bc

(Bukan) Cinta Sementara

book_age18+
446
IKUTI
1.1K
BACA
sex
one-night stand
badgirl
bitch
drama
bxg
city
waitress
seductive
like
intro-logo
Uraian

*Spinoff (Bukan) Suami Pengganti*

Di masa lalu, Niken Andira pernah melakukan kesalahan yang membuatnya dicap sebagai “w************n”. Rasa sakit hati membuatnya bertingkah seperti “w************n” yang sebenarnya. Sampai kemudian dia menyadari, apa yang dia lakukan justru merugikan dirinya sendiri. Empat tahun berlalu setelah Niken mencoba meninggalkan masa-masa kelamnya, seorang pria yang tidak biasa masuk dalam kehidupannya. Satu-satunya pria yang tidak menganggapnya sebagai “w************n”.

Di usianya yang ke-34 tahun, Jovan Aidan Walter masih belum menemukan arti cinta yang sesungguhnya. Wanita yang datang silih berganti dalam kehidupannya hanya mampu membantu Jovan memahami tentang “seks”, bukan cinta. Sampai dia bertemu dengan Niken, yang entah kenapa menumbuhkan perasaan asing dalam hatinya. Wanita bertubuh mungil yang ia panggil dengan julukan Thumbelina.

Mampukah dua hati tandus itu menciptakan oase dari kebersamaan mereka? Akankah Niken bisa benar-benar lepas dari masa lalu yang masih saja mengejarnya? Dan apakah Jovan akhirnya bisa menemukan arti cinta yang sesungguhnya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1 Awal Mula
Terkadang takdir menikmati menoreh luka dalam kehidupan seseorang. Menggagalkan rencana ber.cinta sepasang remaja yang dimabuk asmara, atau justru menyatukan mereka yang tidak seharusnya bersama. Itu memang pekerjaan takdir. Takdir melakukan apa pun yang dia inginkan tanpa perlu memikirkan efek apa yang akan terjadi pada si penerima takdir. Seperti ketika pacar Niken yang meninggalkan dia karena menghamili wanita lain. Niken harus bisa menerima, walau wanita yang dihamili pacarnya itu adalah kakaknya sendiri. Tapi, hey! Siapa yang bisa menyalahkan takdir? Jangan tanyakan tentang rasa sakit, Niken sudah ber.cumbu dengannya selama beberapa tahun terakhir sampai tidak bisa merasakan rasa sakit lagi. Meski di dalam sana, lukanya masih terus menganga. Tidak tersembuhkan. Sore ini hujan turun terlalu deras, anginnya berembus kencang seakan-akan ingin memporak porandakan apa pun yang ia temui. Niken merapatkan jaket yang tidak cukup mampu menahan hawa dingin. Dia membuka jok motor untuk mengeluarkan mantel dari bagasi dan memakainya. Saat menuntun kendaraan roda dua miliknya keluar dari tempat parkir, angin kencang langsung menampar tubuh mungil wanita itu, dia menggigil. Namun Niken mengabaikannya, memilih tetap menaiki motornya dan melaju perlahan meninggalkan gedung pertokoan tempat dia bekerja. Empat tahun sejak Niken meninggalkan pekerjaan lamanya, kehidupan wanita itu sama sekali tidak berubah. Tetapi itu tidak sama sekali tidak mengganggunya, karena alasan dia resign dari Little Bites Chicken bukanlah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dia hanya ingin menghindari Bastian, yang setelah berhasil menidurinya, pria itu seakan menganggap dirinya sampah. Niken bahkan menolak tawaran Dathan dan Gea yang berniat mengangkatnya menjadi head waiter. “Maaf, Ge. Aku bukannya enggak menghargai kalian, aku cuma merasa enggak enak kalau menerima promosi itu. Lagian kan kamu tahu aku mau resign,” ujar Niken saat itu. “Kenapa harus resign, Ken. Kalau alasannya karena aku enggak bekerja di sini lagi, aku mau kok tiap hari ke sini menemani kamu.” Niken tertawa. Dia memang tidak menceritakan masalahnya dengan Bastian pada Gea, yang sahabatnya itu tahu, Niken pernah menjalin hubungan dengan Bastian, tapi tidak berakhir baik. “Aku cuma pingin cari suasana baru,” ujarnya beralasan, dan ketika mendapati Gea menatapnya penuh selidik dengan sorot mata yang menyiratkan ketidakpercayaan, Niken kembali tertawa. “Serius,” katanya meyakinkan. Hujan yang semakin deras sepertinya membuat resah para pengemudi. Suara klakson terus ditekan, saling sahut-menyahut, mericuhkan suasana dengan kebisingan. Menghadirkan rasa gugup bagi para pengendara sepeda motor yang menyelip di sana-sini demi tetap bisa melaju dalam kemacetan parah seperti sekarang. Niken terjepit di antara puluhan kendaraan lain, tidak bisa bergerak ke mana-mana. Dia hanya bisa mendesah, dengan pasrah mematikan mesin motor dan memilih menunggu saja. Langit sore yang seharusnya cerah tampak gelap dipenuhi awan-awan hitam yang menggantung tebal. Udara berkabut, jalanan hampir tidak terlihat oleh bias akibat tetesan air yang menimpa tanah. Lampu-lampu kendaraan berpendar, menembus kegelapan tak sempurna yang kelabu. Pandangan Niken nanar, tanpa sadar pikirannya menerawang, melayang ke masa silam. “Aku sangat mencintaimu, Niken....” Bisikan Oka di telinganya saat itu menggaung dalam rongga pikirannya. Waktu itu mereka hanyalah sepasang muda-mudi yang dimabuk asmara. Mencuri waktu sepulang sekolah agar bisa berdua saja. “Tahu apa kamu soal cinta,” tawa Niken renyah, meski rona pada pipinya tidak bisa menyembunyikan perasaan senang saat mendengar kalimat itu terucap dari bibir sang kekasih. Sepulang sekolah tadi Oka tidak langsung mengantarnya pulang, melainkan membawanya berkeliling dengan motornya sampai ke pinggiran kota. Di tengah jalan, hujan turun begitu deras sehingga keduanya basah kuyup. Sekarang mereka terdampar di rumah-rumahan sawah, berbaring di balai bambu menunggu hujan reda. “Jangan salah, pengetahuanku soal cinta sebanyak pengetahuanku tentang kamu,” rayu Oka. Dia mengubah posisi tubuhnya sehingga berbaring miring menghadap sang gadis. Niken yang berbaring telentang menoleh pada Oka, tersenyum geli. “Apa artinya itu? Sangat sedikit atau sangat banyak?” “Menurutmu? Aku mengenalmu sejak kita masih kanak-kanak, kan? Aku belum lupa waktu kita masih sering mandi bersama, telanjang,” kerling Oka nakal. Rasa panas menjalar ke pipi Niken, wajahnya langsung memerah seperti kepiting rebus. Oka menatap kekasihnya, mengagumi kecantikan gadis yang sudah ia taksir sejak SMP. Perlahan dia meletakkan tangannya ke atas perut Niken, diam-diam menyelusup ke balik kemeja putih gadis itu sehingga telapak tangannya bersentuhan langsung dengan kulit perut Niken yang dingin. Niken merasakan napasnya seakan terhimpit, jantungnya mendadak berpacu lebih cepat dua kali lipat. Tatapannya nanar saat wajah Oka mendekat, dia memejamkan mata begitu merasakan sesuatu yang hangat memagut bibirnya lembut. Di luar hujan turun semakin deras, sesekali suara guntur terdengar dari kejauhan diiringi kilat yang menyambar. Udara yang begitu dingin tidak terlalu dirasakan Niken ketika Oka berada di atasnya, bergerak lembut seraya mengecupi leher jenjang  gadis itu sementara tangannya menjelajah, mengeksplorasi bagian tubuh kekasihnya yang paling sensitif. Meski tidak merencanakan hal ini, tapi Oka dan Niken sadar sepenuhnya apa yang sedang mereka lakukan. Sayangnya mereka tidak ingin berhenti. Sebaliknya, sepasang kekasih itu semakin tenggelam dalam hasrat yang kian memanas, bergumul penuh gairah tanpa melepaskan seragam basah yang masih melekat di tubuh keduanya. Suara klakson yang begitu nyaring membuat Niken tersentak. Lamunannya seketika buyar. Dia buru-buru menyalakan mesin motor begitu melihat ada jarak kosong di depannya dan langsung melajukan kendaraannya. Sayangnya rasa panik membuatnya gugup. Niken tidak bisa mengira-ngira sehingga roda motornya tanpa ampun menabrak bemper belakang mobil yang berhenti di depannya. Bunyinya cukup nyaring, mengalahkan suara klakson yang tadi sempat mengejutkannya. Dan membuat si pemilik mobil buru-buru keluar untuk mencari tahu apa yang telah terjadi. Melihat seorang pria yang menengok bagian belakang mobilnya, wajah Niken berubah pucat. Dia segera menstandarkan motor dan menghampiri si pemilik mobil. “M-maafkan saya, Pak,” katanya gugup, melirik bagian bemper dan agak lega karena perbuatannya tidak meninggalkan kerusakan di sana. Si pemilik mobil menoleh, tanpa sadar Niken terkesiap. Posisi berdiri mereka yang berdekatan membuat Niken bisa melihatnya dengan jelas. Termasuk bekas luka melintang pada wajah pria itu. “Kamu siapa?” tanya pria itu dengan suara baritonnya yang dalam. Niken menatapnya bingung. “Namamu, siapa namamu?” “N-Niken,” cicit Niken. “Berikan KTP-mu.” Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, dengan susah payah Niken mengeluarkan dompet dari tas yang tertutup mantel. Tangannya yang keriput karena kedinginan gemetar ketika menyerahkan KTP pada pemilik mobil. Tanpa menghiraukan hujan yang masih tercurah deras— dia bahkan tidak peduli jika kini dirinya sudah basah kuyup, si pemilik mobil mengamati kartu identitas di tangannya. “Aku akan menyimpan KTP kamu buat jaminan kalau mobilku kenapa-kenapa,” katanya memasukkan benda itu ke saku jasnya. “T-tapi....” Niken ingin membantah, mengatakan tidak mungkin mobil sekekar itu bisa kenapa-kenapa hanya karena ditabrak roda motor. Namun suaranya menghilang entah ke mana. “Kalau tiga hari mobilku baik-baik saja, KTP-mu akan kukembalikan.” Si pemilik mobil memutuskan, lalu tanpa melihat lagi ke arah Niken, pria itu kembali masuk ke mobilnya. Tinggal Niken yang berdiri bengong sendirian. Dia menatap mobil di depannya pasrah, dan kemudian sambil menghela napas berat, wanita itu kembali ke motornya. Lalu tiba-tiba saja lalu lintas kembali lancar, seolah macet hanya alasan takdir untuk mempertemukan Niken dengan si pemilik mobil yang memiliki bekas luka di wajahnya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
192.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
209.4K
bc

My Secret Little Wife

read
103.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook