Flashback!
Seorang gadis berjalan sendirian sambil membawa buku-buku yang ada ditangannya dengan susah payah, tak jarang juga gadis itu mengeluh karena barang bawaannya yang tidak sesuai dengan badannya.
Brukk!
Gadis itu terjatuh dengan dikelilingi oleh buku-buku yang sudah berserakan dilantai.
"Eh, sorry. Lo gak papa kan, Ra?" Tanya seorang laki-laki seraya berjongkok.
Rara mulai menatap laki-laki yang ada dihadapannya dengan mata yang membara, siap untuk marah-marah. Namun niatnya terhenti saat melihat siapa yang ada dihadapannya, ia memperhatikan laki-laki itu mulai dari rambut, mata, hingga bibir. Setelah yakin dengan anggapannya Rara membuka suara.
"Ardhan?" Tanya Rara benar-benar memastikan, laki-laki itu tersenyum lalu mengangguk lalu membantu Rara berdiri.
Nathan mana mungkin kek gini! Batin Rara.
"Lo gak papa? Sorry banget ya tadi gue buru-buru." Kata Ardhan.
"Iya-iya, gak papa. Gue baik-baik aja, kumpulin tuh buku-bukunya! Kan elo tadi yang nabrak gue!" Jujur saja Rara tidak pernah berbicara dengan Ardhan kecuali jika ada perlunya, di kelas walaupun mereka duduk depan belakang Rara lebih sering berbicara dengan Nathan, sering ribut lebih tepatnya. Sebenarnya Rara juga takut-takut untuk menyuruh Ardhan mengumpulkan dan menyusun buku-buku yang berserakan, ia hanya ingin tahu apakah Ardhan dan Nathan itu selalu sama bukan hanya dari fisik melainkan dari sifat juga!
Selama ini Nathan paling anti jika disuruh-suruh olehnya, padahal Rara hanya meminta tolong kepada Nathan untuk mengambilkan pulpennya yang terjatuh di bawah meja Ardhan dan Nathan, namun dengan enggan Nathan menolaknya seraya berbicara, "punya tangan kan?"
Rara tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara Ardhan.
"Buku-bukunya udah gue kumpulin, udah gue susun juga." Rara menatap setumpuk buku yang ada dihadapannya, ia tidak percaya jika Ardhan menuruti perkataannya.
"Oh, oke thanks." Balas Rara dengan mengulurkan tangan untuk mengambil buku-buku yang ada di tangan Ardhan.
"Udah, gue aja yang bawa. Ini mau dibawa kemana?" Tanya Ardhan, Rara melongo tidak percaya dengan perkataan Ardhan.
"Ra?" Panggil Ardhan.
"Eh, buku-bukunya dibawa ke perpus, Ar." Ucap Rara. Ardhan mengangguk lalu mulai berjalan dengan diikuti oleh Rara dibelakangnya.
"Lo kok gak keluar?" Tanya Ardhan setelah ia menaruh setumpuk buku yang ia bawa di meja. Rara berdiri di rak buku sambil menggelengkan kepalanya.
"Gue mau nyusun buku ini dulu." Jawab Rara mulai menyusun buku dengan rapi. Aroma maskulin kembali menyeruak masuk kedalam hidungnya dan kembali terkejut ketika melihat Ardhan ikut menyusun buku.
"Lo, ngapain?"
Ardhan tersenyum, "biar gue bantu!"
*****
Rara menghapus air matanya dan menatap dirinya di cermin toilet sekolah, ia membasuh wajahnya yang memerah dengan air untuk menyegarkan wajah cantiknya.
"Seharusnya gue inget kalo dia emang paling jago bikin cewek-cewek baper!" Ucap Rara seraya terus membasuh wajahnya.
"Kenapa gue mesti ikut-ikutan baper cuma gara-gara dia bantuin gue bawa buku ke perpus terus bantuin gue nyusun buku!" Rara memejamkan mata, entah mengapa ia begitu frustasi dan merasa sakit hati dengan kata yang keluar dari mulut Ardhan. Bomat!
"Gue benci elo!!!!" Kata Rara sambil mengepalkan tangannya.
Aktifitas ngajar belajar terhenti saat melihat siswi dari kelas XII-IPA-1 yaitu Rara masuk sambil menunduk.
"Dari mana kamu, Rara? Kenapa baru masuk?" Tanya Bu Dewi.
"Emm... Maaf Bu, tadi saya dari toilet." Jawab Rara tanpa berani menatap Bu Dewi, guru matematika yang cukup ditakuti.
"Lain kali jika kamu terlambat masuk di jam pelajaran saya, tidak akan saja izinkan lagi kamu mengikuti pelajaran saya selama sebulan!" Ancam Bu Dewi agar Rara tidak mengulangi kesalahan lagi. Rara hanya mengangguk.
"Duduk!" Rara langsung berjalan menuju bangkunya, tatapannya terarah kepada laki-laki yang tidak membalas tatapannya sama sekali.
"Cabut lo kan?" Tanya Nathan sambil menyentuh bahu Rara menggunakan pensil. Rara yang duduk menyandar langsung menjauhkan tubuhnya dari sandaran bangku dan mendekatkan tubuhnya ditepi meja.
"Ar?" Panggil Nathan sambil fokus memperhatikan jalanan yang ada dihadapannya.
"Hmm?" Balas Ardhan dengan berdehem.
"Kemaren ada yang mau jenguk lo ke rumah pas lo sakit."
"Gak usah izinin! Males gue, paling cuma cabe-cabean sekolah yang dateng." Ucap Ardhan tanpa menatap Nathan.
"Terus..." Nathan menggantungkan kalimatnya sehingga membuat Ardhan menoleh dan menatap Nathan dengan menaikan sebelah alis.
"Kemaren itu juga gue ada liat cewek di gudang sekolah, duduk sendirian sambil megang dadanya. Gila kan!" Ardhan sedikit melebarkan matanya.
"Megang itu nya berarti dong?" Tanya Ardhan.
"Mungkin, gila ya megang barang sendiri! Kagak ada yang mau megang jadi dipegang sendiri deh." Ucap Nathan sambil tertawa.
"Padahal cantik sih ceweknya." Lanjut Nathan mengingat wajah gadis yang pernah ia lihat.
"Jangan bilang elo yang mau...?" Ardhan menatap adiknya sambil menyipitkan mata.
"Enggak lah! Bisa kelepasan kan bahaya!!"
"Anjing lo!" Kata Ardhan seraya memukul lengan Nathan, dan Nathan hanya tertawa.
Pandangan Nathan yang fokus ke arah jalan langsung menoleh ketika ia melihat sosok gadis yang pernah ia lihat di gudang sekolah.
"Lo liatin apa anjing ntar kita nab..."
Bruak!
"...brak!" Lanjut Ardhan.
Ardhan dan Nathan sama-sama terdiam, mereka baik-baik saja namun...
"Mobil gue!! Mobil gue b*****t!!!!" Maki Ardhan segera turun dari mobil.
Ardhan meremas rambutnya saat melihat kondisi mobilnya yang hancur pada bagian depan.
"Mati gue!" Gumam Nathan setelah melihat kondisi mobil yang ia bawa.
"Aduh! Kalian ini gimana sih? Mentang-mentang punya mobil mahal jadi seenaknya aja! Emang jalan ini punya bapak kalian?" Tanya pria setengah paruh baya.
"Bentar lagi bakal bapak gue beli ni jalan!" Timpal Nathan kepada pria yang mereka tabrak mobilnya.
"Eh-eh!!!! Mau kemana kalian? Ganti rugi dulu dong! Liat ini mobil saya juga penyok!" Teriak pria tersebut namun tidak di perdulikan oleh si kembar.
"Saya beliin yang baru kalo bapak mau!" Ucap Ardhan dari mobil seraya melewati pria tersebut yang masih berdiri di jalan dengan tatapan kesalnya.
"Dasar anak jaman sekarang!"
Setelah sampai di rumah dan memarkirkan mobil di garasi, Ardhan dan Nathan terus menatap mobil hitam yang sudah penyok serta lecet dengan tatapan meringis.
"Pokoknya lo yang ngomong! Lo yang tanggung jawab!" Ucap Ardhan kepada Nathan.
"Tapi Ar-"
"Kalian udah pulang." Ardhan dan Nathan langsung menoleh saat mendengar suara bariton yang sangat mereka kenali.
"Pa-"
Arkan membuka mulut lebar-lebar ketika melihat dengan sekilas mobil berwarna hitam tersebut lecet, ia segera menyingkirkan kedua anaknya yang menghalangi jalannya menggunakan kedua tangan.
"Mati!" Ringis Nathan sambil mencengkram erat bahu Ardhan.
Arkan semakin ternganga lagi setelah melihat dengan jelas kondisi mobil yang ia belikan beberapa bulan yang lalu, bukan hanya lecet tapi juga penyok!
"Pi?" Panggil Ardhan takut-takut.
Mereka menoleh saat mendengar suara tawa dari arah pintu yang terhubung dari rumah dan garasi mobil.
"Makin panjang dah!" Gumam Nathan.
Nesya berdiri di ambang pintu sambil melipat kedua tangan di depan d**a, Nesya tertawa ketika melihat ekspresi lucu dari wajah Arkan tanpa mengetahui apa penyebab yang membuat wajah Arkan seperti itu.
"Kamu kenapa sih? Kok ekspresi nya kayak gitu?" Tanya Nesya disela-sela tawanya. Ia berjalan menghampiri Arkan.
Nesya menautkan kedua alisnya saat Arkan tidak membalas tatapannya, mata Nesya pun ikut mengarah ke arah pandangan Arkan.
Wanita itu membelalakkan mata, Ardhan dan Nathan semakin takut dan cemas. Nesya memejamkan kedua mata lalu menoleh ke arah anak kembarnya.
"Siapa yang nyetir?" Tanya Nesya dingin.
Ardhan langsung menunjuk Nathan.
"Mi?"
"Mulai sekarang kalian gak boleh bawa mobil! Pergi sekolah diantar supir, mami, atau papi! Pulang dijemput! Uang jajan kalian mami kurangi, gak ada malam mingguan di luar! Suka gak suka kalian harus suka! Terima gak terima kalian harus terima!" Ucap Nesya mulai berjalan meninggalkan garasi mobil. Ardhan dan Nathan batal mengajukan protes saat Nesya mengangkat tangan kirinya menandakan Nesya tidak mau mendengar apapun.
"Pi? Bantuin!!!!" Ucap Nathan seraya memohon.
Arkan hanya diam seraya menatap kedua anaknya dengan frustasi, pria itu menghela napas panjang sambil menaruh kedua tangannya di pinggang. Ia kembali memerhatikan mobil yang ada dihadapannya lalu kembali menatap Ardhan dan Nathan yang membisu.
Ardhan-Nathan: "ketika masih mulus gengs!"
Pagi harinya, Ardhan dan Nathan sudah duduk di sofa sambil menunggu Cheara selesai memakai sepatu dan Nesya yang sedang menelepon seseorang. Ardhan memperhatikan adiknya dengan menaruh kedua tangan di bantal kecil yang ada di sofa, sementara Nathan memperhatikan adiknya dengan menyangga pipinya menggunakan punggung tangan.
"Che udah siap, mi!" Ucap Cheara dengan semangat. Ia memperhatikan kedua kakaknya yang sedang menatap dirinya.
"Kakak kok belum berangkat ke sekolah? Nungguin Che ya? Tapi Che berangkat nya sama mami, Che gak mau berangkat ke sekolah bareng kakak kalo kakak masih pake mobil yang cuma muat untuk dua orang, terus Che duduknya bingung mau dimana! Lebih bagus Che sama mami aja!" Ucap Cheara yang belum mengetahui kejadian semalam.
"Kan lo bisa duduk di pangkuan gue" Balas Nathan masih setia dengan posisinya.
"Che malu ah, gak mau!"
"Mulai sekarang kakak-kakak kamu gak akan pakai mobil itu lagi sayang." Kata Nesya sambil memasukan ponselnya ke dalam tas.
"Oh ya? Emang kenapa, mi?" Tanya Cheara ingin tahu.
"Karena mobil mereka udah di jual, jadi mereka gak punya mobil lagi." Jawab Nesya dengan tersenyum.
"APAAA???"