0.12

1203 Kata
Aku bisa melihat kedalam  manik matanya bahwa Shiden sangat terpukul, dia begitu dekat dengan kak Reiyyan, kakak perempuan satu satunya yang sangat mengerti dirinya, bahkan karena kak Reiyyanlah Shiden bisa merasakan sebuah kehangatan yang tidak ia dapatkan dari orang tuanya dan itu hanya dari kak Reiyyan, kesepian karena orang tuanya yang sibuk bisa tergantikan dengan kehadiran kak Reiyyan, jika saja kak Reiyyan tidak ada Shiden tidak tahu bagaimana ia bisa melanjutkan hidupnya, Sebegitu pentingnya kehadiran Kak Reiyyan dalam hidup seorang Shiden. Sekarang kak Reiyyan sedang terbaring menahan rasa sakit seorang diri akibat kecelakaan yang ia alami karena menyelamatkan seorang anak kecil yang berlari mengambil bola yang tidak sengaja masuk ke jalanan yang sedang sangat ramai, saat anak kecil itu berhasil mengambil bolanya ia berjalan dengan hati-hati kepinggir jalan tapi naas saat anak itu hampir sampai ke pinggir jalan datanglah sebuah truk dengan kecepatan tinggi kak Reiyyan yang melihat itu segera berlari menyelamatkan anak itu dengan mendorong anak itu hingga ke pinggir jalan tapi sayang beribu kali sayang saat kak Reiyyan ingin menyelamatkan dirinya truk itu dengan cepat menabrak badannya hingga terpental beberapa meter dari tempat kejadian,  dengan darah yang mengucur dari kepalanya. Dan tubuhnya yang penuh luka, menurut diagnosa dokter tingkat kesadaran kak Reiyyan hanya 10% yang artinya kak Reiyyan dalam keadaan koma. "Dia orang baik, kenapa nggak gue aja yang ngalaminnya" ujar Shiden lemah tapi ada amarah yang tertahan dalam dirinya, Shiden ingin menangis aku tahu itu ia ingin mengeluarkan segala yang ia rasakan tapi ia terlalu takut untuk mengeluarkannya. "Shiden kak Reiyyan akan sedih jika mendengar kamu bicara seperti itu" aku langsung memeluknya agar ia bisa mengeluarkan segala perasaan yang daritadi tertahan. Dan benar aku bisa merasakan setetes air mata jatuh, aku menepuk nepuk punggungnya pelan sambil menahan air mata yang menggenang sejak tadi, aku tak ingin menangis biarlah Shiden menangis, memberikan pundakku untuknya, inilah yang hanya aku bisa lakukan sebagai seorang sahabat. Setelah hampir 10 menit aku membiarkannya menangis,  bisa aku rasakan pundaknya tak bergetar lagi, itu artinya ia sudah tenang dan sudah mulai menghentikan tangisnya, menurutku jika seorang laki laki menangis bukan karena dia lemah tapi karena meraka juga bisa merasakan sakit. Shiden melepaskan pelukan kami, aku tersenyum kepadanya. "Thanks" ucapnya lirih Aku mengeluarkan s**u pisang yang sengaja ku bawa untuk dirinya. "Cari apa? "  tanya Shiden melihatku membuka tasku untuk mencari s**u pisang. Setelah aku menemukannya aku memperlihatkan kepadanya "Ini" aku mengangkat kedua botol s**u pisang itu tinggi sejajar dengan wajahnya. Aku bisa melihat senyuman dari wajah Shiden,  hanya beberapa jam aku tak melihat senyumnya, tapi rasa rindu akan senyumnya itu hadir. "Gimana kalau kita bikin pabrik s**u pisang aja Ya. " Shiden mencoba berkelakar Aku tertawa "Eh asyik tu, aku suruh aja papaku investasi Hahaha" Shiden mencubit pipiku gemas sambil mengambil s**u pisang dari tanganku "Lucu banget sih, temennya siapa nih" Aku kembali tertawa mendengar perkataan Shiden, Setidaknya perasaan Shiden jauh lebih baik sekarang. “Temennya Shinden dong” ucapku sambil mengejek namanya Mendengar nama Shinden yang kupanggil membuat Shiden murka, ia mencubit pipiku lebih keras “AWWW” Aku mencebikkan bibirku, kesal karena ia mencubit pipiku. “Maaf ya, tuan putri” Shiden meminta maaf sambil mengelus pipiku yang ia cubit tadi. Aku mengangguk memaafkannya. Setelah kami menghabiskan s**u pisang, Shiden mengajakku untuk ke dalam “Dingin Ya, masuk yuk” Aku mengangguk mengiyakan. Kami kembali berjalan di koridor rumah sakit untuk menuju ke kamar kak Reiyann. Shiden membuka pintu perlahan, bisaku lihat orang tua Shiden sudah cukup tenang dibanding sebelumnya. “Ma,Pa” Shiden memanggil orang tuanya “Iya” “Apa kata dokter tadi Mam?” Shiden bertanya kepada mamanya karena ia ingin tahu keadaan terbaru dari kakaknya. “Kata dokter kakak kamu sudah mulai ada peningkatan, doain aja” Aku bisa melihat Shiden kembali tersenyum mendengar kakaknya sudah mengalami kemajuan” Aku pun ikut tersenyum lega, akhirnya ada kemajuan dari kak Reiyyan.  Aku melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku,  sudah pukul 22.00 aku harus pulang. Aku menyenggol lengan Shiden agar ia melihat ke arahku “Aku mau pulang” bisikku pelan agar tidak menganggu suasana disini. Shiden mengangguk “Biar aku antar” ucapnya setengah berbisik “Pa Ma, Aku antar Tylisia pulang dulu ya” pamit Shiden kepada kedua orang tuanya. “Om Tante, aku pamit pulang dulu ya” sambil berjalan ke arah mereka, aku memeluk mamanya Shiden “Makasih ya Tyl” ucap mama Shiden sembari melepaskan pelukannya dari ku “Tante sama om jangan lupa istirahat juga ya”   Mereka berdua mengangguk, aku berjalan ke arah ranjang Kak Reiyyan “Kak, aku pamit pulang dulu ya, besok aku datang lagi kakak cepat sembuh ya” ucapku sambil memegang tangannya yang dingin dan pucat. Hatiku iba, melihat wajahnya yang penuh dengan luka dan kepalanya yang diperban. “Aku harap kakak kembali pulih” bisikku dalam hati. Aku melepaskan genggaman tangan kak Reiyyan, dan melangkah menuju pintu keluar. Tak lupa Shiden juga mengikuti ku dari belakang dengan niat untuk mengantarku. Aku membuka pintu perlahan agar tidak menimbulkan bunyi  dan Shiden yang menutupnya karena posisinya ada di belakangku. Setelah kami berdua keluar dari kamar itu, aku menghentikan langkahku dan berbalik menghadap Shiden. Shiden terkejut dan hampir saja menabrakku jika saja refleknya kurang. “Kenapa tiba-tiba berhenti Ya?” tanyanya “Kamu antar aku sampai sini saja, aku bisa turun sendiri” aku tak mau merepotkan Shiden “Ya udah, tapi kalau nanti kamu di dalam lift diganggu aku nggak tau ya” ucapnya menakut nakutiku Shiden tahu aku sangat takut dengan hal hal yang berbau mistis, “Shiden, kamu jahat” “Hati hati ya, bye” Shiden dengan langkah ringan meninggalkan ku. Aku langsung menarik lengannya agar tidak pergi “Nggak jadi, antar aku ke bawah titik” ucapku penuh keyakinan “Siap tuan putri, mangkanya kalau pangeran udah mau nganterin tuan putri, tuan putrinya jangan pura pura nolak” sindir shiden halus “Pangeran apaan pangeran kodok” ucapku setengah terkekeh Aku menekan tombol lift, dan langsung terbuka. “kamu aja dulu” aku mempersilahkan Shiden masuk untuk mengecek ada tidaknya sesuatu yang aneh. Shiden masuk ke dalam lift sedangkan aku masih diluar untuk menunggunya mengecek keadaan lift “Amaan” Shiden mengancungkan jempolnya Aku bernafas lega dan ikut masuk ke dalam lift tersebut. *** “Pak dedi mana?” “ Di parkiran katanya.” Aku dan Shiden sudah sampai di depan rumah sakit, menunggu pak Dedi yang sedang berada di parkiran. “kamu besok libur saja dulu” suruhku kepada Shiden “niatnya sih gitu” “Besok biar aku yang ngizinin” “Baiknya” ucap Shiden sambil mengusap kepalaku Aku hanya tersenyum, tak beberapa lama aku bisa melihat mobil yang dikendarai pak Dedi datang berhenti tepat di depan ku dan Shiden. “Aku pulang dulu ya” pamit ku kepada Shiden “Iya Hati-hati, makasih ya” Shiden melambaikan tangannya “Mas, saya pamit juga ya” pak Dedi ikut pamit kepada Shiden “Iya pak, makasih ya hati-hati” Pak Dedi mengancungkan jempolnya, sambil menjalankan mobil. Aku bisa melihat Shiden terkekeh melihat respon yang diberikan pak Dedi. Aku melambaikan tangan kepada Shiden “Byee, jangan lupa istirahat” ucapku terakhir kali sebelum meninggalkan rumah sakit Shiden tersenyum. Senyuman yang sangat aku sukai. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN