-Pagi harinya-
"Maaf. Mengenai kejadian tadi malam saya terbawa emosi. Saya tidak suka melihat kamu berpelukan dengan laki-laki lain."
Ucap David yang tengah duduk di tepi kasur Nayla. Ia merasa bersalah dengan kejadian tadi malam.
"Nggak papa, itu wajar. Saya yang salah karena belum membuang fotonya."
"Wajar?"
David mengerutkan dahinya, merasa aneh dengan jawaban Nayla.
"Iya. Wajar kalau kamu cemburu. Saya kan pacarmu."
"Uhuk! Uhuk!"
Mendengar ucapan Nayla, spontan David tersedak.
"Kamu kenapa?"
Tanya Nayla khawatir, sembari menepuk-nepuk punggung David.
"Ah, tidak apa-apa."
"Aku cemburu? Mana mungkin aku cemburu sama mata-mata Rendy."
Batin David mencoba mengelak.
"Tapi bagaimana kamu bisa kenal Rendy? Apa dia pernah jadi partner bisnis kamu?"
Tanya Nayla, namun tidak ada jawaban.
"Hari ini kamu ada acara apa?"
David mengalihkan pembicaraan.
"Saya mau nyari kerja. Kemarin kan lamaran saya ditolak."
Balas Nayla memberi ekspresi sedih yang dibuat-buat.
"Kamu nyindir saya?"
Nayla hanya nyengir kuda.
"Tadi Mama kirim pesan, mau ajak kamu pergi, dia nunggu kamu di rumah. Kamu bisa kan? Saya akan antar kamu, sekalian mau ganti baju."
"Bisa sih, kalau gitu aku mau siap-siap dulu."
Jawab Nayla.
***
"Wah, di sini rame banget, Tan."
Ujar Nayla setelah turun dari mobil Bu Siska.
"Iya dong. Hari ini kan ada pembukaan Coffee Shop milik kamu."
"Coffee Shop milik saya?"
Tanya Nayla bingung.
"Iya, hadiah dari saya buat kamu."
Jawab Bu Siska enteng.
"Tante bercanda?"
"Buat apa bercanda? Saya serius. Coffee Shop itu milik kamu, hadiah dari saya."
"Ah, jangan Tante, itu terlalu berlebihan. Saya jadi karyawannya aja sudah seneng kok."
Bu Siska menggelengkan kepala.
"Mulai hari ini kamu yang akan kelola Cofee Shop ini, kemarin waktu kita di mobil kamu cerita pengen punya Coffe Shop sendiri kan? Dan saya sangat senang jika bisa mewujudkannya untukmu. "
"Benarkah? Tante baik banget. Terima kasih banyak Tante. Aku nggak bisa berkata-kata lagi. "
Ucap Nayla terharu.
"Nggak anak, nggak mamanya, kenapa selalu bikin kejutan sih?"
Batin Nayla seraya memeluk Bu Siska. Matanya berkaca-kaca, ia merasa bahagia akhir-akhir ini.
***
-Malam harinya-
"Ting!"
Suara notifikasi dari HP Nayla.
[David : Aku di depan kos kamu.]
"Dia ngapain malam-malam ke sini?"
Nayla kemudian berlari keluar menghampiri David.
"Makan malam!"
Seru David sambil menenteng 2 bungkus makanan setelah melihat kedatangan Nayla.
"Tapi aku udah makan, kenapa repot-repot?"
"Jangan buat pacarmu ini kecewa, Nayla."
Ucap David memelaskan wajahnya.
"Baiklah."
Jawab Nayla lalu mengulurkan tangannya hendak menerima bungkusan.
"Aku juga mau makan malam di sini, bolehkan? "
Setelah berfikir sejenak, Nayla tersenyum lalu menjawab dengan anggukan kepala.
Mendapat persetujuan dari Nayla, David spontan memajukan tubuhnya dan mencium kening Nayla. Membuat wanita itu sedikit terpaku karenanya.
***
"Ngomong-ngomong, tadi pagi mama ngajak kamu ke mana?"
Tanya David setelah mereka selesai makan malam.
"Tante Siska nggak ngasih tahu kamu?"
"Enggak tuh."
Nayla menceritakan kejadian tadi pagi.
"Jadi seharian ini kamu sulit dihubungi karena sibuk dengan Coffe Shop barumu?"
Tanya David setelah mendengar cerita Nayla.
"Yaa.. Bisa dibilang begitu. Tapi sebenarnya aku merasa kurang enak dengan kebaikan Bu Siska."
"Kenapa?"
"Buatku itu terlalu berlebihan. Tapi aku sangat beruntung dipertemukan dengan kalian berdua."
"Sekarang kamu tahu kan, kalau mama itu orang baik. Kamu pasti bakal nyesel karna bersekongkol dengan Rendy dan berencana mencelakainya."
Sinis David dalam hati.
"Aku juga sangat beruntung dipertemukan dengan kamu."
Ujar David lalu meraih tangan Nayla dan menggenggamnya.
Ia sebenarnya bingung, kenapa Coffee Shop milik mamanya dan Bu Dian bisa menjadi milik Nayla seutuhnya.
"Besok kamu mau nggak main ke Coffee Shop baruku? Kamu belum pernah ke sana kan? "
Tanya Nayla.
"Pengen banget sih. Tapi sayangnya besok aku ada urusan di luar kota."
"Luar kota? Berapa hari? Bakal kangen dong. "
Nayla memanyunkan bibirnya.
"Uuuh, iya nih. Makanya malam ini aku mau nginep di sini. Bolehkan?"
Tanya David seraya mencubit kedua pipi Nayla.
"Nggak boleh."
"Kenapa?"
"Aku nggak mau kalau nanti kamu tiba-tiba marahin aku kayak kejadian tadi malam. Kamu serem tauk. Aku takut."
"Maaf.. waktu itu aku terbawa perasaan. Habisnya kamu pelukan sama Rendy mesra gitu sih. Sama aku aja nggak pernah"
"Yasudah, sini."
Nayla melebarkan kedua tangannya, menawarkan pelukan.
"Nanti kalau udah aku peluk, aku nggak mau lepasin lho."
Goda David.
"Hahaha. Yasudah nggak jadi. Kamu pulang gih. Udah malam."
Ucap Nayla sembari mendorong pelan bahu David.
"Kamu ngusir aku? Aku jadi sedih."
"Daviiid! Udah ah. Aku serius. Udah malem, buruan pulang."
"Yasudah deh, aku pulang. Awas nanti kangen. Hahaha"
Tawa renyah David membuat Nayla menggelengkan kepalanya dan tersenyum malu.
"Hati-hati di jalan, Sayang." Ucap Nayla.
"Sas-sayang??"
Lirih David. Wajahnya memerah karena tersipu.
Melihat Nayla yang malam ini terlihat sangat manis, membuat David tidak tahan untuk menghampiri Nayla dan mencium bibirnya sekilas.
Nayla membulatkan matanya. Meskipun hanya sekilas, ia mampu merasakan bibir David yang lembut dan terasa dingin.
"Maaf. A-aku pulang sekarang."
David lalu berlari menuju mobilnya. Meninggalkan Nayla yang masih mematung di tempatnya.
"Baru kali ini aku sulit mengontrol perasaanku. Aku harus bergerak cepat mencari kebenaran tentang Nayla. Jangan sampai perasaanku menjadi boomerang di kemudian hari."
Batin David setelah memasuki mobilnya.
***
-beberapa hari kemudian. di kafe.-
"Pagi, Tante."
Sapa Nayla kepada Bu Siska yang tengah duduk. Hari ini Bu Siska mengajak Nayla bertemu di Cofee Shop miliknya.
"Pagi juga Nayla. Sini duduk."
Ucap Bu Siska.
"Tumben pagi-pagi udah ajakin ketemuan. Ada apa nih, Tan?"
Ujar Nayla sembari menarik kursi yang berada di depan Bu Siska.
"Saya mau kenalin kamu sama seseorang."
"Seseorang?"
"Iya. Bentar lagi sampai. Ngomong-ngomong, kafe ini dulu milik saya dan mamanya. Tapi, beberapa bulan lalu mamanya meninggal. Dan dia belum sempat melihat kafe ini resmi dibuka."
Bu Siska menyeka air matanya yang tidak sengaja menetes.
"Beberapa bulan lalu anaknya memberikan hak kepemilikan seluruhnya ke saya." Lanjut Bu Siska.
"Dia baik banget, Tan. Tapi kenapa dia nggak lanjutin aja usaha Coffee Shop ini bersama Tante?"
"Dia sibuk sama perusahaannya. Selain itu, dia memang ingin kasih usaha ini ke saya secara utuh. Oh iya, dia temannya David juga lho. "
"Wah, mereka pasti berhubungan sangat baik ya, Tan."
"Dulu iya, tapi Tante rasa akhir-akhir ini mereka jarang banget ketemu. David juga sudah nggak pernah membicarakan dia."
Tidak berselang lama, seseorang yang hendak diperkenalkan Bu Siska berjalan dari belakang Nayla, dan menyapa Bu Siska.
"Halo, Tan. Gimana kabarnya?"
Nayla mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Membuat debar jantungnya tiba-tiba berdetak kencang.
"Baik, sini duduk dulu."
Bu Siska yang melihat kehadirannya lalu mempersilakan pria itu duduk di kursi sebelah Nayla.
Mata Nayla dan mata pria itu bertemu. Keduanya terbelalak melihat siapa yang berada di hadapannya sekarang.
"Rendy?"
"Nayla?" Kejut mereka bersamaan.