Chapter 03

2684 Kata
"Ketok, Ar!" Ujar Nathan, Ardhan menatap pintu besar tersebut. Dengan segenap keberanian ia mengetuk pintu itu. Ardhan mundur beberapa langkah untuk berdiri sejajar dengan Nathan ketika pintu mulai terbuka. "Cari siapa anak-anak?" Tanya seorang pria, siapa lagi kalau bukan ayah mereka. Ardhan dan Nathan memperhatikan Arkan dari atas sampai bawah. "Jika kalian hanya memperhatikan tanpa berbicara juga, pintu ini akan saya tutup!" "EH, TUNGGU!" Teriak Ardhan dan Nathan ketika pintu tersebut ingin di tutup oleh Arkan. "Emm- Pi? Kita, mau keluar." Pamit Nathan. "Kalian mau ke mana?" Tanya Arkan seraya menyisir rambutnya yang berantakan menggunakan tangan. "Ya keluar, jalan-jalan bareng temen. Nongkrong, gak jadi ke club." Jawab Ardhan sembari melirik ke dalam kamar orangtuanya. "Ya udah, bagus jangan ke club. Have fun Twins." Nesya mengerenyit melihat Arkan berdiri di ambang pintu kamar, ketika berbalik dan menyadari jika Nesya ingin berjalan keluar kamar, Arkan langsung menghadang nya. "Kamu mau ke mana sayang?" Tanya Arkan. "Tadi Ardhan sama Nathan kan? Awas dulu dong, aku mau ngomong sama mereka." "Jangan lama-lama!" Ucap Arkan, Nesya mengangguk seraya mengangkat jempolnya. "Ardhan, Nathan?" Panggil Nesya sebelum kedua laki-laki itu berjalan menuju garasi. "Kenapa, mi?" Tanya Nathan. "Kalian mau pergi ke mana?" "Jalan-jalan bareng temen, abis itu mau ke Starbucks. Emang kenapa? Mami mau titip sesuatu?" Tanya Ardhan. "Enggak, pulangnya jangan malem-malem. Ya walaupun besok libur, jangan malem-malem pulangnya ya?" Ardhan dan Nathan mengangguk sambil tersenyum lalu mencium pipi Nesya sebelum mereka pergi. Keempat cowok yang diberi anugerah ketampanan luar biasa, duduk di sebuah tempat tongkrongan anak remaja sambil tertawa. Adit dan Nino duduk seraya merokok, sedangkan Ardhan dan Nathan duduk seraya minum. Bukan minuman alkohol yang dimaksud di sini, melainkan minuman softdrink. "Si Rio kemana nih? Kok gak keliatan?" Tanya Ardhan. "Tau tuh anak, katanya dia bakal nyusul nanti, padahal ini udah jam 9 lewat." "Haiii, saya Rio, dan ini adik saya Nino." Sempat bingung dengan perkataan Rio, Nino pun membalasnya. "Betul! Betul! Betul! Ini kisah DIA SENDIRI!!" Nino menjitak kepala Rio, sedangkan yang lainnya terbahak-bahak melihat tingkah kedua laki-laki itu. "Dari mane aja lu, tong?" Tanya Nathan. "Tong? Tong ape? Tong sampah?" Balas Rio sambil menghidupkan rokoknya. "Lo abis ngapain, Yo?" Tanya Ardhan sembari memperhatikan penampilan Rio. "Abis olahraga, capek banget. Tapi manfaatnya itu cuy! Gila...gila!" Ardhan, yang sedikit waras lebih memilih untuk diam, sedangkan Nathan, Nino, dan Adit mulai kepo dengan Rio. "Ih, parah lu!" "Kasihan sekali gadis itu!" "Gue ngerti kok gimana posisi lo tadi!" Rio terkekeh mendengar berbagai ucapan dari teman-temannya. "Lagian dia suka rela aja kok." Ucap Rio dengan menghembuskan asap rokok ke udara. "Ar?" Panggil Rio kepada Ardhan yang hanya diam sambil bermain ponsel. "Hmm?" Tanya Ardhan tanpa menatap Rio. "Lo gak bosen di level segitu mulu?" "Maksud lo?" Tanya Ardhan tidak mengerti karena sekarang ia sedang tidak bermain games, melainkan mengecek sosial media nya. Ardhan, jika sudah memegang ponsel akan lupa sama lingkungan sekitarnya. Kalau orang yang belum mengenal sosok Ardan yang sesungguhnya, pasti mengira jika cowok itu adalah cowok pendiam. Dan itu tidak benar! Ardan, jika sudah memegang ponsel akan lupa sama lingkungan sekitarnya! Termasuk dengan keluarga, dan teman-temannya. Tapi, kalau dengan pacar? "Gue aja udah naik nih level gue, padahal gue baru mulai. Masa elo yang udah lama mulai, gak mau naik ke level yang lebih tinggi." Ardhan menghembuskan napas mendengar ucapan berbelit-belit Rio. "Lu ngomong apa sih, nyet?" Tanya Ardhan geram, keempat cowok itu langsung tertawa geli. Rio menjatuhkan rokoknya ke tanah lalu menginjaknya. Ia berjalan mendekati Ardhan dan duduk di samping laki-laki itu. "Simpen dulu iPhone baru lo ini, gue mau ngomong serius!" Ucap Rio, dengan malas Ardhan memberikan ponselnya kepada Nathan. "Aseek iPhone terbaru!! Poto kali Nat, Poto! Nyobain hape mahal dulu kita!" Nathan tertawa sambil mengangguk. "Belom ada sebulan gue tebar pesona sama cewek-cewek, tapi gue udah bisa narik beberapa orang cewek ke kamar, bahkan ada yang suka rela. Elo, yang udah mulai dari kelas 10, enggak juga narik cewek. Padahal cewek yang sering lo baperin, semok-semok, bohay, cantik. Kenapa lo gak mau narik mereka ke level selanjutnya?" Tanya Rio dengan suara pelan karena di sekitar mereka cukup ramai. Ardhan melirik Nathan, Adit, dan Nino yang sedang ber-selfie ria dengan ponselnya. "Sengklek!!" "Enggak lah, gue gak berani. Lagian gue cuma untuk senang-senang aja, Yo. Dan, mereka juga tau kok kalo gue ini cuma becanda aja. Mereka juga gak keberatan kok, malah cewek-cewek itu seneng gue baperin. Seenggaknya bikin mereka baper lebih baik dari pada bikin they not virgin again!" Rio tertawa mendengar jawaban temannya. "Badung-badung gini, masih inget dosa lo ya." Ardhan mengangguk seraya tertawa. "Nat? Gue gak keliatan, geser dikit ke arah gue. Masa muka ganteng gue gak keliatan sih!" Omel Adit, Nathan mendengus kesal dan menggeser ponsel tersebut ke Adit. "Nah, gini kan keliatan muka ganteng gue. Dah, jepret dah!" Ujar Adit. Setelah selesai ber-selfie ria, Nathan langsung mengecek hasil foto mereka. "Ganteng banget yang baju biru!" Ucap Nathan. "Anjing! Gantengan yang baju merah kaleee!!" Ucap Adit. "Intinya, yang paling ganteng tu si Nino!" Nathan dan Adit langsung menoleh ke arah Nino yang tengah tersenyum angkuh. "TAII!!" Kata Nathan dan Adit bersamaan, sementara Nino terkekeh. "Nat?" Panggil Adit. "Apaaa?" "Lo sama Ardhan kok bisa mirip sih? Lo berdua kembar ya?" Tanya Adit dengan wajah polosnya. Nathan menatap datar temannya itu tanpa kedip. "Lo udah pernah kena sumpel sama bibir belom?" Tanya Nathan. "Waaah, belom Nat. Mau dong gue di sumpel pake bibir!" Jawab Adit dengan heboh. "Noh, bibirnya si Nemo!" Adit segera menoleh ke arah orang yang dimaksud oleh Nathan. "Ape lu liat gue?" Tanya Nino yang tidak mendengar obrolan antara Nathan dan Adit. "Gak papa!" Balas Adit singkat. "Ibab lo! Gue kira bibir siapa." Nathan terkekeh seraya mencubit pipi Adit. "SAKIT MONYET!" Teriak Adit sehingga membuat orang-orang yang mendengar teriakan itu langsung menoleh. "Lah, pada ngeliatin gue. Gue tau gue ganteng, gak usah di liatin juga!" Gumam Adit sambil memperhatikan ponsel yang ada di tangan Nathan. "Ganteng dari Hongkong?" "Hp gue, Nat?" Ardhan mengulurkan tangannya di depan wajah Nathan. "Yaelah, baru maen bentar!" Ucap Nathan sambil menatap Ardan. "Lo tega amat sama adek lo sendiri, baru maen bentar udah lo ambil lagi? Keliatan banget kan kalo gebetan lo segudang?" Ardhan terkekeh sembari mengangguk dan melempar Adit menggunakan kaleng minuman. "Che sekalian beliin juga, Nat." Kata Ardhan ketika mobil sudah berhenti di dekat Starbucks. "Emang mami ada bilang kalo Che ada nitip?" "Ya gak ada, Che kan suka minuman Starbucks, udah beliin aja. Jangan banyak tanya, gue bukan Pak ustadz." Nathan terkekeh mendengar ucapan abangnya dan melempar Ardhan menggunakan permen lalu keluar dari mobil. "s****n!" Gumam Ardhan sambil tertawa kecil ketika adiknya melempar sebuah permen. Beberapa menit kemudian, Nathan sudah kembali ke mobil dengan membawa minuman Starbucks. "Rio ngomongin apa tadi sama lo?" Tanya Nathan sambil meminum minumannya. "Gak ada, gak penting juga." Jawab Ardhan fokus menyetir. "Gak ada! Tapi ngomongnya sampe lama gitu. Gak penting! Tapi ngomongnya kayak serius gitu." Ardhan terkekeh mendengar ocehan Nathan. "Intinya gue sayang sama lo!" Ucap Ardhan, Nathan mengerucutkan bibir seraya melirik Ardhan. "Gue gak bakal duain elo, Nat. Hati gue cuma buat lo seorang, jangan takut kalo gue berpindah hati!" "Ya, ya, ya... I trust you!!" Nathan berdehem melihat Arkan dan Nesya yang tengah tertawa di ruang makan. "Seger banget keliatannya, Tuan Arkan dan Nyonya Nesya?" Tanya Nathan seraya mengambil segelas s**u yang ada di tangan Cheara. "Iiisss!" "Apa lo, Cemara?!" Nathan tersenyum menantang melihat tatapan sinis Cheara. "Namanya juga bangun tidur, ya pasti seger lah. Jangan malu-maluin papi, Nathan." Nathan mengacungkan jempolnya dan mengangguk karena ia sedang minum. "Kakak kamu bangunin, sayang." Ucap Nesya kepada Nathan. Tanpa mengucapkan nanti atau malas. Nathan kembali ke atas untuk membangunkan Ardhan yang masih tidur. Nathan membuka kenop pintu kamar Ardhan lalu membangunkan laki-laki itu yang masih meringkuk di balik selimut. "Ar? Bangun!" Ucap Nathan, Ardhan hanya menggeliat kecil. Karena AC kamar Ardhan masih menyala, hawa sejuk langsung menghanyutkan raga Nathan untuk kembali tidur. Nathan menggeser kaki Ardhan yang dengan serakahnya memakai seluruh sisi tempat tidur, Nathan berbaring di sebelah abangnya dan mulai memejamkan mata. "Kok gak turun-turun juga mereka? Liat sana." Ujar Nesya kepada Arkan. Dengan langkah lebar, Arkan berjalan menaiki tangga dan membuka pintu kamar Ardan. "Astaga!" Gumam Arkan ketika melihat kedua anak nya tertidur. "Ardhan? Nathan? Bangun! Wake up Adelard Twins!" Ucap Arkan seraya mematikan AC kamar Ardhan. Mendengar suara yang begitu tegas dari seorang pria. Ardhan dan Nathan membuka mata dan terkejut melihat Arkan sudah berdiri di hadapan mereka. "What are you doing, Dad?" Tanya Ardhan dengan suara serak, khas baru bangun tidur. "What are you doing, Dad? Ya bangunin kalian dong. Nathan, mami nyuruh kamu untuk bangunin Ardhan, kenapa kamu ikutan tidur?" "Nathan masih ngantuk, Pi." Jawab Nathan seraya berdiri. Ardhan juga ikut berdiri, Arkan sengaja diam saja saat melihat Ardhan berjalan mendekatinya. "Wooo, kamu mau nyosor papi, Ardhan?" Tanya Arkan sambil memegang kedua bahu anaknya. Ardhan membuka mata lebar-lebar dan kembali terkejut melihat Arkan. "Papi ngapain sih berdiri di situ?" Tanya Ardhan seraya mengucek-ngucek mata. "Lah, malah papi nya yang disalahin." Gumam Arkan. Arkan menatap Nathan yang masih berdiri termenung, pria itu merangkul bahu anaknya dan mengajak Nathan keluar dari kamar Ardhan. Saat menuruni tangga, Nathan melirik Arkan yang sedang memperhatikan nya. Mereka menuruni anak tangga bersamaan. Arkan, Nesya, Nathan, dan Cheara yang sudah berkumpul di ruang makan, menoleh ketika mendengar suara langkah kaki. "Pagi sayang, gimana tidur kamu semalam?" Tanya Nesya saat melihat Ardhan yang sudah berada di ruang makan. "Fine!" Jawab Ardhan dengan lirih. Kebiasaan Ardhan setiap pagi adalah, memeluk dan menciumi wajah Ibunya, kalau ada di rumah! Sedangkan Nathan? Hanya fokus kepada sarapannya. "Such a baby!" Kata Nathan ketika melihat Ardhan mencium wajah Nesya dan dengan manjanya memeluk Nesya. Arkan tertawa mendengar perkataan anak bungsunya. "Bilang aja kakak iri!" Ucap Cheara, Nathan menyipitkan matanya seraya menunjuk adiknya menggunakan garpu dan hanya diacuhkan oleh Cheara. "Nathan? Kamu belum meluk dan cium mami sayang." Kata Nesya. Nathan bangkit dari duduknya dan memeluk lalu mencium pipi Nesya. "Lu woy!" Nathan menyentuh bahu Cheara. "First!" Balas Cheara sambil menjulurkan lidahnya. "Mi? Papi gak di suruh nih?" Tanya Arkan. "Yaelah, ikutan aja! Bukannya hampir setiap waktu?" Tanya Nathan, Arkan dan Nesya hanya terkekeh. Ardhan hanya memotong-motong roti dengan pisau tanpa berniat memakannya. Ketiga orang itu terus saja memperhatikan Ardhan. "Lo gak bisa makan pake pisau ya? Sini gue potongin roti lo. Kayak orang susah aja gak bisa makan pake pisau." Kata Nathan. "Masa tadi waktu Ardhan mau ke kamar mandi, dia mau cium aku sayang." Lapor Arkan kepada Nesya. Ardhan hanya melirik dan mulai memakan roti nya. "Oh ya? Kamu mau cium papi sayang?" Tanya Nesya seraya tertawa kecil, sedangkan Nathan tertawa geli mengingat kejadian di kamar Ardhan. "Ih, kakak!" Cheara tertawa sambil menunjuk Ardhan dengan jari telunjuknya. "Untung tadi bibir papi gak monyong-monyong, coba kalo lagi monyong!" Tawa Nathan semakin keras ketika membayangkan hal itu. "Jangan kurang aja sama papi, Nathan!" Tegur Arkan, tawa Nathan mereda sambil melirik Ardhan yang hanya diam saja. "Are you okay, honey?" Tanya Nesya saat melihat wajah Ardhan yang sedikit pucat. "I'm okay, Mom!" Nathan menaruh tangannya di dahi Ardhan. "Panas, Ardhan sakit, mi." Nesya beranjak dari duduknya dan berdiri di sebelah Ardhan. Wanita itu memeriksa dahi, leher, hingga lengan Ardhan lalu menatap suaminya. "Pantes dari tadi Ardhan diem aja, biasanya ikut ribut kalo kita udah ngumpul. Lagi sakit ternyata." Ucap Arkan. Nesya memeluk seraya mengelus kepala Ardhan. Ardhan melingkarkan tangannya di pinggang Ibunya sambil menyandarkan kepalanya di perut Ibunya. "Kita ke dokter yuk?" Ujar Nesya. Belum sempat Ardhan membalas ucapan Nesya, Nathan sudah menjawabnya. "Ardhan gak mau, mi." Balas Nathan sambil memakan roti nya. "Harus mau! Biar Nathan telfon dokter Robby." Ujar Arkan dengan mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Nathan berjalan sendirian di koridor sekolah sambil menebarkan senyuman kemana-mana. Seorang orang cewek datang menghampiri dirinya. "Kakak, kak Ardhan atau kak Nathan sih?" Tanya cewek bermata sipit. "Lo anak kelas berapa? Sepuluh ya?" "Ih, kakak kok tau?" Nathan mengerutkan dahi melihat pipi gadis itu merona. "Kalo lo mau tau gue ini Ardhan atau Nathan, tanya aja sama anak kelas dua belas." Bisik Nathan lalu pergi, cewek tersebut menyentuh dadanya dan merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. "Kakak, kak Ardhan atau kak Nathan sih?" Tanya gadis itu dengan centil seraya memperhatikan punggung Nathan yang sudah berjalan menjauhinya. Nathan duduk diam di kursinya sambil memperhatikan Bu Cornelia, guru bahasa Perancis. Nathan melirik teman sekelasnya yang sudah mulai bosan dengan ocehan asing yang keluar dari mulut guru cantik tersebut. Mengapa mereka bosan? Tentu saja jawabannya; karena mereka tidak mengerti! Walaupun bahasa itu sudah mereka pelajari dari kelas sepuluh, tetap saja mereka tidak mengerti sampai sekarang. Sementara Nathan? Bahasa itu tidak membuat ia merasa bosan karena anak itu memahami apa yang diucapkan oleh Bu Cornelia. Jam istirahat, dua orang gadis berjalan terburu-buru untuk melangkahkan kaki menuju kawasan kelas dua belas. "Kita mau ke mana, Va?" Tanya seorang cewek berkacamata dengan rambut di ikat ekor kuda. "Kita mau ke kelas kak Nathan, Mil." Mendengar satu nama itu, membuat gadis berkacamata tersebut langsung menegang. "Enggak ah, aku gak mau!" "Mil? Temenin aku jenguk kak Ardhan." Pinta Vava. "Emang kamu siapa nya kak Ardhan? Kok pake di jenguk segala?" Tanya Milly. Vava tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Gadis berkacamata itu hanya pasrah saat tangan nya di tarik. Milly bergedik ngeri ketika melihat sekumpulan cowok sedang berdiri di depan kelas XII-IPA-1 sambil tertawa keras dan mengganggu beberapa orang yang lewat di hadapan mereka. "Vava? Aku gak mau ke sana!" Lirih Milly. Vava menggenggam erat tangan Milly dan mengajak gadis itu berjalan mendekati Nathan CS. "Selama siang, kak." Sapa Vava. Nathan dan yang lainnya langsung menoleh. "Eh, ada adek kelas yang imut-imut. Mau kemana?" Tanya Adit. "Mau ketemu sama kak Nathan." Jawab Vava, Nathan yang sedang duduk langsung bangkit berdiri sambil memperhatikan Vava. "Kenapa?" Tanya Nathan dengan menundukkan kepala karena Vava memiliki tinggi badan yang cukup pendek. "Eng- kita mau jenguk kak Ardhan, kak." Jawab Vava tanpa berani menatap Nathan. Pandangan Nathan beralih kepada gadis berkacamata. "Ardhan belom boleh di jenguk, besok-besok aja ya." "Oh gitu ya kak, ya udah deh. Kami permisi." Milly memejamkan mata saat Nathan menghentikan langkah mereka. "Lo berdua!" "Iya kak?" Tanya Vava. "Lo..." Tunjuk Ardian kepada Vava. "Pergi, biarin dia di sini!" Milly menggenggam erat buku yang ia bawa, apa yang ia takut kan kembali terulang dan akan terjadi pada hari ini. "Tapi-" "Lo gak boleh jenguk atau ketemu sama Ardhan sampe kapan pun!" Vava terbelalak, Milly langsung menatap wajah penuh penyesalan dari Vava. "Va?" Panggil Milly pelan, Nathan tersenyum saat Vava sudah pergi. "Jangan takut, Nathan gak gigit kok!" Kata Nino ketika melihat Milly menunduk. "Paling-paling cuma di bawa ke gudang sekolah." Milly semakin menunjukkan kepada mendengar ucapan Rio. "Jangan bikin anak orang jadi takut dong lo pada." Ujar Adit, Nathan yang sedari tadi hanya diam, memasukkan tangannya ke saku celana. "Ketemu lagi kita." Ucap Nathan. "Emangnya lo berdua udah pernah ketemu? Eh, dimana? Kok lo gak cerita ke kita-kita sih, Nat?" Tanya Nino. Nathan menoleh ke arah teman-temannya sambil tersenyum. "Ngapain gue ceritain si dangerous ini ke lo semua." Balas Nathan dengan senyum meremehkan. Milly semakin erat menggenggam buku nya. Ketiga teman Nathan, terbelalak mendengar ucapan laki-laki itu dan langsung menatap wajah Milly yang sudah pucat. "Kenapa keringet dingin gini lo? Takut ya?" Tanya Nathan pelan. "Nat, udah jangan di tanya-tanya mulu. Udah pucet itu muka nya, biarin aja di pergi." Kata Adit yang sedikit waras hari ini. "Gak bisa, Dit. Lo semua diem dulu!" Ujar Nathan. Nathan kembali menatap Milly, ia memperhatikan gadis itu dari bawah sampai atas. Terlihat sangat ketakutan gadis berkacamata itu. "Kalo di liat-liat, lo itu kayaknya polos banget, anak yang pendiem, mau di bilang nerd muka lo terlalu cantik. Dangerous girl!" Bisik Nathan. Sejak Nathan berhadapan dengan gadis itu, seluruh mata langsung terarah kepada mereka. Sayangnya, mereka tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Nathan. "Sekarang gue tanya, usahain jawab yang jujur. Kalo lo bohong, jangan harap lo bisa tenang selama sekolah di sini. Bisa?" Tanya Nathan. Milly hanya diam dan pasrah, apapun yang terjadi, ia tidak akan berbicara ataupun memberi tahu apa yang sudah Nathan lihat pada hari itu. "Ngapain lo kemaren di gudang? Sendirian, sambil megang d**a lo?" Milly memejamkan mata dan sedang berusaha untuk tidak menangis!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN