Akira keluar dari ruangan Rian, menatap pintu yang sudah tertutup, lalu seketika tertawa.
"Haha, rasain kamu bos kepo. Siapa suruh kamu kepo? Lagian bilangin aku mikirin pacar, sok tau aja apa yang aku fikirkan. Dasar bos kepi, gila, sedeng, semualah, haha" Ucap Akira lalu pergi menemui teman-temannya.
"Ra, apa besok aku tidak akan melihatmu lagi?" Tanya Kevin.
"Kenapa kau tidak melihatku? Apa besok kau akan resign? Atau mungkin besok kau akan mati?" Tebak Akira asal.
"Kau memang kalau bicara sanga pedas ya Ra, untung kami sudah tau bagaimana sifat kamu. Kalau tidak, bisa-bisa kami baper alias bawa perasaan dan berdebat denganmu" Ucap Kevin. "Maksudku kau akan di pecat" lanjut Kevin.
"Mbahmu yang di pecat, beraninya kau mengatakan aku di pecat. Siapa yang berani memecat aku dari sini? Ibu Dewi si cantik jelita saja sangat menyayangiku, iya kan bu" ucap Akira yang membuat Dewi hanya tersenyum.
Sementara di ruangannya, Rian masih memikirkan apa yang di ucapkna Akira. Jantungnya masih saja berdetak tak karuan, kata-kata Akira mampu membuatnya gundah gulana.
'"Apa yang dia katakan? apa dia menyukaiku? Apakah dia baru saja menyatakan cinta padaku? Aih, sungguh wanita yang aneh" ucap Rian. Tiba-tiba Rian teringat dengan ucapan Akira yang lain, yang membuatnya kembali bergidik.
"Apa mungkin ruangan ini ada penunggunya? Kenapa dia menakutiku? Dasar karyawan sialan, lalu bagaimana aku akan bekerja? Bagaimana kalau makhluk itu menunjukkan wujudnya? Oh sungguh menyeramkan, aku tak bisa membayangkan kalau sampai hal itu terjadi" ucap Rian lalu berlari keluar dari ruanganya.
Rian berjalan menuju tempat di mana Akira berada, mengamati Akira yang sedang mengobrol dengan teman-temannya dari jauh.
"Kau sangat percaya diri, bagaimana kalau bos baru itu memecatmu?" Tanya Kevin, lagi-lagi Rian mendengar kalau dialah yang sedang di bicarakan.
"Tidak akan" jawab Akira. Rian menyilangkan tangannya di d**a, masih mendengar pembicaraan Akira dan Kevin dari kejauhan.
"Kenapa? Memangnya bos memanggil untuk apa? Bukankah untuk memecatmu?" ucap Kevin.
"Hei, tidak mungkin bos tampan itu memecatku, dia tidak akan berani dan tidak akan sanggup melakukan itu" jawab Akira sambil tertawa, masih dengan kepercayaan diri yang tinggi.
Ria terbelalak dengan ucapan Akira, lagi-lagi tak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut Akira.
'Terbuat dari apa wanita ini? Apa yang dia katakan barusan? Aku tak berani memecatnya? Dan, aku tidak akan sanggup memecatnya? Apa-apaan ini? Dia terlalu percaya diri' batin Rian.
'Tunggu, dia mengatakan apa tadi? Bos tampan? Benarkah dia mengatakan aku tampan? Haha, ternyata wanita gila ini masih bisa membedakan mana pria tampan dan bukan.' lagi-lagi Rian membatin.
Rian berjalan mendekati Akira, menatap Akira tajam bak singa yang akan menerkam mangsanya. Akira menelan salivanya, tak percaya kalau Rian ada disana.
'Apa bos kepo ini mendengar apa yang aku katakan? Mati aku, bisa-bisa dia benar-benar memecatku' batin Akira.
"Kamu, ikut saya ke ruangan saya" ucap Rian.
"Lagi pak? Kan tadi udah, masa lanjut lagi pak? Kata bapak tadi bapak capek, pusing." kata Akira ngeles, membuat rekan kerjanya menatapnya bingung.
"Apaan itu tadi Ra? Lagi? Capek? Pusing? Memangnya ngapai Ra?" Tanya Kevin penasaran.
"Jangan banyak protes, sekarang ikut saya" ucap Rian lalu pergi meninggalkan Akira dan karyawan lainnya.
"Tamat riwayatmu Ra, sepertinya pak Rian mendengar ucapanmu. Kau tau kan kalau bos mendengar hal itu? Pasti pak Rian merasa tertantang, dan di rendahkan. Berdoalah untuk kali ini" kata Kevin sambil terkekeh, bukannya menjawab, Akira malah menoyor kepala Kevin lalu pergi mengikuti Rian.
Di ruangannya, Rian mulai bekerja dan tidak menghiraukan Akira. Sementara Akira, hanya duduk di depan Rian dengan beribu pertanyaan di kepalanya. Sepuluh menit kemudian, Akira merasa tak dianggap dan mencoba bertanya kepada Rian.
"Pak, saya ke sini mau ngapain pak?" tanya Akira.
"Duduk dan diam, itu saja yang perlu kamu lakukan." jawab Rian.
"Tapi saya harus kerja pak, nanti saya tidak di gaji kalau tidak bekerja" ucap Akira.
"Saya yang menggaji kamu, jadi sebaiknya kamu diam. Kamu duduk disini menemani saya, sampai saya selesai bekerja" ucap Rian.
"Tapi saya tetap di gaji kan pak?" tanya Akira.
"Iya, jadi sebaiknya kamu diam. Kalau kamu berbicara terus, kapan saya bisa bekerja?" Ucap Rian menaikkan nada suaranya.
"Ah bapak, jangan marah begitu, nanti ketampanannya hilang. Tapi meskipun sedang marah, bapak tetap tampan kok" ucap Akira, yang membuat pipi Rian memerah bak kepiting rebus. "Oh iya pak, ngapain saya di sini? Apa jangan-jangan bapak takut ya karena saya bilang kesambet penghuni ruangan ini?" Tebak Akira, sontak Rian gelagapan tak tau harus menjawab apa.
"Saya sudah bilang, kamu diam Akira Anastasya. Kalau kamu bicara terus, saya tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan pekerjaan saya." ucap Rian menghindari pertanyaan Akira.
"Wah, bapak tau nama saya dari mana?" tanya Akira bingung.
"Mata saya masih bisa melihat dan saya masih bisa membaca" ucap Rian sambil mengarahkan pandangannya ke name tag Akira. Akira mengikuti arah pandang Rian, membuatnya syok seketika.
"Bapak tidak sedang memperhatikan yang lain kan?" tanya Akira.
"Kamu fikir saya pria m***m? Sekarang kamu diam, saya tidak ingin menjawab pertanyaan kamu lagi" Ucap Rian, lalu kembali memeriksa file-file di depannya.
"Apa saya bisa pindah ke sofa itu pak?" Tanya Akira.
"Ya, terserah kamu" jawab Rian.
"Katanya tak ingin menjawab pertanyaan saya, tapi masih di jawab, hehe" ucap Akira sambil terkekeh lalu pergi ke sofa yang ada di ruangan Rian. Rian yang mendengar itu mengeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, wanita yang ada di hadapannya ini ternyata sangat menjengkelkan.
"Pak, apa aku bisa rebahan? Pinggangku sakit kalau terus menerus duduk tanpa ada aktivitas" tanya Akira lagi.
"Terserah apa yang ingin kau lakukan Akira, yang jelas jangan keluar dari ruangan ini sebelum aku memerintahkanmu untuk keluar. Dan tolong, jangan bicara lagi." ucap Rei, nada bicaranya mulai meninggi.
"Baik pak" ucap Akira lalu berbaring di sofa.
Akira sudah kehabisan akan untuk membuat Rian kesal, dengan maksud supaya Rian menyuruhnya keluar. Namun, semua cara yang dia lakukan bahkan kata-kata yang dia lontarkan, tidak mampu membuat Rian mengusirnya dari sana meskipun Rian sangat jengkel.
Akira mencoba untuk tidur, siapa tau Rian akan jengkel dan mengusirnya dari sana. Akira tidak ingin berlama-lama disana tanpa adanya aktivitas, karena itu sangat membosankan.
'Aku yakin, kalau aku tidur di sini, bos kepo ini pasti akan kesal. Bos mana yang tidak kesal melihat karyawannya tidur namun di gaji? Kecuali bosnya itu bodoh, mungkin tidak akan peduli hal itu' batin Akira, lalu ia berpura-pura untu tidur.
Belum satu jam Akira rebahan, Rian menatapnya dengan tatapan panik. Rian melihat sekeliling ruangan, memastikan tidak ada sosok-sosok yang menakutkan.
"Akira, apa kau tertidur?" tanya Rian.
"Tidak pak, aku hanya memejamkan mataku. Kalau aku melihat bapak, bisa-bisa aku mengoceh terus dan mengganggu pekerjaan bapak. Jadi lebih baik bapak bekerja saja, jangan menggangguku" ucap Akira masih dengan mata tertutup.
"Siapa yang mengganggumu?" protes Rian.
"Nah kan, bapak yang mulai. Jangan salahkan saya kalau kerjaan bapak terbengkalai" ucap Akira sambil menatap Rian, lalu duduk di sofa.
"Yasudah kamu kembali rebahan, saya tidak akan mengganggumu" Rian kembali memeriksa filenya, dan Akira kembali rebahan di sofa. "Saya hanya ingin memastikan kalau kau tidak kesambet" lanjut Rian.
"Tidak akan" jawab Akira santai, masih dengan posisi mata tertutup.
'Benarkan dia takut, dasar penakut, huh' batin Akira.
'Apa yang dia katakan? Kenapa dia bisa begitu santai? Sebenarnya ada apa dengan dia?' batin Rian.