Chapter 04

1347 Kata
Krriiiinggg!!! Bel berbunyi begitu kerasnya di seluruh penjuru sekolah sehingga membuat murid-murid langsung masuk ke dalam kelas. Nathan berdecak kesal di dalam hati nya ketika mendengar bel masuk sudah berbunyi. Milly bernapas lega saat doa-doanya dikabulkan untuk yang kesekian kalinya. Gadis berkacamata itu tersentak kaget saat tangan seseorang menyentuh bahunya. "Masih ada besok! Besok! Dan besoknya lagi! Gue harap secepatnya lo jawab pertanyaan gue, jangan harap lo bisa tenang sebelum semuanya jelas! Gue kalo udah kepo kadang suka kebangetan." Bisik Nathan. "Masuk cuy!" Kata Nathan kepada ketiga teman nya. Rio dan Nino mulai berjalan berdampingan dengan Nathan untuk masuk ke kelas, sementara Adit masih diam di tempat dengan memandangi Milly. "Lo gak papa?" Tanya Adit seraya berjalan mendekati Milly. Milly hanya diam tertunduk tanpa berani menatap siapapun. Adit menghela napas saat Milly tidak menjawab pertanyaan nya. "Mil?" Panggil Adit dengan lembut. Tubuh Milly bergetar ketika namanya di panggil. "Mil- Milly takut, kak." Adit tersenyum miris mendengar nada bergetar dari gadis cantik itu. Adit mengulurkan tangan berniat untuk memberikan ketenangan kepada Milly dengan cara mengusap-usap kepala Milly. "Adit?" Tangan Adit terkepal dan segera menjauh dari kepala Milly. "Kenapa masih di luar?" Tanya Bu Dewi dengan galak. Pandangan guru itu beralih ke arah gadis yang sedang tertunduk. "Milly? Kenapa kamu tidak ke kelas? Bel masuk sudah berbunyi." "Eh, iya bu. Ini Milly juga mau kembali ke kelas kok." Kata Milly seraya membungkukkan badannya lalu permisi dan pergi. "Adduuh, sakit Bu!!!" Teriak Adit ketika telinganya ditarik oleh Bu Dewi sambil berjalan memasuki kelas. "NATHAN!!!!" Nathan mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil, ia menaikan sebelas alisnya saat melihat Rara berjalan dengan terburu-buru. "Apa sih? Jelek amat cara manggil lu!" "Bodo!" Ucap Rara saat ia sudah berdiri di hadapan Nathan. "Lu apain sepupu gue?" Tanya Rara seraya menaruh kedua tangannya di pinggang. Nathan mengerutkan dahi, "sepupu lo aja gua kagak tau anying!" "Milly! Dia sepupu gue! Pas istirahat tadi lo ganggu dia kan?" Rara mendekatkan jari telunjuknya ke wajah Nathan, lebih tepatnya pada hidung mancung laki-laki itu. "Oh, jadi dia sepupu lo. Gue gak ada ngapain-ngapain dia! Nyentuh dia aja gak ada, gak usah lebay deh lo." "Tapi lo bikin dia ketakutan b**o!" Ucap Rara semakin emosi. "Lu tau gak, omongan lo ini gak penting dan bikin waktu gue terbuang sia-sia." Nathan kembali membuka pintu mobil namun langsung dihentikan oleh Rara. "Jawab dulu pertanyaan gue! Lo apain sepupu gue sampe ketakutan gitu?" "Lo sengaja ya bahas soal ini biar bisa ngobrol sama gue? Hmm?" Tanya Nathan seraya tersenyum, senyum meremehkan. "Sumpah ya lo pede banget! Kalo bukan karena Milly gue ogah ngomong sama lo! Yang ada dosa gue bertambah terus setiap gue ngomong sama lo!!" Nathan hanya tersenyum. "Lo denger ya, Nat. Sekali lagi lo bikin Milly sampe ketakutan gara-gara lo, liat aja lo! Gue gak takut ya sama lo!" Rara mendorong tubuh Nathan karena laki-laki itu menghalangi jalannya. Nathan memperhatikan Rara dari belakang, "kita liat aja nanti!" Mobil BMW i8 berwarna hitam yang begitu mengkilap masuk ke pekarangan rumah dengan nuansa cat berwarna putih lalu memarkirkan mobilnya di garasi yang mampu menampung empat buah mobil. Nathan memasuki rumahnya sambil memainkan kunci mobil. Laki-laki itu tersenyum ketika melihat adiknya sedang menonton TV di temani dengan cemilan. Cheara memicingkan mata saat cemilannya diambil dengan paksa. "Bukannya belajar lu, kutu buku!" Kata Nathan. "Kakak aja gak pernah belajar sok-sokan nyuruh Che belajar, sadar dikit kek!" "Bawel lo!" "Papi sama mami mana?" Tanya Nathan. "Mami ke kantor lah, papi keluar bentar tadi katanya." Nathan hanya diam sambil ikut menonton TV. "Kak?" Panggil Cheara. "Paan?" "Lu punya cewek gak?" Nathan langsung menatap adiknya dengan menaikan sebelah alis. "Tumben lo nanya kayak gitu? Jangan bilang lo mau jodohin gue sama temen-temen lo kalo misalnya nanti gue bilang gue gak punya cewek." Ucap Nathan sambil menunjuk Cheara dengan mata yang menyipit. Cheara langsung menggelengkan kepalanya. "Apaan sih, Che kan cuma nanya. Ya kali Che bakal jodohin kakak sama temen Che sendiri, masih SMP gila!" "Lah, terus lu napa nanya kayak gitu?" "Che cuma pengen tau aja, kak! Gak kebayang aja kalo nanti lu punya cewek." "Lo manggil gue sesukanya aja ya. Kadang 'kakak' kadang 'lu' durhaka lo sama gue." "Susah ya ngomong sama lu! Ngeselin!" Kata Cheara sambil beranjak pergi. "Lah bocah!" Ardhan menoleh ke arah pintu saat pintu kamarnya terbuka. Nathan masuk seraya membawakan nampan yang berisikan makanan dan obat untuk kakaknya. "Tumben lo langsung pulang." Kata Ardhan. "Males aja gue keluyuran lagi." Balas Nathan sambil memberikan nampan yang ia bawa kepada Ardhan. Ardhan mengambil nampan tersebut dan mulai memakan makanan yang sudah Nathan bawa untuknya, mereka berdua sama-sama diam karena Ardhan sedang makan dan Nathan sibuk dengan pikirannya. "Ar?" Panggil Nathan seraya menatap lukisan abstrak yang ada di kamar Ardhan. "Hmm?" "Kemaren itu gue ada liat cewek, anak kelas sepuluh mungkin." "Lah, terus?" Tanya Ardhan sambil mengunyah makanannya. "Gue liat dia di gudang sekolah, dia duduk sendirian. Dan lo tau apa yang dia lakuin?" Nathan mengubah posisi duduknya yang menyamping menjadi menghadap Ardhan. "Gak lah b**o, kan cuma elo yang tau! Gimana sih." Nathan memicingkan mata kesal dengan jawaban kembarannya. "Lo kok gitu sih?" "Kok lo baper?" Tanya Ardhan. "Ah! Ilang mood gua!" "Yah, Nat! Jangan keluar dong, lo kok ninggalin gue sendirian? Ntar kalo gue pengen ini itu tapi gak ada siapa-siapa, gimana? Lo jangan pergi woy!" Teriak Ardhan ketika melihat Nathan berjalan keluar dari kamarnya. Ardhan menghela napas panjang karena Nathan tidak kembali ke kamarnya. Laki-laki yang masih berumur 17 tahun tersebut kembali makan tanpa ditemani oleh siapapun. "Coba aja gue punya cewek pasti gak merana gini gue." Ucap Ardhan kepada dirinya sendiri. Ardhan sudah masuk ke sekolah bukan karena kondisinya mulai membaik melainkan ia bosan berada di rumah tanpa ditemani siapapun. Laki-laki itu hanya duduk diam di bangkunya sambil mendengar ocehan teman-temannya yang sedang asyik membahas soal cewek, cewek lagi! "Gue suka gitu liat senyumnya, matanya, apalagi bibirnya! Menggoda gimana gitu." "Lah, lu suka liat senyumnya ato bibirnya? Kalo lu suka ama bibirnya berarti lo gak tulus dong suka sama dia!" Kata Adit seraya memukul kepala Nino. "Lu anjing banget sih!" Ucap Nino kepada Adit karena telah memukul kepalanya. Ardhan memperhatikan mereka hanya dengan senyuman kecil, bahkan sesekali ia hanya menghela napas. "Lu suka sama siapa, Nat?" Tanya Rio. Nathan menaruh jari telunjuknya di dagu seraya berpikir, seolah-olah sedang memikirkan sebuah masalah yang sangat berat. "Rara!" Rara yang mendengar namanya disebut langsung menoleh kebelakang, dimana biang kerok kelas plus sekolah berkumpul menjadi satu disana. "Apaan lo nyebut-nyebut nama gue, Dit?" Tanya Rara dengan sinis karena ia tidak ingin dijadikan bahan ledekan, sebab jika mereka sudah menyebut satu nama yang ada di kelas itu pasti si pemilik nama langsung menjadi sasaran empuk para biang kerok. "Hehe, Nathan su-" Nathan langsung menginjak kaki Adit yang kebetulan duduk disebelahnya. Adit membuka mulut lebar-lebar karena merasakan sakit yang amat dahsyat. "Pede banget lo nama lo disebut-sebut, emang nama kayak lo itu cuma satu? Banyak kaleee!!!!" Ucap Nathan sedikit histeris, Rara memicingkan mata lalu kembali duduk menghadap ke arah teman-temannya. "Monyet lu! Gue gak ada bilang ya kalo gue suka sama Rara! b*****t!!!" Maki Nathan. "Kan gue cuma nebak-nebak aja g****k! Kan lu sama Rara sering ribut tuh, kali aja lu berdua jodoh." Balas Adit sambil mencolek dagu Nathan. "Jijik banget sih lo!" Ucap Nathan kepada Adit, Adit hanya tersenyum menggoda sehingga membuat Nathan semakin jijik. "Eh, tapi gue denger-denger nih ya. Katanya Rara suka sama lo, Ar!" Nathan, Rio, Adit langsung menatap Ardhan yang sedang duduk bersandar di dinding kelas. Mereka menunggu bagaimana reaksi dari Ardhan setelah mendengar pernyataan dari Nino. "Bomat!" Balas Ardhan tidak perduli. Mereka tertawa mendengar balasan Ardhan yang terkesan cuek dengan ekspresi yang biasa saja. Lain halnya dengan orang yang duduk tidak jauh dari sekumpulan cowok-cowok tadi, Rara mendengar dengan jelas apa yang mereka ucapkan, apa yang Nino katakan dan apa yang Ardhan sampaikan. "Lo kenapa, Ra?" Tanya Bella, teman sebangku Rara saat tidak mendengar ocehan Rara lagi. "Eh, enggak, gue gak papa kok. Gue keluar bentar ya, gue mau ke toilet." Tanpa menunggu balasan dari teman-temannya Rara langsung keluar kelas dengan hati yang panas dan mata yang memerah. "Ternyata lo lebih jahat!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN