Dini hari menyelimuti Paris. Rengkuhan di pinggang membuat Belle terperanjat. Ia membuka mata, refleks menahan napas, sebelum akhirnya sadar di mana ia berada—dan bersama siapa. Tegangnya mereda, berganti helaan lega. Tak lagi terdengar rinai hujan, namun aroma khas alam yang basah masih memenuhi udara, menyelinap masuk lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Lampu flat tak menyala, satu-satunya cahaya datang dari bias lampu kota yang menembus tirai tipis, memantulkan temaram di dinding. Belle mencoba melepaskan tangan Gyan dari tubuhnya, mengangkatnya sepelan dan selembut mungkin. “Diamlah.” Suara parau itu menyapa dari balik punggungnya. Dekapan di tubuhnya justru semakin erat, sementara sang pelaku sibuk menghidu surai lalu mengecup singkat pundaknya. Napas Belle tercekat, bulu

