Bagian 2

1079 Kata
“Aku bahkan lebih menyesal menikah denganku. Kamu bahkan tidak bisa memberiku keturunan, Clarissa. Aku akan menceraikanmu karena sekarang Vina tengah mengandung anaku.” Hening. Clarissa yang mendengar menatap Aiden dengan rahang mengeras, merasa kecewa dengan apa yang sudah didengarnya kali ini. Rasanya, semua rasa percaya diri dan juga cinta yang dimilikinya runtuh seketika, “Gila.” Hanya kata tersebut yang mampu keluar dari mulutnya. Dia benar-benar sulit untuk mengekspresikan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Sedih, kecewa dan menyesal menjadi satu dalam lingkup hatinya. Aiden yang mendengar hanya terkekeh kecil dan menatap Clariss lekat. “Iya, aku memang gila dan semua itu karena kamu. Selama enam tahun aku menikah dengan kamu, tidak satu orang anak pun hadir di rumah kita. Sedangkan dengan Vina, dia bisa memberiku anak,” sahut Aiden dengan wajah sombongnya. “Dan kamu bangga dengan hal itu?” tanya Clariss dengan air mata tertahan. “Kamu bangga karena sudah menghamili wanita yang bukan istrimu?” “Dia kekasihku,” tegas Aiden dengan mata menatap tajam. “Dia selingkuhan kamu, Aiden,” teriak Clarissa dengan tangan mengepal, menahan kesal dalam hatinya yang siap meledak. Hening. Hanya ada deru napas dari keduanya. Matanya menatap lekat ke arah Aiden—pria yang pernah dicintainya—dengan penuh kecewa. Bahkan, dia merasa kalau cintainya masih terjaga rapi di hatinya. Namun, hanya aku yang memilikinya, batin Clarissa dengan tatapan sendu. Aiden membuang napas pelan dan menatap Clariss lekat. “Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kamu, Rissa. Awalnya aku ingin tetap mempertahankan pernikahan kita karena aku berpikir, mungkin aku yang bermasalah. Namun, setelah kejadian ini, semua sudah terbukti. Bukan aku yang mandul, melainkan kamu,” ucap Aiden dengan saura datar. Clarissa memejamkan mata ketika mendengar hal tersebut. Namun, hasil kita menujukan kalau kita sama-sama sehat dan bisa memiliki anak. Hanya saja, kamu yang tidak pernah mau bersabar, batin Clarissa berteriak. “Jadi, aku putuskan akan menggugat cerai kamu secepatnya, Rissa. Kamu bisa kemasi pakaian kamu dan pergi dari rumah ini,” perintah Aiden dengan tatapan serius. “Kamu mengusirku?” tanya Clarissa lemah. “Kamu mengusir wanita yang sudah menemani kamu hidup bersama selama enam tahun ini? Menjalani hidup susah, hingga kamu menjadi sekaya ini?” Aiden memejamkan mata dan menarik napas dalam. Perlahan, dia mengembuskannya kembali, beriringan dengan mata terbuka dan menatap Clariss tajam. “Iya,” jawab Aiden singkat. Hancur. Itulah yang Clarissa rasakan. Air mata yang sejak tadi ditahan mulai tumpah. Pertahanan yang sejak tadi dipertahankan mulai luruh seketika. Rasanya begitu sakit hingga dia bahkan berharap napasnya berhenti saat ini juga. “Aku akan segera mengurusnya dan akan menikah dengan Elvina,” lanjut Aiden tanpa perasaan sama sekali. “Dan aku tidak peduli sama sekali,” desis Clarissa sembari melangkahkan kaki. ***** Clariss terdiam dengan mata yang masih menitikan air mata. Matanya menatap ke arah lampu perumahan yang terlihat dari kamarnya, menyaksikan sang suami yang begitu bersemangat keluar dari rumahnya, membuat rasa sakit yang dirasakan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Embuskan angin membuat Clarissa mengeratkan dekapan di tubuhnya. Sudah tidak ada lagi pria yang akan mendekap dan melindunginya ketika dia berada dalam masalah. Nyatanya, pria yang dulu selalu menjanjikan bahagia untuknya malah menumpahkan luka yang benar-benar menggores hatinya. “Malam ini, aku melepaskan seluruh cintaku untukmu, Aiden. Aku akan melupakanmu dengan luka yang sudah kamu buat. Aku bahkan tidak akan sudi melihatmu,” gumam Clarissa sembari memejamkan mata pelan, membuat air mata yang tersisa mulai mengalir melewati pipi mulusnya. “Malam ini. Hanya malam ini aku akan menangis untukmu,” lanjut Clarissa dengan rasa sesal yang mendalam. Dia mulai mendongak, menatap langit cerah dengan banyaknya hiasan bintang di sana. Bahkan, bulan seakan tersenyum dan tengah menertawakannya, membuat Clarissa tertawa seorang diri. Astaga, Tuhan. Apa untuk bahagia saja aku tidak diizinkan?, batin Clariss yang semakin luruh. Clarissa mendudukan tubuh di lantai balkon kamar dan menunduk lemah. Air matanya sudah berjatuhan, membuat lantai kering tersebut mulai terlihat basah. Menjadi saksi sakit yang tengah Clarissa alami. Menjadi saksi akan cinta yang perlahan membunuhnya. ***** Aiden memarkirkan mobil di sebuah rumah dengan lantai dua yang beberapa hari lalu dibelinya. Dengan tergesa, dia mulai keluar dari mobil dan menuju ke arah rumah tersebut. Wajah yang sejak di rumah terlihat murung mulai berubah ketika pintu rumah tersebut terbuka, menghadirkan Elvina dengan pakaian mini dan tidak menutup seluruh tubuhnya. “Sayang,” sapa Elvina dengan senyum sumringah. Tangannya langsung terbuka dan melangkah ke arah Aiden berada. Aiden yang melihat tersenyum lebar dan memeluk Vina erat. “Bagaimana kabar kamu, Sayang?” tanya Aiden sembari melepasakn pelukannya dan menatap Elvina lekat. “Maaf karena aku baru sampai malam. Aku ada banyak sekali pekerjaan di kantor,” lanjut Aiden dengan penuh penyesalan. Elvina yang mendengar mengangguk dengan tatapan lembut. “Tidak masalah, Aiden. Aku baik-baik saja,” jawabnya dengan nada manja. “Kamu tidak bosan?” tanya Aiden dan langsung mendapat gelengan dari arah Elvina. “Aku tidak bosan sama sekali, tetapi maaf tadi aku ke rumah kamu. Aku menemui Clarissa dan mengatakan bahwa aku tengah mengandung anak kamu,” jawab Elvina sembari memainkan dasi pria di depannya. “Tidak masalah, kan?” tanya Elvina dengan penuh permohonan. “Tidak masalah. Lagi pula aku memang berniat akan bercerai dengannya. Sudah terlalu lama aku menahan hidup dengan orang yang tidak bisa memberiku anak,” sahut Aiden tanpa rasa bersalah sama sekali. Elvina semakin bersorak riang mendengar hal tersebut. Dengan cepat, dia mendekap tubuh Aiden dan mencium bibir pria tersebut. Tangannya sudah dikalungkan ketika Aiden memperdalam ciumannya, mengabsen satu per satu isi di dalam mulut wanitanya. Sampai dia melepaskannya dan menghapus sisa saliva yang ada di bibir Elvina. “Lagi pula aku akan memiliki anak dari kamu. Anak yang selama ini aku damba-dambakan,” bisik Aiden tepat di depan wajah kekasihnya. “Kamu serius akan bercerai dengannya?” tanya Elvina memastikan. “Kamu tidak sedang berbohong denganku, kan?” Aiden menggeleng pelan. “Aku akan benar menceraikannya, Sayang. Aku akan menikahi kamu setelah itu,” jawab Aiden penuh keyakinan. “Namun, kalau nanti di ....” “Sudah,” sela Aiden dengan tatapan serius. “Jangan terus mengatakan tentang dia. Malam ini aku datang karena tidak mau berurusan dengan Clarissa. Aku sudah benar-benar bosan mendengar ocehannya. Jadi, bisa kamu jangan bicarakan dia lagi?” Elvina mengangguk setuju. Dia segera mendekat dan menatap mata teduh pria di depannya. “Aku bahagia karena kamu mau bertanggung jawab dan menjadi ayah untuk anakku,” ucap Elvina lirih. “Aku ayahnya, Vina. Jadi, aku akan bertanggung jawab dengan semuanya. Aku akan menyayangi kamu dan juga anak yang sedang kamu kandung,” sahut Aiden tidak kalah lirih. “Aku takut kamu tidak mau, Aiden. Karena istrimu,” ucap Elvina kembali. “Jangan mengatakan tentang dia. Malam ini aku mau menghabiskan waktu dengan kamu,” kata Aiden sembari membopong kekasihnya. Elvina yang mendengar hanya diam dengan bibir mengulum senyum. Dia memilih meletakan kepalanya di ceruk leher Aiden dan mengulas senyum tipis. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN