Chapter 6

1443 Kata
Kesalahpahaman berakhir, Fathiyah kembali bekerja sebagai kenek mikrolet dan Jayadi sebagai sopir mikrolet. "Be, Ncing, Nyak, Fathi dan Bajay narik, yah. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," balas orang - orang setelah Fathiyah memberi salam keluar rumah. Mikrolet biru muda itu perlahan menjauh dari rumah sederhana milik Nasir dan Muhajir yang sedang main gaplek. °°° "Loh, Gaishan mana?" tanya Gea. Dia memberikan segelas s**u pada Busran. "Paling masih molor, Ma," jawab Ghifan. "Lalu Sira mana?" tanya Gea lagi. "Nyonya, Non Sira dan Tuan Gaishan sudah keluar rumah pagi jam setengah tujuh," jawab pelayan yang membawakan nasi goreng ke ruang makan. "Lah? Tumben banget si Gaishan pergi pagi - pagi, biasanya bangun sampai jam sepuluh," ujar Ghifan. "Loh, kok anak perempuan saya juga pergi pagi sekali sih?" Busran terlihat keberatan, dia tidak hiraukan anak sulungnya pergi pagi, hanya dia perhatikan yaitu anak gadisnya pergi pagi sekali. "Kalau Non Sira tadi berpesan bahwa ada pendampingan dari Perancis, Tuan," jawab pelayan. Wajah Busran berubah bentuk menjadi datar. "Lagi - lagi urusan dengan pihak Perancis itu." Busran mencebik tidak suka. "Kenapa sih, Bus? Jangan kesal terus, kan memang Sira kerja, jadi pasti ada kegiatan gitu," ujar Gea, dia hendak memberikan roti bakar ke arah Busran. "Kerja sih kerja. Kemarin - kemarin anak perempuanku nginap, ah! Malah sekarang pulang telat terus! Sekarang pergi pagi sekali, itu dari pariwisata mau kasih putriku kerja rodi-apha?! Bherani-" "Makan." Gea menyipit ke arah sang suami setelah menyumpal mulut sang suami dengan roti bakar. Ghifan, "...." nah kan, aura dari Nyonya Basri memang benar - benar beda. Sang ayah yang cerewet saja diam setelah disumpal mulutnya. Ghifan ngeri. "Cepat, sudah mau jam setengah sembilan," ujar Gea. "Sayang, kan aku bosnya," balas Busran setelah menelan roti bakar. "Nah, kamu bosnya itu yang harus tepat waktu masuk kantor, jadi contoh yang baik untuk para karyawan, jangan sejenak jidat mau masuk jam berapapun." Busran, "...." untung cinta. °°° "Kiri Bang, ada penumpang." "Mantap." Jayadi berhenti di bahu kiri jalan. Calon penumpang naik. Penumpang pria berkaos dan celana kakhi itu naik lalu duduk di pinggir pintu mikrolet. "Kamu?!" Fathiyah menyipit ke arah penumpang yang duduk di pinggirnya. Gaishan tersenyum manis, "Lumayan lama juga saya tunggu mikroletnya." "Loh? Buat apa nunggu mikrolet? Mobil Anda pasti tidak mogok lagi, kan?" tanya Fathiyah. Gaishan tersenyum, "Tidak mogok lagi, tapi malas nyetir," jawab Gaishan. Fathiyah menaikkan sebelah alisnya. "Kan orang kaya, pakai supir dong." "Bang, buruan jalan, saya sudah telat ke tempat kerja." Komplain seorang penumpang ke arah Jayadi. Jayadi belum menjalankan mikrolet karena Fathiyah berbicara dengan Gaishan. "Nah, Bang Jay, jalan, penumpang mau bekerja, ya kan Mbak?" tanya Gaishan manis ke arah penumpang. Penumpang Mbak, "...." ya Tuhanku! Aku baru sadar penumpang yang baru naik ini tampannya kebangetan. Setelah mendengar suara komplain penumpang, Jayadi melajukan mikrolet. Fathiyah yang duduk di depan pintu hanya melirik dengan ekor mata ke arah Gaishan. Orang yang baru tadi malam menyelesaikan masalah dengannya. Beruntung sekarang masalah mereka telah selesai, jadi Fathiyah tidak terlalu dongkol bertemu dengan Gaishan lagi. Ini pertemuan mereka yang ke empat kali. Cukup banyak mereka bertemu dalam kurun waktu tiga hari ini. Satu jam kemudian. "Anda tidak ingin turun dari mikrolet saya?" tanya Fathiyah sambil menaikan sebelah alisnya ke arah Gaishan yang sudah satu jam tadi duduk tak berniat turun dari mikrolet. "Kebetulan tempat yang ingin saya turun sudah lewat, jadi saya menunggu putaran ke dua," jawab Gaishan santai. "Tidak naik taksi saja. Ada banyak taksi," ujar Fathiyah, dia agak keberatan dengan Gaishan yang sudah satu jam di dalam mikrolet. "Saya kan penumpang, jadi saya bayar harga mikrolet," ujar Gaishan manis. Fathiyah hanya mencebikkan bibirnya. Gaishan tersenyum manis. Tidak turunnya Gaishan membuat Fathiyah kesal karena penumpang wanita yang naik tidak juga turun - turun, atau mungkin mereka tidak sampai - sampai di tempat tujuan mereka, atau bisa jadi juga penumpang - penumpang perempuan ini sudah lupa di mana tempat mereka akan turun. "Bayar dua kali karena telah naik putar," ujar Fathiyah. "Baik, bayar dua kali." Gaishan mengangguk. Mata Fathiyah melihat ke arah para penumpang perempuan yang sedari tadi melihat ke arah Gaishan, bahkan ada yang mengambil gambar wajah Gaishan diam - diam. Gaishan melirik ke arah para penumpang wanita lalu tersenyum manis, "Karena naik putar - putar, harus bayar sesuai berapa kali yang telah kita lalui jalan yang sama." Para penumpang wanita, "...." Tuhanku! Kenapa aku menikahi muda?! Kenapa aku terima ajakan pacaran Dio? Kenapa aku harus menikah duluan? Kenapa susah move on dari wajah tampan ini?! "Ehm!" Gaishan berdehem mendekatkan kepalan di dekat bibirnya lalu berkata, "Ada undang - undang tentang privasi dan ITE. Mengambil gambar wajah orang lain tanpa ijin akan dikenakan hukuman." Seorang wanita ingin berbicara. "Saya pribadi sangat keberatan jika gambar saya disalahgunakan dan diambil tanpa sepengetahuan saya," sambung Gaishan. Alhasil, wanita yang ingin berbicara tadi kembali menelan kalimatnya dalam - dalam masuk ke dalam perut. Dengan berat hati beberapa wanita yang telah memotret Gaishan hendak menghapus foto Gaishan yang telah mereka ambil secara diam - diam. "Tidak disarankan untuk penyimpanan pribadi." Suara Gaishan terdengar lagi, kali ini dia menoleh ke arah wanita muda lalu tersenyum manis. Wanita muda yang tidak ingin menghapus foto Gaishan itu salah tingkah. Dia cepat - cepat menghapus foto Gaishan yang telah dia ambil. Huem! Seolah dia terkenal saja. Batin Fathiyah mencebik. °°° Gaishan memasuki pintu perusahaan dengan perasaan senang. Penjaga dan resepsionis memberi salam, dibalas dengan balasan yang manis. Hal ini membuat para karyawan menjadi bersemangat bekerja karena bos mereka terlihat tidak seperti kemarin yang cuek dan berwajah datar. "Kak Gaishan." Terdengar panggilan seorang wanita. Gaishan menoleh ke arah wanita muda yang memanggil namanya, dia tersenyum ke arah wanita muda itu. "Oh, Risty, sudah selesai pemotretan?" tanya Gaishan. Perempuan muda yang bernama Risty itu tersenyum lalu mengangguk. Dia mengambil tempat di sebelah kanan Gaishan. "Kak Gaishan-ah! Wajahnya kenapa begitu?" Risty terlihat kaget saat mendekat lalu melihat wajah bosnya. Gaishan menyentuh wajahnya, "Ah, ini … hanya kejedot ekhem! pintu," jawab Gaishan setelah dia berdehem. Risty menaikan tangan menyentuh wajahnya Gaishan, "Kak Gaishan, ayo Risty obati, ada salep lebam milik Risty." Gaishan terlihat memasuki lift sebelum Risty sempat menyentuh wajahnya. "Tidak perlu. Dokter sudah berikan obat. Ini hanya lebam sisa saja, juga sudah kurang kelihatan kentara," tolak Gaishan halus. "Ah, begitu." Risty ikut masuk ke dalam lift. Percakapan dan interaksi antara Gaishan dan Risty membuat para karyawan hanya bisa menahan hati. "Risty itu dekat banget yah dengan bos," ujar karyawan a. "Iya, dekat. Kan dia adalah model generasi pertama dari perusahaan bos yang bos Gaishan bangun," balas karyawan b. "Wah, pantas sekali dekat. Memang aku lihat bos Gaishan ini dekat dan ramah ke semua karyawan, artis ataupun model, tapi mereka seperti merasa sungkan atau segan pegang - pegang wajah bos Gaishan, baru Risty ini yang memang berani," timpal karyawan c. "Hei, jangan asik gosip, ayo kerja. Mau ditegur Pak Yadi?" tegur karyawan d. "Eh, ayo balik kerja. Jangan sampai Pak Yadi tahu kita gosipin Bos Gaishan, bisa bahaya, remun dan bonus bisa - bisa dipotong," ujar karyawan a. °°° Pintu lift terbuka di lantai tujuh, lantai di mana ruang bos milik Gaishan berada. Gaishan keluar pintu lift di belakangnya ada ekor berupa Risty. "Ada yang mau dibicarakan denganku?" tanya Gaishan. Risty mengangguk. "Ok, di dal saja." Gaishan membuka pintu ruangan bos lalu dia masuk disusul oleh Risty. "Ada apa, Ris?" tanya Gaishan setelah mereka duduk di sofa. "Kak Gaishan, gini. Risty mau minta keringanan dari Kak Gaishan," ujar Risty, wajahnya terlihat agak cemberut. "Keringanan apa? Apakah fotografer dan mitra kita memperlakukan kamu tidak baik?" tanya Gaishan. Risty menahan senyum, sebab pertanyaan Gaishan seolah dia perhatian pada Risty. "Loh, kamu diancam siapa? Siapa yang berani mengancam artis dibawah naungan Gaishan's Entertainment?" Suara Gaishan terdengar tegas. "Kalau kamu merasa dilecehkan, lapor pengacara lalu urus secara hukum." "Bukan, Kak Gaishan. Bukan itu," ujar Risty setelah sekian lama bersenang hati karena mendengar 'perhatian' dari Gaishan padanya. "Lalu?" "Gini, Risty mau minta keringanan. Bisa nggak kalau pengambilan gambar diadakan di sekitar wilayah Jakarta saja? Soalnya wilayah pemotretan di Bali dan Lombok terus, Risty kurang fit dan kurang bugar juga kalau terbang terus ke Bali dan Lombok." Gaishan diam untuk beberapa detik lalu mengangguk. "Oh. Ini saja. Kalau kamu merasa kurang enak badan, istirahat dulu. Nanti baru lanjut lagi. Nanti mengenai tempat pemotretan, aku bicara dengan mitra bisnis dan fotografer." "Makasih, Kak Gaishan." "Hum, sama - sama. Jaga kesehatan. Uang itu memang penting, tapi kesehatan nomor satu." Dua pipi Risty memerah. °°° "Fathi, jam bentar lagi jam delapan, gue dah laper," ujar Jayadi. "Sama, Bang. Aye juga laper, sekarang pengen makan," balas Fathiyah. "Kiri, Bang. Ada penumpang." Mikrolet berhenti, lalu penumpang naik dan mengambil tempat di depan pintu. "Anda lagi?!" "Halo, saya mau pulang ke rumah." Gaishan tersenyum manis. Sekarang Fathiyah benar - benar lapar dan ingin segera makan. Makan orang yang merupakan penumpangnya ini. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN