Langit bergemuruh dengan kencang, angin sore yang dingin membuat gadis yang berbalut cardigan pink terus menggosok-gosok tangannya.
Dibawah guyuran hujan deras, Grizella melangkah tak tentu arah. Ayahnya, sama sekali tak membiarkan ia membawa sepeserpun uang.
Grizella merintih kesakitan, tangannya sangat perih kala tetesan air hujan mengenainya. Ia terdiam di salah satu toko yang tertutup.
Mendengus kesal, dan menatap kearah langit. Sepertinya semesta tak mengizinkan hujan untuk berhenti, hujan semakin deras, membasahi seluruh jalanan.
Jalanan yang ia lalui sangat sepi, mungkin saja pengendara lain ikut berteduh di tempat lain?
Gadis itu berjongkok, tangannya mengambil benda pipih yang berada di sakunya.
Senyuman nanar kembali ia terbitkan kala Amara mengirim salah satu file yang membuat ia lemas.
Gadis itu menangis kembali, mengapa hidupnya harus sesulit ini? Ia tak bisa melewatinya sendirian. Ia terlalu rapuh.
Abangnya yang tadi pagi melepas rindu dengannya, kini mereka kembali asing hanya gara-gara kesalahan pahaman.
Baru saja ia merasakan kebahagiaan, kenapa tuhan mengambilnya lagi?
Apa ia tak berhak bahagia? Apa tak berhak hidup?
Ia bukan perempuan kuat yang selalu tegar dengan segala masalah, ia tak sekuat itu, ia lemah, ia rapuh, ia tak berdaya. Apalagi dirinya hanya seorang diri.
"Tuhan, bisakah engkau memberiku kebahagian kembali? Apa aku akan sebahagia dulu? Aku terlalu capek menghadapi semuanya," Grizella menjerit pilu. Air matanya kembali mengalir, ia membiarkannya. Saat ini ia hanya ingin menangis dan melupakan semua keluh kesahnya.
Setengah jam ia menangis, hujan mulai reda, tapi kesadarannya semakin menipis sebelumya akhirnya kegelapan menyambutnya.
***
Risha sengaja mengambil jalan yang sepi, hujan seperti ini biasanya jalan kota selalu macet, apalagi hujan semakin deras.
Ia tak mau lama-lama diperjalanan, ia sangat lelah, badannya pun sudah sangat lengket oleh keringat, ia ingin buru-buru sampai rumah.
Kedua bola mata gadis itu membulat sempurna ketika tak Sengaja melihat perempuan terbaring di salah satu toko, ia segera menghentikan mobilnya.
"Itu Grizella, kan? Astaga," gadis itu dengan cepat keluar dari mobilnya, dan berlari menuju gadis yang terbaring itu, air hujan yang membasahinya tak ia hiraukan.
"Grizella," lirih gadis itu menepuk-nepuk pipi Grizella.
"Astaga, Lo kenapa sih sebenernya?" terlihat jelas ekspresi Risha sangat khawatir dengan keadaan Grizella. Apalagi saat ini seluruh tubuh Grizella sangat dingin, karna sudah terlalu lama ia terbaring.
"Grizella bangun!" Dengan terpaksa, Risha memapah tubuh Grizella, meskipun dengan kesusahan tapi ia berhasil menuju mobilnya.
Ia bergegas membawa Grizella kerumahnya.
Tak lama, gadis itu sampai di rumah. Ia keluar, memanggil satpam yang berjaga di gerbangnya.
"Pak, tolong bantuin temen saya," titahnya, seraya membuka pintu mobil yang terdapat Grizella.
Satpam tersebut lantas membopong tubuh Grizella dan menuju kearah kamar Risha.
"Ya ampun, ada apa dengan Zella, Risha?" tanya Mama Risha, khawatir.
"Risha juga nggak tau, Ma." Risha maupun mamahnya berlari menuju kamar Risha.
Jelas sekali jika mereka dua sangat khawatir. Apalagi tubuh Grizella sangat panas.
"Sebentar, Mama ambil dulu air hangat," ujar mamanya yang diangguki oleh Risha.
"Lo kenapa sih, Zell?" gadis itu meraih tangan sebelah tangan Grizella, dan mengelusnya lembut.
Air mata gadis itu muluruh, tak kuasa melihat kondisi Grizella seperti ini.
"Kenapa Lo nggak cerita sama gue?"
"Lo anggap gue apa?"
Risha tersengguk-sengguk, membuat mamanya tersenyum tipis dan mendekat.
"Zella nggak papa, dia butuh istirahat aja. Kamu juga, ganti baju, gih," ujar Mala, Mamanya.
Risha mengangguk dan mengganti pakaiannya.
Mala menghela nafas gusar, ia cukup tau penderitaan yang dihadapi oleh Grizella. Ia turut prihatin dengan kondisinya. "Zella anak baik, bangun ya sayang," Maka memberi kecupan hangat di kening Grizella.
Air mata Grizella kembali luruh tanpa membuka matanya.
Mala mulai mengompres kening Grizella, tubuh gadis itu sangat panas membuat Mala semakin khawatir, meskipun ia berkata demikian kepada Risha, tapi ia juga sama khawatirnya.
Grizella melenguh, perlahan, kedua matanya terbuka. Ia mengerutkan keningnya menatap sekitar, lalu pandangannya jatuh kepada wanita paruh baya yang tengah mengompresnya.
"Mama?" panggilnya lirih.
Mala tersenyum, wanita itu membelai lembut kepala Grizella.
"Mama disini," Mala bergegas memeluk Grizella. Sejak dulu, Mala memang menyuruhnya untuk memanggilnya dengan sebutan yang sama dengan Risha.
Grizella tak menangis, ia tersenyum pedih. Menikmati pelukan hangat dari Mala, ia membayangkan ibunya yang memeluknya.
"Hangat, Ma," lirih Grizella. Mala mempererat pelukannya, ia mengelus Surai panjang milik Grizella.
Risha yang baru saja memasuki kamarnya dibuat terharu oleh keadaannya. Ia ikut senang.
Ia Melangkah mendekat, senyumannya semakin lebar.
"Kok gue nggak diajak pelukan sih?" gadis itu berniat mencairkan suasana.
Grizella melepaskan pelukannya, ia menatap Risha dan Mala bergantian.
"Kok gue bisa ada disini?" Alih-alih menjawab, gadis itu melontarkan pertanyaan kepada Risha.
Risha kembali mendengus, ia duduk di tepi ranjang. "Gue nemuin Lo di jalanan," jawabnya.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya lembut Mala.
Grizella tersenyum, lantas ia menggeleng. "Zella nggak papa, Ma." bohong Grizella, ia tak mau membebani mereka.
Risha yang memperhatikan Grizella pun dibuat sedih, ia sangat tau, pasti ada sesuatu yang selalu Zella sembunyikan darinya. ia tau betul sifat asli gadis itu.
Mala tak ingin memaksa Grizella untuk bercerita, biarkan saja ia bercerita dengan kemauannya.
"Yasudah, kamu istirahat ya. Mama keluar dulu," setelahnya Mala keluar sambil membawa baskom yang berisi air hangat.
Setelah kepergian Mala. Risha mulai mendekat, ia menatap lekat manik mata Grizella membuat sang empu gelagapan dibuatnya.
"Ngapain Lo?" Grizella mendorong kening Risha menggunakan jari telunjuknya.
"Ceritain semuanya ke gue," Grizella menghela nafasnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Risha.
"Apa yang harus gue ceritain? Gue aja nggak punya cerita apa-apa," jelasnya.
Risha menarik tubuhnya, ia menatap kearah balkon, hujan belum juga berhenti. Bahkan angin dingin mereka rasakan, lantas Risha bangkit dan menutup pintunya.
"Kita berteman bukan 1 atau 2 tahun, Zell. Gue tau masalah Lo, gue tau sifat Lo, Lo nggak kaya gini," bisa jelas Risha tanpa berkutik.
Grizella terdiam sejenak.
"Gue nggak mau jadi beban buat Lo, apalagi Mama Mala. Dia baik banget sama gue," runtuh sudah pertahanan yang ia pertahankan. Air matanya kembali Lolo, kenapa akhir-akhir ini ia menjadi suka menangis?
"Gue nggak ngerasa Lo beban, Lo temen gue!" Risha menatap tajam kearah Grizella, ia tak suka mendengar ucapan Grizella yang seakan-akan dirinya adalah beban.
"Grizella. Kita udah temenan lima tahun, gue tau kejadian itu," bahkan gue liat langsung, Zell. Ucap Risha dan dilanjutkan didalam Hati.
"Itu bukan salah Lo. Lo nggak usah merasa bersalah, bukan Lo yang salah." Risha mendekat, menatap Grizella yang tengah menangis.
Dibalik pintu, Mala mendengar semua ucapan mereka berdua. Ia mengusap air matanya, lalu berlenggang pergi.
Ia turut kasihan kepada Grizella. Masalahnya begitu besar, bahkan ia harus menanggung semuanya yang jelas-jelas bukan salahnya.