Siang di Milan perlahan berakhir, mengingatkan Belle pada tirai beludru berat yang menutup panggung opera. Lampu-lampu di halaman rumah keluarga De Santoro menyala temaram, menciptakan bayangan pepohonan yang bergerak pelan diembus angin. Rumah itu masih menawarkan ketenangan, meski tak sedamai saat melewati hari bersama Gyan. Belle baru selesai merapikan perlengkapan menembaknya. Sarung tangan taktis, noise-cancelling headset, hingga senjata latihannya akhirnya tersimpan rapi dalam laci besi yang terkunci. Namun, pikirannya masih tertinggal di markas Stresa, di suara tembakan yang memantul di rongga d**a saat ia latihan… juga di wajah ayahnya saat mengingatkan; ‘Cinta itu pisau bermata dua, tesoro.’ Ia berjalan ke meja belajar yang menempel di samping jendela. Dari sana, ia bisa melihat

