“Sudah saya cek kontrak kerja sama kita, menurut saya ini sesuatu yang baru dan unik. Kita bisa bekerjasama dengan pemerintah untuk semakin memperluas pasar kita.” Ujar Tuan Darleen
Hari ini tuan Darleen mengadakan rapat penting dengan sebuah perasaan besar yang bergerak di bidang sama dengannya yaitu bidang minyak dan gas. Perusahaan tuan Darleen atau papanya Tylisia ini merupakan perusahaan minyak terbesar di Indonesia, jangkauan pasar perusahaan ini bukan hanya secara global tapi sudah internasional. Bahkan perusahaan ini sedang membangun berbagai cabangnya di beberapa negara. Perusahaan yang telah memiliki pendapatan lebih dari 10 triliun per tahun. Pencapaian yang luar biasa untuk sebuah perusahaan. Inilah yang membuat tuan Darleen menempati peringkat kedua orang terkaya di Indonesia, tak heran hidupnya, dan istri serta putrinya Tylisia tidak pernah kekurangan.
“Kontrak kerja sama ini bernilai 2 triliun jangan sampai ada satu pun kesalahan, karena bisa berakibat fatal” perintah Tuan Darleen kepada seluruh pegawai yang ada di projek ini.
“Baik Pak” Para pegawai sangat tahu bahwa tuan Darleen tidak mentolerir satupun kesalahan yang dilakukan oleh pegawainya, karena semua tahu tuan Darleen adalah orang yang sangat perfeksionis dan disiplin, karena karakternya inilah tuan Darleen bisa mencapai titik ini dengan penuh keringat dan kerja keras.
“Sekali lagi saya ingatkan untuk menjaga moto perusahaan ini” hampir di setiap awal kontrak kerja sama di sepakati tuan Darleen tidak pernah lupa untuk selalu menyuruh para pegawainya untuk menjujung moto perusahaan yang berbunyi Rahasia perusahaan adalah aib diri sendiri, jika ada yang menyebarkan rahasia perusahaan berarti sama dengan mengungkapkan aib sendiri.
Maka dari itu tidak ada satupun karyawan yang berani mengungkapkan apa yang terjadi di dalam ruangan ini, baik itu hal baik ataupun buruk cukuplah hanya mereka yang tahu karena sama saja menempatkan perusahaan ke dalam bahaya.
***
Perusahaan tuan Darleen ini sangat memperhatikan karyawan mereka, di sediakan kantin khusus untuk pegawai secara gratis, pegawai bebas mengambil apa saja, kemudian di tambah ruang kerja yang nyaman dan tentu saja gaji yang besar.
“Hari ini meeting kita dengan perusahan X-Oil sukses besar” salah satu pegawai yang sedang makan di kantin mengobrol dengan temannya yang lain
“Sukses besar bro” temennya itu tak kalah senang, bagaimana tidak perusahaannya tempatnya bekerja bisa bekerja sama dengan perusahaan sebesar X-Oil yang terkenal pemilih dalam memilih perusahaan yang ingin dijadikan client.
“Ayo balik ke ruangan” pegawai itu mengajak temannya untuk balik ke ruangan mereka berdua.
***
Sesampai di ruangan pegawai itu kembali ke meja mereka masing-masing, tapi ada sebuah hal yang mengherankan bagi salah satu pegawai itu.
“Perasaan tadi komputer gue mati” batin pegawai yang bernama Andi itu.
“Bro, tadi gue matiin komputer nggak?” tanyanya kepada temannya
“Mana gue tau bro, emangnya kenapa”
“Ah nggak tadi perasaan gue udah matiin komputer tapi pas gue balik komputernya masih dalam kehidupan menyala”
“Oh kirain apaan, perasaan lu aja kali kan perasaan nggak selalu benar” temannya ini malah membuat sebuah candaan yang membuat Andi tidak memikirkan hal aneh itu. Mungkin benar kata temannya mungkin dia lupa atau perasaannya lah yang salah.
Kemudian keduanya kembali melanjutkan pekerjaan mereka, yang ternyata berada di divisi tax control atau bagian yang mengurus berbagai jenis pajak perusahaan.
***
Setelah tiga hari ibu Erlanda di rawat di rumah sakit keadaannya bukan semakin membaik, inilah yang membuat Erlanda harus izin tidak masuk ke sekolah, karena tidak ada siapa pun yang menjaga ibunya, hanya dirinya seorang.
“Er,, ibu udah nggak apa-apa, kamu sekolah aja” sejak pagi ibunya telah berulang kali menyuruhnya untuk berangkat sekolah, tapi ia tetap kukuh pada pendiriannya.
“Ibu, Erlanda mau disini jagain ibu” Erlanda tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian.
Tok…Tok…
Suara pintu di ketuk dari luar, seorang perawat muncul dari balik pintu.
“Permisi, mas Erlanda”
“Iya Sus, ada apa?” Tanya Erlanda balik
“Mas, dipanggil ke ruangan dokter”
“Baik Sus, sebentar”
Perawat itu menutup kembali pintu kamar ibunya, pasti dokter ingin mengatakan keadaan ibunya, semoga ibunya baik-baik saja.
“Ibu Erlanda ke ruangan dokter dulu ya” pamitnya kepada ibunya yang hanya berbaring di tempat tidur dengan wajah pucat.
Ibunya mengangguk “Hati-hati Er”
Setelah pamit kepada ibunya, Erlanda berjalan menuju ke ruangan dokter yang tidak jauh dari ruangan ibunya.
Sesampainya di depan ruangan dokter, Erlanda mengetuk pintu ruangan dokter di depannya
Tok.. Tok…
“Masuk” sebuah suara terdengar dari dalam yang mempersilahkannya masuk
Dapat Erlanda lihat seorang dokter yang amat ia kenal, dokter yang telah merawat ibunya setiap ibunya di rawat ataupun pada saat kontrol. Dokter Fandy namanya, dokter yang masih sangat muda untuk kategori dokter spesialis, mungkin kira-kira masih berumur 30 tahunan.
“Selamat pagi Dok” sapa Erlanda
Melihat Erlanda lah yang masuk, membuat dokter Fandy tersenyum melihatnya dan langsung mempersilahkan Erlanda duduk “Erlanda, silahkan duduk”.
Sebenarnya dokter Fandy juga sangat mengenal Erlanda, bahkan ia kagum kepada sosok Erlanda, seorang anak yang sangat berbakti kepada ibunya, yang tetap menyanyangi dan peduli pada ibunya walaupun ibunya sedang sakit keras, tak sedikitpun Erlanda meninggalkan ibunya sendiri.
“Erlanda, izin sekolah sudah berapa hari?” tanya dokter sebelum mereka masuk ke pembicaraan yang serius, dokter Fandy mencoba mencairkan suasana agar tidak tegang,
“Sudah tiga hari Dok”
“Sekolah lancar?” tanya dokter Fandy lagi
“Alhamdulillah, lancar Dok” Erlanda tersenyum
Dokter Fandy tersenyum senang, kemudian ia berdehem untuk memulai pembicaraan mengenai ibu Erlanda.
“Er” panggil dokter Fandy
“Iya Dok”
“Sebenarnya saya tahu hal yang akan saya katakan ini akan membuat mu sedih, tapi saya sebagai seorang dokter harus mengatakan yang sebenarnya kepada pasien.” Dokter Fandy berbicara hati-hati
Erlanda mengangguk, ia menyiapkan mentalnya untuk mendengar apa yang akan dikatakan dokter Fandy selanjutnya.
“Ibu kamu harus segera melakukan operasi transplantasi hati Er” bagai disambar petir perkataan dokter Fandy mampu membuat tubuhnya membeku walaupun ia telah menyiapkan mentalnya untuk mendengar hal hal seperti itu, yang suatu saat akan ia dengar cepat atau lambat. Tapi pada saat waktunya tiba, ia tetap tak mampu menerima keadaan itu.
Dokter Fandy bisa melihat Erlanda duduk mematung, ia tahu ini bukanlah sebuah keadaan yang bisa dihadapi oleh anak seperti Erlanda yang masih berumur 17 tahun.
“Apa tidak ada cara lain dok?” tanya Erlanda, sebenarnya ia sudah tahu jawaban apa yang akan di keluarkan oleh Dokter Fandy. Tapi ia tetap ingin bertanya jikalau ada keajaiban untuk ibunya bisa sembuh selain harus operasi transplantasi.
“Maaf Er, untuk saat ini hanya cara itu yang bisa menyembuhkan penyakit ibumu”
Erlanda menghela nafas berat
“Seperti yang kamu lihat, keadaan ibumu semakin lama bukannya semakin membaik tapi terus turun padahal setiap hari sudah kami pantau.”
Erlanda terdiam membenarkan, ia sangat tahu kondisi ibunya bukannya malah membaik keadaan ibunya malah semakin memburuk.
“Untuk biayanya apakah bisa dibayar saat sudah melakukan operasi Dok?” tanya Erlanda kepada Dokter Fandy
“Mengenai hal itu, dokter tidak begitu tahu Er. Coba kamu tanyakan ke bagian administrasi ya.” Hanya jawaban itu yang bisa diberikan dokter Fandy kepada Erlanda.
Akhirnya dengan lemah Erlanda mengangguk dan berdiri dari kursinya.
“Baik Dok, terimakasih banyak” Pamit Erlanda dan melangkah keluar meninggalkan ruangan dokter Fandy.
Dokter Fandy hanya bisa melihat Erlanda tanpa bisa melakukan apapun.
Seorang anak yang dipaksa mengerti oleh keadaan.
***
Erlanda duduk di kursi panjang di taman yang ada di dekat rumah sakit hari ini ia butuh udara segar, setelah keluar dari ruangan dokter Fandy tadi membuatnya merasa dadanya terasa berat dan sulit rasanya hanya untuk bernafas.
Berulang kali ia menghebuskan nafasnya kasar, lalu menghirup dalam-dalam demi menghilangkan rasa berat di dadanya.
Erlanda menatap langit hampa, biasanya dengan hanya menatap langit Erlanda akan merasa tenang, tapi kali ini tidak kenyataan seolah menghempaskan dirinya ke permukaan bumi paling dasar untuk memberi tahu kepada dirinya bahwa beginilah kehidupan yang sebenarnya. Dipenuhi dengan duka tanpa adanya sedikitpun suka.
Angin berhembus menerbangkan beberapa helai rambut Erlanda. Erlanda merasa saat ini ditangannya lah kesembuhan ibunya, kemana ia akan mencari uang operasi ibunya yang sangat banyak, bagaimana jika ibunya tidak bisa dioperasi karena dirinya, berbagai pertanyaan memenuhi pikirannya
Tiba-tiba seorang menepuk pundak Erlanda, hal ini membuat Erlanda terlonjak kaget. Sejak tadi ia tidak memperhatikan orang tersebut, yang ternyata sudah duduk manis di sebelahnya. Seorang pria dengan pakaian rumah sakit, jika Erlanda lihat pria itu masih berusia sekitar 35 tahunan itu.
“Hidup itu berat ya” ujar lelaki itu, seolah mengetahui pikiran Erlanda saat ini.
Sekali lagi Erlanda terlonjak kaget, bagaimana pria ini bisa mengetahui pikirannya saat ini.
Pria itu tertawa melihat ekspresi Erlanda “Untuk orang seumuran saya tidaklah sulit menebak pikiran seseorang dari ekspresi wajahnya.”
Apakah begitu jelas sampai pria itu mengetahuinya tapi Erlanda mengangguk mengerti sebagai respon atas perkataan pria itu.
“Nama saya Sabqi”
“Saya Erlanda Om eh” Erlanda tidak tahu harus memanggil apa kepada pria yang di depannya
Pria yang bernama Sabqi itu kembali tertawa “Panggil saja Om, emang saya udah om-om umur saja udah 36 tahun”
Benar dugaan Erlanda bahwa pria itu sudah cukup berumur.
Erlanda memperhatikan tangan Om Sabqi yang di perban seperti orang patah tulang.
Sabqi tahu kemana mata Erlanda melihat “Ini karena kecelakaan, maklum pekerjaan saya beresiko tinggi.”
Erlanda merasa tak enak karena telah memperhatikan om Sabqi itu
“Maaf ya Om” Erlanda meminta maaf atas perilakunya
“Loh kok minta maaf, ya tidak apa-apa” Om Sabqi tidak merasa tindakan Erlanda salah sehingga hal itu membuatnya heran.
“Lalu, kamu sedang apa disini, sakit juga?” tanya Om Sabqi kepada Erlanda
Erlanda menggeleng “Bukan Om, ibu saya yang sakit”
Sekarang giliran Om Sabqi yang mengangguk mengerti
“Lagi kesulitan biaya” perkataan Om Sabqi langsung membuat Erlanda kembali terkejut mendengar perkataan pria ini, berulang kali Erlanda dibuat terkejut olehnya.
“Saya benar lagi ya” Om Sabqi kembali tertawa
“Iya om, ibu harus melakukan operasi transplantasi hati, tapi uang dari mana.”
“Bapak?”
“Udah lama meninggal om”
“Saya bisa bantu.” Ucapan Om Sabqi membuat Erlanda benar-benar mengalihkan tatapan seutuhnya kepada Om Sabqi.
“Tapi tidak gratis.” Om Sabqi mengeluarkan sebuah kartu nama.
Bisa Erlanda lihat bahwa di dalam kartu nama itu ada nama Sabqi Adiguna beserta jabatannya.
“Saya akan bantu, kalau kamu gabung sama saya.”
“Gabung?”
****