“Aku siap berkencan denganmu,” ujar Belle, tenang. Tidak sepenuhnya begitu, karena debaran jantungnya pun sedikit di luar normal. Bruno nyaris tersedak napasnya sendiri. Sementara Gyan terlihat lebih lega—bahu bidangnya yang sebelumnya kaku, sontak melemas. Namun, belum sempat Gyan merespons, Belle menoleh ke belakang. “Chiara.” Seorang perempuan muda dengan kemeja putih tulang dan setelan blazer beige maju beberapa langkah hingga berdiri sejajar Belle. Surai hitamnya digulung sederhana. Wajahnya lembut hingga siapa pun akan mengira dia hanya seorang staf desainer. Namun, sekelebat tatapannya cukup membuat Bruno sadar perkiraannya salah. Perempuan itu setidaknya memiliki kemampuan setara dengannya. “Asistenku,” ujar Belle lagi. “Apa? Asistenmu?” balas Gyan. Ujung bibirnya tertarik ke

