1
Sepasang angsa yang melayang menyatu di bawah lembutnya cahaya malam, dibalik tirai sepasang kekasih sedang menyatu mengikuti irama nafas yang sahut menyahut satu sama lain.
"Aku malu Paman, kau menatapnya terlalu lama!" ujar Angela dengan suara pelan nyaris tak terdengar.
"Saat melepasnya tadi kenapa kau tak malu?" tanya Alvin.
Ia tersenyum kecil saat berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini.
Alvin menatap Angela dengan penuh kelembutan sembari menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. Rona merah tercetak jelas di pipi putih lembut Angela.
Hal itu sukses membuat Angela bergerak dengan tak nyaman dan gelisah.
"Paman! Rasanya kenapa begitu aneh?" tanya Angela perlahan dengan iringan melodi rindu yang semakin membakar api yang tadinya kecil di hati Alvin.
Alvin menegakkan kembali tubuhnya agar bisa melihat wajah cantik Angela yang semakin cantik seperti gunung indah yang siap dinaiki.
Dua puncak Angela nampaknya sudah lama ingin dijelajahi agar bisa menemukan jalan-jalan tersembunyi yang indah mencapai puncak.
"Kau sayang pada Pamankan? Kau tidak ingin Paman menikah dengan orang lain maka kebutuhan Paman ini harus menjadi tanggung jawabmu." Alvin tersenyum devil memandang gadis muda di depannya.
Angela balas menatap Alvin dengan tatapan penuh keraguan, matanya bergerak kiri dan kanan dengan gelisah.
"Tapi paman harus janji ... Paman enggak bakalan ninggalin aku sama seperti papa dan mamaku," ujar Angela pasrah, wajahnya kembali sedih dan terluka.
"Hmmm, jika Paman senang maka Paman tidak akan mencari orang lain dan meninggalkan dirimu." Alvin bersiap di posisinya.
Ia bersiap mengambil ancang-ancang untuk memulai babak pertama pertandingan mereka.
Ia ingin tau siapakah yang kalah diputaran pertama ini, dia ataukah Angela.
Yang penting sekarang ia harus mulai memacu agar bisa melihat siapa yang akan menjadi pemenangnya.
Angela menutup mata dengan cepat, ia teringat kejadian satu jam lewat 45 menit yang lalu, di mana pamannya sedang asik berduaan dengan seorang wanita yang merupakan kenalannya.
Mereka melakukannya diruangan kantor Alvin tanpa mengunci pintu sama sekali.
"Aaaaa," teriak Angela dengan keras.
Kegiatan paman dan sekretarisnya terganggu oleh teriakan Angela yang terkejut dengan begitu buasnya si sekretaris merayu dan menggoda pamannya.
Wanita cantik itu sudah tak lagi memakai apapun untuk menutupi kulit putihnya, sedangkan pamannya belum melepas sehelai pun pakaian di tubuhnya.
"Keponakanmu menganggu saja,Tuan!" ujar si sekretaris dengan nakal sembari terus menggoda Alvin berharap bisa membuatnya bermain.
"Jadi ini alasan Paman tidak mau pulang ke rumah ya? Aku benci Paman!" teriak Angela langsung berlari meninggalkan Alvin dan pasangan kencannya.
Alvin akhirnya berdiri dan mengejar Angela yang telah berlari sejauh mungkin. Sebelum pergi, Alvin masih sempat menatap tajam si sekretaris yang begitu bahagia dan bangga.
Alvin berlari keluar kantor dan mencoba mencari keberadaan Angela tapi sedikitpun ia tak melihat batang hidung Angela.
Alvin masuk ke mobilnya dan mengejar Angela yang mengendarai mobilnya menuju ke rumah dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Paman meninggalkan aku sama seperti papa dan mama, Paman enggak peduli lagi sama aku. Apa karena aku sudah mandiri dan tak lagi manja hingga Paman tidak mau mengurusku lagi?" ujarnya diiringi isakkan.
Lama diperjalanan Angela akhirnya sampai di rumah. Ia mengunci pintu dan menghempaskan tubuhnya ke kasur king size miliknya, Angela menutup wajahnya dengan bantal berharap hal itu dapat meredam isakkannya yang terdengar keras.
Ia bahkan tak sadar bahwa pakaiannya naik ke atas hingga memperlihatkan paha putih mulusnya yang cantik.
Angela terus menangis melepaskan sakit hatinya, "Dia bilang sibuk ke luar negeri tapi ternyata dia malah sibuk berpacu kuda dengan sekretarisnya itu," sunggutnya tak terima.
Angela terus mengoceh tanpa henti tapi itu juga tak berhasil menghentikan air matanya untuk mengalir.
"Sayang," panggil Alvin dari luar pintu, tapi Angela tak menjawab ia sibuk menutup telinganya dan menutup wajahnya dengan bantal.
Klik
Pintu terbuka dari luar, di tangannya Alvin memegang kunci cadangan sembari menutup pintu dan menguncinya kembali.
Alvin takut Angela akan lari lagi sebum ia selesai berbicara. Alvin pun tersenyum kecil melihat tingkah Angela yang sedang marah.
"Sayang, Paman memang sibuk! Paman tidak bermaksud meninggalkan dirimu lama-lama. Paman memang sayang padamu," ujarnya sembari mendekat.
Ketika Alvin hampir sampai didekat Angela matanya tertuju pada paha putih Angela yang terbuka, apalagi ia melihat celana berenda berwarna putih milik Angela.
Nafas Alvin menjadi kasar dengan tatapan yang dipenuhi gairah tapi sekuat tenaga Alvin mencoba menahan nafsunya.
"Ya, Paman memang sibuk pacu kuda dengan sekretaris Paman! Katakan saja kalau Paman tidak mau mengurusku lagi, Aku akan pergi dari sini sekarang." Angela semakin marah ia melepas bantal yang tadi menutupi wajahnya dan berdiri.
"Hei bukan seperti itu, Paman masih sanggup menjaga dan merawatmu. Tadi itu sekretaris Paman yang memulai." Alvin mencoba memberi tahu Angela.
Tapi dasar gadis keras kepala, sedikitpun Angela tidak peduli pada ucapan Alvin, ia sibuk memilih pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper yang sebelumnya terletak di samping lemari.
Kesal dengan tingkah keras kepala Angela, Alvin menarik Angela untuk berdiri karena terlalu kuat Angela terlempar ke tempat tidur bersama dirinya karena tempat tidur dan lemari Angela tidak jauh.
Mata Angela melotot tak kala bibirnya bertaut dengan bibir sang Paman. Alvin menatap Angela, rasa manis dan lezat yang tak sengaja didapatnya membuat Alvin semakin memperdalam ciuman itu.
Apalagi dia yang tadi sempat pesta minuman dengan teman-temannya di kantor juga mulai kehilangan rasionalitas.
"Paman ingin membunuhku?" tanya Angela dengan wajah merona saat ciuman itu terlepas.
"Manis dan lezat," bisik Alvin dengan suara lembut, matanya menatap tajam pada bibir bengkak Angela yang begitu menawan.
"Aku mau mandi! Paman keluar sana!" usir Angela sembari berusaha menutupi wajahnya, ia bahkan hendak berdiri tapi ditahan oleh Alvin.
"Paman ingin mengatakan sesuatu padamu Angela! Paman akan menikah sebentar lagi, umur paman sudah cukup untuk memiliki istri!"
"Apa?" tanya Angela tak percaya matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya.
"Ya, paman punya kebutuhan biologis yang harus dipuaska. Dengan menikah paman bisa sekaligus melanjutkan keturunan keluarga," ujarnya santai sembari melirik perubahan di wajah Angela.
"Dengan dirimu paman hanya bisa mencium dan memegangnya tanpa bisa melakukan hal lebih," ujarnya santai sembari mengedikkan bahu.
"Paman akan meninggalkanku?" tanya Angela dengan air mata berurai. "Apa yang bisa kulakukan agar paman tidak menikah? Jika Paman menikah maka Paman tidak akan peduli padaku," lirik Angela pada Alvin penuh harap.
Alvin tersenyum dia kembali mendorong Angela untuk tidur di bawah kukunggannya. "Paman bisa tidak pergi meninggalkan dirimu, asal kau mau memenuhi kebutuhan Paman yang itu!" serunya dengan bisikan pelan di telinga Angela.
"Tapi, bukankah selama ini Paman sudah puas dengan jemariku saja?" tanya Angela dengan raut wajah bingung.
"Apakah menurutmu dengan hanya melihat dan memegang saja Paman bisa puas?" Alvin menjawab pertanyaan Angela dengan santai, tangannya membelai wajah Angela pelan.
"Apakah Paman akan menepati janji?" tanyanya dengan ragu.
Alvin mengangguk dengan cepat ia kembali mencium bibir Angela, membuat bibir merah muda itu semakin membengkak.
Mereka kehilangan jati diri dengan terus mencari dimana surga dunia itu berada.
Mereka terbuai akan mimpi yang membawa mereka mencapai jalan menuju surga dunia itu
"Kau hanya mau bermain ini dengan tanganmu saja, mana ada kata nikmat seperti itu," tukas Alvin cepat sembari menatap Angela yang merona malu.
"Aku takut paman, aku juga malu. Kata teman-temanku saat pertama itu sakit," ujar Angela dengan suara pelan.