertinya, hehe. Oh iya pak, tadi kita bahas apa pak? Kembali lagi ke topik, supaya pembahasan kita selesai. Saya juga mau kerja pak, takut di marahi sama ibu manager yang cantik jelita" ucap Akira yang membuat Rian tepuk jidat. Rian menghela nafas lalu membuangnya kasar, memperbaiki posisi duduknya lalu menatap Akira tajam. "Maksud kamu apa mengatakan kepada saya kalau hati kamu jatuh?" tanya Rian. "Astaga pak, masih aja bahas itu. Memangnya kenapa sih pak, penting ya pak buat bapak kalau hati saya jatuh?" jawab Akira yang membuat Rian lagi-lagi tepuk jidat. "Kan kamu yang tanya, makanya saya jawab. Kamu ini benar-benar ya, membuat saya segera on the way rumah sakit jiwa" Rian bersandar di kursinya. "Jangan pak, nanti kami gak punya bos lagi, ganti bos lagi. Masa bos kami gonta-ganti terus? Ini aja belum kenal. Lagian saya menanyakan ke bapak karena saya belum menjawab" ucap Akira. "Terserah kamu, saya pusing menghadapi kamu. Capek bicara dengan orang yang tidak nyambung seperti kamu." jawab Rian menyerah. "Hehe, iya pak. Hati saya jatuh saat melihat bapak, sepertinya saya jatuh cinta" Akira terkekeh. Jleb.. Seketika jantung Rian seperti berhenti berdetak, pipinya memerah bak kepiting rebus. Bahkan kali ini Rian tak mampu menatap Akira, kata-kata Akira mampu membuat Rian tak bisa berkutik dan tertunduk. "Ehm, a-apapun itu terserah, saya tidak peduli lagi. Sekarang kamu pergi, saya mau kembali bekerja." ucap Rian terbata. "Baik pak" jawab Akira lalu pergi meninggalkan Rian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN