2. Pembuktian

1385 Kata
"Akan saya buktikan bahwa saya tidak main-main." David menyeringai, kemudian menarik leher Nayla dan hendak mencium bibirnya. Namun Nayla menepisnya dengan tegas. "I-itu bukan pembuktian. Saya minta Anda mengutarakan perasaan Anda ke saya di hadapan Bu Siska. Bisa?" Hampir saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Jantung Nayla bergetar tak karuan, hingga spontan mengucapkan hal itu kepada David. Nayla akui, David memiliki pesona yang bahkan siapa saja yang melihatnya akan terpukau karenanya. Tapi Nayla tidak ingin mengambil risiko. Hatinya tidak ingin kembali terluka seperti dulu. Entah kenapa, kejadian ini mengingatkannya pada Rendy, atasan dan juga mantan kekasih yang telah menghianatinya. David tersenyum miring melihat mata Nayla yang ketakutan. Ia lalu menjauhkan tubuhnya dari gadis itu. "Baiklah, ayo ke ruangan mama saya." Ajak David sembari melonggarkan dasinya yang terasa sesak. Nayla semakin terkejut dengan jawaban David. Namun akhirnya dia mengikuti David dari belakang, menuju ruangan Bu Siska. *** Setelah sampai di ruangan Bu Siska, David mengutarakan perasaannya pada Nayla di hadapan mamanya. David juga menjelaskan apa yang telah terjadi sebelumnya. "Apa!? David ini beneran kamu? Wah. Mama bahagia dan lega banget mendengarnya. Mama mengira kamu tidak tertarik dengan wanita, dan memilih menikah dengan berkas-berkas kantormu! " Ejek Bu Siska. Dia masih setengah tidak percaya. Untuk pertama kalinya dia melihat anaknya mengutarakan perasaan terhadap seorang wanita di hadapannya langsung. "Maaah.." Lirih David ke arah mamanya. Ia sedikit malu. "Nayla, apa kamu mau menerima David?" Bu Siska bertanya pada Nayla. Ia memegang kedua tangan Nayla sembari menganggukkan kepalanya, memberi isyarat supaya Nayla menerima lamaran David. "Ini terlalu tiba-tiba Tante. Bagaimana jika saya dan Pak David jalani saja dulu, pelan-pelan saja. Maksutnya jangan terburu-buru menikah. Karena saya belum begitu mengenal Pak David, dan saya masih ingin bekerja dulu." "Baiklah, Tidak masalah. Kita menikah setelah kamu sudah siap." Ucap David. "Aku harus sabar, jangan tergesa-gesa. Jangan sampai Nayla merasa curiga. Setidaknya, dengan begini aku masih bisa mengulik tentangnya" Batin David. "Nayla, saya akan senang sekali jika kamu menerima David. Kamu perempuan baik yang pernah saya temui. Dan David anak saya satu-satunya. Saya paham sekali seperti apa dia. Dia anak yang baik." "Memang dia pekerja keras sampai kadang lupa waktu, tapi baginya keluarga yang paling penting. Saya melihat kecocokan di antara kalian. Bahkan saat pertama kali saya bertemu kamu, saya langsung takjub dengan tingkah dan tutur katamu yang lembut." Lanjut Bu Siska. "Mama terlalu polos dengan menganggap orang asing baik. Kita belum tahu latar belakang dan tujuan dia, Ma." Batin David. Di lain sisi, Nayla merasa terharu dengan ucapan Bu Siska. Ia tidak pernah merasa sebahagia ini. Untuk pertama kalinya, ia diperkenalkan dengan keluarga seorang lelaki yang menyukainya. Dulu saat ia masih berpacaran dengan Rendy, Nayla tidak pernah diperkenalkan dengan salah satupun anggota keluarga Rendy. Namun sikap hangat Rendy membuat Nayla tidak mempermasalahkan hal itu. "Bersediakah kamu menjadi kekasih saya?" Ucap David memecah keheningan. Ia mengulurkan tangan kanannya ke arah Nayla. "Saya bersedia." Nayla membalas uluran tangan David tanpa ragu. Ia mengukir senyum manisnya kepada David, membuat David mengerjapkan mata sesaat, lalu membuang muka ke arah lain. "Saya antar kamu pulang. Sudah sore" Ajak David. Nayla membalas dengan anggukan kecil, ia masih merasa bahwa ini hanyalah mimpi. Bu Siska sangat bahagia melihatnya, berharap hubungan keduanya akan semakin dekat dan dipenuhi kebahagiaan. "Yuk, Ma." Ajak David. "Kamu sama Nayla duluan aja. Mama masih ada urusan, mama sudah suruh Jordi untuk menjemput mama." "Yaudah kalau gitu. Aku sama Nayla pergi duluan." David dan Nayla kemudian keluar dari ruangan Bu Siska. *** Kruuuk Suara perut Nayla yang membuat empunya spontan memalingkan wajahnya, ke arah jendela mobil, karena malu. David tersenyum menahan tawa melihat tingkah malu Nayla. "Cacing-cacingku kenapa kalian demo di saat yang tidak tepat sih?" Gerutu Nayla dalam hati. "Kamu lapar? Kita mampir makan dulu," Ajak David "Ti-tidak saya tidak lapar." Jawab Nayla berbohong. "Oh, yasudah. Saya kira kamu lapar." Ucap David datar, ia menahan tawanya dalam hati. "Oh, yasudah??? Bisa-bisanya dia jawab seperti itu, aku kan cuma basa-basi. Aku lapar bangeeet Pak Daviiid!!! Mampir makan dulu kek!" Nayla membatin Kesal. Beberapa saat kemudian mobil berhenti di sisi jalan, terlihat banyak pedagang makanan di sana. Aroma semerbak berbagai masakan tercium sampai dalam mobil. "Ada apa Pak? Kok berhenti?" "Saya mau turun sebentar, kamu tunggu di sini." Setelah menunggu hampir 15 menit, David masuk membawa lima kantong plastik berisi berbagai makanan yang baru saja ia beli, lalu menaruhnya di jok belakang. "Yah, tahu gitu tadi aku ikut turun. Pengen beli jugaaa! Pak David bener-bener cowok paling tidak peka yang pernah aku kenal. Laper banget, di kos cuma ada roti sisa kemarin lagi! Huh!" Batin Nayla kesal, perutnya sudah sangat lapar. *** "Berhenti di sini Pak. Sudah sampai." Ucap Nayla bersiap melepaskan sabuk pengamannya. David menepikan mobilnya di bahu jalan. "Di sini? Rumah kamu yang mana?" "Saya tinggal di kos, itu kos saya" Ucap Nayla sambil menunjuk sebuah kos-kosan kecil. "Kamu ngekos?" Tanya David. "Iya Pak, beberapa bulan lalu. Nggak kuat bayar tagihan apartemen. Hehe" Jawab Nayla dengan senyum polosnya. "Mata-mata ini sangat profesional, bahkan ia menyembunyikan alamat aslinya dan rela tinggal di kos kecil seperti ini. Yah, cukup menarik." Batin David. "Kalau begitu saya turun dulu Pak, terima kasih sudah mau mengantarkan saya" Nayla kemudian turun dari mobil, disusul David yang ikut turun. "Pak David kenapa ikut turun?" Tanya Nayla bingung. "Ini! Saya sengaja beli ini buat kamu juga," Jawab David seraya mengangkat kelima bingkisan yang ia beli tadi. "Saya ikut makan malam di sini bolehkan? Kalau makan di rumah nanti keburu dingin." Lanjutnya. "Kukira Pak David cowok paling nggak peka, ternyata aku salah." Batin Nayla menahan senyum salting. "Gimana, Bolehkan?" Tanya David sekali lagi karena belum mendapat jawaban dari Nayla. "Bo-boleh Pak, silakan masuk." *** Di ruangan 6×6 meter, Nayla dan David duduk berhadapan. Di hadapan mereka tersaji berbagai masakan yang diletakkan di atas meja kecil. "Maaf ya, Pak. Kamar saya tidak ada kursi, jadi kita makannya di lantai." "Tidak masalah. Saya sudah sangat berterima kasih, karena kamu mengizinkan saya masuk. Ngomong-ngomong, kamar kamu rapi banget." "Haha, Pak David bisa aja." "Kamu nggak ganti baju dulu?" Tanya David ketika melihat Nayla langsung duduk di hadapannya, tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu. "Ah, tidak. Saya masih nyaman seperti ini." Sebenarnya Nayla hanya merasa tidak enak, jika ia mengganti pakaiannya dengan pakaian santai, sedangkan David mengenakan pakaian formal lengkap, dengan jas yang masih melekat di tubuhnya. "Oh ya Pak, makanan sebanyak ini hanya kita berdua yang habisin?" "hu'um" Jawab David sambil mengunyah daging kerang. "Ini kenapa Pak David belinya banyak banget sih. sepertinya nggak akan kuat ngehabisin deh." Tanya Nayla dalam hati, membuatnya menelan ludah pasrah. Dan benar saja, beberapa saat kemudian Nayla dan David sudah tidak mampu lagi menghabiskan makanannya. Nayla terus memaksa David untuk membantu menghabiskan, namun David menggelengkan kepala, perutnya sudah terlihat sedikit membuncit. "Yaah, ini karena Pak David laper mata waktu beli makanan." Lirih Nayla, ia menyenderkan punggunya di tepi kasur. "Saya pikir kamu makannya banyak kalau lagi lapar." Ujar David. Nayla tidak menyahut. "Pak David," Panggil Nayla memecah keheningan. "Hmm?" David menyangga tubuhnya dengan tangan kanan, dan mengelus perutnya yang serasa ingin meledak. Sudah lama sekali, semenjak sibuk memikirkan keselamatan Bu Siska, ia tidak pernah makan sampai hampir tidak bisa nafas seperti ini. "Terima kasih banyak untuk hari ini, saya sangat senang." Ucap Nayla dengan senyum manisnya. David lalu menoleh ke arah Nayla. "Bentar." Lirih David sambil memajukan tubuhnya ke arah Nayla. Nayla sedikit memundurkan tubuhnya saat wajah keduanya semakin dekat. Tangan kanan David meraih ujung bibir Nayla, membuat wanita itu menahan nafasnya. "Ada sisa saos di sini." Ucap David seraya mengusap sisa saos di ujung bibir Nayla. Nayla menghembuskan nafas lega, meski jantungnya masih terpompa tak beraturan karena wajah mereka masih sangat dekat. "Pak David, awas!" Teriak Nayla ketika melihat jas David masuk ke dalam mangkuk berisi sayur. Spontan ia mendorong David hingga terjungkal ke sisi kanan. Menyadari kesalahannya, Nayla menghampiri David yang terjungkal, meraih kedua bahu pria tersebut, dan hendak mengangkatnya. Namun tiba-tiba, "Pak David!" Teriak Nayla sesaat sebelum terjatuh. BRUK!!! Tanpa sadar David menarik bahu Nayla, hingga Nayla tersungkur di atasnya. Ia mampu merasakan detak jantung wanita di hadapannya dan juga aroma parfumnya yang lembut. "Jangan panggil saya Pak David. Panggil saya David saja, saya kekasihmu." Lirih David dengan suara beratnya. Tanpa sadar ia menarik ikat rambut yang dikenakan Nayla, membuat rambut yang dikuncir kuda tergerai karenanya. "D-David," Lirih Nayla tanpa memalingkan matanya ke arah mata David.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN