“Lang? Lo denger suara gue? Lo nggak pernah bales spam chat gue, gue pikir lo nggak ada rasa sama gue. Apalagi pas Nanda dateng lo langsung nerima dia di sisi lo sedangkan gue nggak. Gue boleh berharap nggak sih kalau lo mulai suka sama gue?”
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi Nanda masih terduduk di ranjang nya saat teringat bagaimana suara berharap Vira saat dia mengangkat telepon Gilang. Dia tidak tau jika ‘besar kepala’ yang di maksud Gilang adalah muncul nya rasa berharap di diri Vira. Tangan Nanda masih memegang ponsel nya, menunjukkan history chat nya dengan Gilang yang berakhir jam sepuluh malam tadi dengan alasan Nanda yang ingin tidur lebih awal. Ponsel nya bergetar saat Nanda melamun, Gilang melakukan panggilan suara. Nanda berdeham pelan, mengetes suara nya sebelum mengangkat panggilan Gilang.
“Kita chat aja.” Gilang memutuskan panggilan nya sepihak. Nanda segera membuka notifikasi pesan nya setelah ponsel nya bergetar sekali.
Gilang M.
Vira bilang apa tadi?
Gilang M.
Nan?
Gilang M.
Gue tau lo baca chat gue
Gilang M.
Lo abai-in gue?
Nanda segera mengangkat panggilan Gilang setelah ponsel nya berdering sekali. Dia menunduk, memainkan kuku ibu jari nya.
“Vira bilang apa tadi?”
“Nggak ada.”
“Terus kenapa buru buru minta pulang tadi?”
“Gue capek.”
“Ini udah jam 1 malam, lo tadi bilang mau tidur.”
“Gue tidur tadi.”
“Lo mulai bohong ke gue ya?”
“….” Nanda diam, dia berbaring menyamping sambil mengigit kecil kuku jari nya.
“Mungkin lo capek nya sama gue.”
“Bukan gitu….” Nanda mencicit pelan.
“Gimana?”
“Vira bilang suka sama lo.”
“Lo tau gue nggak suka sama dia.”
“Lo satu tempat kerja sama dia.”
“Dia baru magang btw.”
“Tapi kan tetep aja lo lebih banyak ketemu dia daripada gue.”
“Lo… cemburu?”
“Enggak.”
“Ya udah.”
“Ish….” Nanda mendengar Gilang tertawa di sana.
“Lo tau gue suka nya sama siapa.”
“Nggak tau….”
“Perlu gitu gue perjelas?”
“Enggak.” Nanda tersenyum, mata nya melihat sekilas pada jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
“Mau tidur?”
“Hmm.”
“Gue tutup kalau gitu.”
“He em.”
***
Beberapa bulan berlalu sejak pertengkaran kecil mereka karena ada nya kesalah pahaman, tinggal seminggu menjelang kelulusan nya. Bunda yang memang sudah menyiapkan bahan kebaya kini sibuk memilih gaya seperti apa yang akan cocok di tubuh Nanda nanti nya. Ayah nya yang sedang bekerja di luar kota sudah berjanji akan pulang mendekati hari kelulusan nya. Erik yang masih sibuk dengan kuliah nya membuat nya semakin jarang berada di rumah.
“Nanda, Gilang nya udah di ruang tamu, cepet turun ya….” Suara bunda yang berteriak dari dapur masih bisa di dengar Nanda yang berada di kamar lantai atas. Cepat Nanda memasukkan ponsel di saku baju nya lalu membuka pintu kamar, berjalan cepat menuruni tangga lalu berlari menuju dapur menghampiri bunda nya, mencium tangan dan pipi nya sekilas lalu pamit menuju Gilang yang sudah berdiri tersenyum pada nya. Keluar dari rumah, Gilang membuka kan pintu mobil untuk Nanda lalu berjalan cepat membuka pintu kemudi untuk nya.
“Gue pakai baju apa nanti?” Gilang masih fokus menyetir, melaju dengan kecepatan sedang membiarkan kendaraan lain mendahului nya.
“Apa nya?” Nanda balik bertanya, tangan nya mengutak atik rubik yang tadi nya terpajang di mobil Gilang.
“Wisuda lo.”
“Mau datang?”
“Gak boleh?”
“Boleh sih, pakai apa aja, lo pakai baju kasual juga udah cakep kok.”
Gilang tersenyum simpul. “Lo udah berani muji gue ini?”
“Gue kan selalu muji orang.” Nanda mengangguk, menaruh rubik yang hanya bisa menyelaraskan satu warna saja di atas dasbor, menoleh ke samping menatap Gilang. “Emang cakep kok.”
Gilang tertawa canggung, dia menatap Nanda sekilas lalu kembali fokus pada jalanan, menyetir dengan kikuk.
“Se-suka itu lo sama gue?” Gilang membuang nafas nya terperangah mendengar gumaman Nanda. Dia membuka kaca mobil nya, menghirup udara rakus saat dia masih bisa merasakan Nanda yang menatap nya, bisa dia bayangkan bagaimana senyuman Nanda saat bisa membuat dia menjadi orang sekikuk ini.
“Lo benar benar nggak tau malu ya?”
“Iya, lo suka gue.” Gilang menoleh, mendapati Nanda yang masih menatap diri nya dengan cengiran nya.
“Gue jadi mikir kenapa gue bisa suka sama lo.”
“Karena gue cantik.”
“Gue suka sama orang nggak cuman gegara fisik loh.”
“Gue juga baik.”
“Baik nggak cukup buat gue.” Gilang melirik spion mobil nya saat mau memparkirkan mobil nya.
“Gue cantik.”
Gilang tertawa, dia menatap jenaka ke arah Nanda. “Lo udah bilang itu dua kali.”
“Gue cantik!” Nanda berujar lagi, membuka pintu mobil lalu berlari memasuki gedung terlebih dahulu.
***
Nanda berdiri di depan rak buku, mengambil satu novel yang menarik hati nya lalu membaca sekilas. Mengembalikan nya ke tempat semula lalu berjalan pelan menelusuri rak, tangan nya memilah novel ringan lalu menarik salah satu buku. Membaca nya sekilas lalu menumpuk nya di buku yang sedari tadi dia bawa di tangan kiri nya. Sementara Gilang hanya menatap nya dari kejauhan, bersandar pada meja dengan tangan yang terlipat di d**a, tidak tertarik pada buku kedokteran yang sudah dia temukan sedari tadi.
Menatap Nanda memang hal yang selalu dia sukai, apalagi saat mata nya menatap ekspresi meringis di wajah Nanda, sudah tau jika Nanda pasti menemukan novel gore. Gilang berjalan mendekat, mengambil alih buku di tangan kiri Nanda lalu kembali menuju meja tempat bersandar nya tadi saat melihat dia sedikit kesusahan membawa nya.
Saat di rasa sudah cukup, Nanda mendekati Gilang. Duduk di kursi di ikuti Gilang di samping nya. Tetap tidak tertarik, Gilang mengabaikan buku nya, kembali memilih menatap Nanda yang mulai membuka halaman pertama novel nya.
Nanda menoleh, Gilang hanya tersenyum. Nanda menoleh kembali, Gilang hanya tersenyum lagi. Sudah merasa jengah, Nanda membuka buku lain nya secara acak lalu menempelkan nya pelan di wajah Gilang. Dia hanya tertawa pelan, membuka buku pilihan nya tadi lalu mulai membaca, memfokuskan pikiran nya di sana, tidak mengetahui jika Nanda yang malah mulai memandang nya.
Nanda membuka cepat buku nya, menandai beberapa bagian dengan lipatan kecil di sisi buku nya, membaca cepat memilih kata yang dia rasa pas. Saat sudah cukup, Nanda menggeser buku nya di hadapan Gilang. Menunjuk satu suku kata di lipatan halaman pertama di buku nya.
Kak,
Gilang menurut, ikut membaca apa yang di tunjuk nya. Nanda membalik halaman nya, mencari kata yang sudah dia temukan tadi lalu menunjukkan nya pada Gilang, menutupi bagian kata yang tidak perlu dengan tangan nya.
Cakep deh
Gilang menatap Nanda bingung, tidak bertanya dan membiarkan Nanda melanjutkan apa yang sudah di lakukan nya tadi.
Love you
Gilang terdiam, tidak segera memalingkan wajah nya yang memerah tersipu malu. Gilang melirik Nanda yang tersenyum tertahan menatap nya dengan mata nya berkedip lucu. Reflek Gilang menarik nafas, menutupi wajah nya dengan satu tangan lalu memalingkan wajah nya ke samping. Karena ini, dia selalu suka saat Nanda meminta kencan di perpustakaan.
***