Chapter 06

2073 Kata
"Semangat sekolahnya sayang." Ucap Nesya kepada Cheara ketika mereka sudah berada di depan sekolah Cheara. "Siap, mi!" Cheara mencium punggung tangan dan pipi Nesya, saat Cheara mulai keluar dari mobil tas yang Cheara gunakan langsung ditarik oleh kedua kakaknya. "Mau jadi adek yang durhaka?" Nathan mengulurkan tangan kanannya, begitu juga dengan Ardhan. Gadis cantik itu memutar kedua bola matanya lalu mulai mencium punggung tangan Ardhan dan Nathan bergantian. Ardhan tersenyum ketika Cheara mencium pipinya, hanya dirinya sedangkan Nathan tidak. "Kok lo jahat banget sih sama gue?" Tanya Nathan dengan protes. "Abisnya kakak ngeselin sih, ya udah Che mau masuk, bye!" Ketika Cheara sudah keluar dari mobil, Ardhan langsung pindah ke jok mobil bagian depan, tepatnya ia duduk di samping Nesya. "Mi? Mobilnya beneran dijual?" Tanya Ardhan dengan wajah memelas. "Kalian pikir mami bohong?" Balas Nesya mulai fokus menyetir. "Mami kok tega sih?" "Tegaan kalian dong selalu bikin mami sama papi pusing gara-gara ulah nakal kalian itu!" Ardhan dan Nathan hanya diam, 15 menit kemudian Nesya memberhentikan mobil tepat di depan gerbang sekolah kedua anaknya. "Belajar yang bener, jangan nakal! Jangan cabut! Jangan suka nyari masalah! Pokoknya jangan bikin ulah!" Ucap Nesya sambil menatap Ardhan dan Nathan. "Iya, mi." Balas Ardhan dan Nathan bersamaan. Nesya masih di dalam mobil untuk memantau kedua anaknya untuk memastikan Ardhan dan Nathan masuk ke dalam sekolah. Nesya menautkan kedua alisnya ketika melihat Nathan berbicara dengan seorang gadis berkacamata dengan ekspresi yang sedikit emosi, sementara Ardhan hanya diam. "Lo tau, gara-gara lo mobil gue sampe penyok dan akhirnya dijual! Itu semua gara-gara lo!!!" "Ma-maaf, kak. Tapi kan Milly gak tau kalo itu semua gara-gara Milly, Milly juga gak merasa kalo kejadian itu terjadi karena Milly." Nathan membelalakkan mata. "Coba aja lo langsung jawab pertanyaan gue soal ngapain lo di gudang waktu itu pasti gue gak bakal penasaran sampe sekarang!" "Emang lo ngapain di gudang?" Tanya Ardhan. "Eng-" "Ardhan! Nathan!" Mendengar namanya dipanggil kedua laki-laki itu langsung menoleh. "Mami? Mami belum pergi?" Tanya Nathan. "Kenapa kalian gak langsung masuk? Kenapa kalian malah marahin anak orang? Liat, dia sampe ketakutan gara-gara kalian ya!" Omel Nesya. "Kamu gak papa?" Tanya Nesya kepada Milly. "Gak, gak papa kok Tante." Jawab Milly sambil tersenyum. "Kan kita gak ada ngapain-ngapain dia, mi. Ya gak papa lah dia!" Ucap Nathan. Ardhan hanya mengangguk kecil. "Udah, diam kamu! Sekarang masuk sana!" Ujar Nesya kepada kedua anaknya. "Maafin anak-anak Tante ya, mereka emang suka keterlaluan, tapi aslinya mereka itu baik kok, ya walaupun gak baik-baik amat sih." Milly tertawa mendengar ucapan Nesya. "Iya Tante, gak papa kok. Ya udah Milly masuk dulu ya Tante, permisi." Nesya mengangguk seraya tersenyum, ia memperhatikan gadis itu dari belakang sampai akhirnya tidak terlihat lagi barulah Nesya kembali ke mobil. "Kayak pernah liat dia." Gumam Nesya. "Pokoknya kita harus cari tau!" Bisik Nathan kepada Ardhan, Ardhan mengacungkan jempolnya karena sedang memperhatikan guru yang tengah menjelaskan di depan kelas. "Sssttt?" Nathan memanggil Rara yang duduk dihadapannya. "Budeg kali ya ni orang." Gumam Nathan, ia menyentuh bahu Rara berkali-kali sampai akhirnya gadis itu berbalik menghadapnya. Deg! Bukan Nathan yang ada dibelakangnya, tapi Ardhan. Ardhan yang biasa duduk di bagian kanan barisan berpindah ke bagian kiri, begitu juga dengan Rara. Ardhan menatap Rara sambil menunjuk Nathan. Keep calm! "Apaan?" Tanya Rara dengan ketus kepada Nathan. "Minta kertas selembar dong." Rara hanya menatap Nathan dengan datar lalu kembali duduk menghadap depan. "Ra? Gibel?" Panggil Nathan lagi. "APAAN SIH???" Tanya Rara dengan cukup kuat sehingga membuat seisi kelas menoleh kearahnya, termasuk guru. "Pffftt..." Nathan tertawa sambil menutup mulutnya menggunakan tangan karena ia berhasil membuat Rara kesal dan berhasil mengundang perhatian seisi kelas. Rara memutar tubuhnya menghadap depan seraya mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Ada apa, Rara?" Tanya Bu Rika, guru kesenian. "Gak Bu, gak ada apa-apa kok. Tadi refleks aja." Jawab Rara dengan cengiran. Rara bernapas lega ketika Bu Rika tidak memperpanjang masalah tersebut, guru cantik itu kembali melanjutkan pelajarannya yang sempat terhenti akibat ulah Nathan! Ketika jam istirahat tiba, sebagian penghuni kelas XII-IPA-1 ada yang di dalam kelas dan ada yang ke kantin. Rara dan teman-temannya berada di kelas sambil mengobrol sementara Nathan dan yang lainnya pergi ke kantin. "Ra?" Panggil seseorang, Rara yang sudah hafal dengan suara tersebut tidak menoleh sama sekali. "Ra?" Panggilnya sekali lagi. "Apaan sih? Lo dari tadi sibuk manggil gue terus! Lo mau apa sih?" Tanya Rara geram. Laki-laki yang menjadi lawan bicaranya hanya menaikkan sebelah alis. "Mau apa lo?" Tanya Rara dengan kesal. "Lo dipanggil pak Heru ke kantor." Rara sempat tidak yakin, namun saat melihat wajah itu begitu serius Rara melangkah menjauh dari bangkunya dan berjalan keluar kelas. Rara menatap malas sekumpulan biang kerok kelas yang sedang asyik mengobrol dengan riuh di bangku panjang yang ada di depan kelas. "Hai gibel!" Rara berhenti berjalan ketika merasakan ada yang aneh, ia berbalik untuk menatap orang yang sudah memanggil nya tadi. Rara menatap laki-laki yang sedang tersenyum meremehkan nya, Rara hafal senyuman itu, dan panggilan yang biasa Nathan panggil untuknya. Rara sedikit terkejut saat melihat laki-laki yang memilik wajah yang sama persis dengan wajah laki-laki yang tengah duduk seraya memberikan senyuman meremehkan keluar dari dalam kelas. Berarti... Jadi tadi Ardhan? Batin Rara merutuki kebodohannya. Rara menelan ludah dengan susah payah ketika Ardhan menatapnya, ia langsung bergegas pergi dengan perasaan bersalah. Bersalah? "Guys!?" Panggil Rara, gadis itu berdiri di depan kelas sambil memegang selembar kertas, ia menatap selembar kertas tersebut dengan miris. Mereka mendapat tugas kerja kelompok pelajaran sejarah, entah senang atau sedih kali ini Rara harus satu kelompok dengan Ardhan. Rara menatap teman-temannya yang masih terus ribut. Ada yang makan, mengobrol, nyanyi, bermain ponsel, teriak-teriak, bahkan memukul-mukul meja menggunakan tangan, itu semua membuat Rara ingin berteriak agar suasana kelas menjadi hening, namun apa daya karena suara Rara tidak sekuat yang diharapkan. Plak! Hening. Rara menghela napas panjang ketika ia berhasil menenangkan kelasnya yang ricuh menggunakan rol kayu yang ia pukulkan tepat pada meja guru. "Duduk lo dimana sih, Dit?" Adit turun dari atas meja dan duduk dengan bagus di bangkunya. Saat ini Rara benar-benar terlihat menyeramkan! "Lo semua dengerin gue! Kita dapet tugas kelompok dari pak Heru, jumlah kita ada 35 siswa, dan satu kelompok itu 5 orang. Total kelompok ada 7 orang, sekarang biar gue sebutin kelompoknya satu-satu. Gak ada diulang-ulang ya, catet! Biar lo semua gak nanya-nanya lagi sama gue!" Ucap Rara tanpa menatap teman-temannya. Gadis itu pun mulai membacakan satu persatu nama yang masuk ke kelompok satu sampai tujuh. Kelompok pertama, kedua, dan ketiga sudah Rara sebutkan, sekarang masuk ke kelompok empat. Rara menghela napas sebelum ia membacakan nama-nama yang masuk di kelompok empat. "Oke, kelompok empat. Citra, Reza, Irfan, gue, dan Ardhan." "Lah, Ra? Kok gue sama Ardhan pisah sih?" Tanya Nathan tidak terima. "Lo kalo mau protes jangan sama gue! Sama pak Heru sana! Yang nentuin kelompoknya bukan gue tapi pak Heru!" Rara memicingkan mata saat Nathan tidak memberikan protes lagi, ia pun kembali melanjutkan membacakan nama-nama kelompok berikutnya. Sekarang mereka semua sudah duduk secara berkelompok, Rara hanya diam saja karena ia duduk di samping Ardhan yang sedang asyik bermain ponsel. "Apa yang bisa gue bantu?" Tanya Ardhan, Rara diam saja karena pertanyaan Ardhan tidak jelas ditujukan untuk siapa. "Ra?" Panggil Ardhan. "Gak ada, biar gue sama Citra aja yang ngerjain." Ardhan mengangguk lalu kembali memainkan ponselnya. "Cit? Tadi pas searching pake hp lo, kan? Belom lo hapus kan materi dari internet tadi?" Tanya Rara sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas karena sudah waktunya untuk pulang. "Eng, bukan pake hp gue, Ra. Pake hp Ardhan, lo pinta aja deh sama dia." Sejak tadi tatapan Rara fokus ke arah tas dan buku-bukunya langsung beralih menatap Citra yang sedang bermain ponsel sambil senyum-senyum. Rara menghela napas. "Searching nya bareng lo kan tadi? Lo inget kan apa nama situsnya? Biar gak beda-beda ntar kalo gue yang cari sendiri pas di rumah." Citra menggelengkan kepala, "lo kan tau kalo gue orangnya pelupa, Ra." Rara menatap Citra dengan ekspresi datarnya. "Lo tanya deh sama dia apa nama situsnya, moga aja inget dia." Ucap Rara kembali memasukkan buku terakhir ke dalam tasnya. "Iya." "Bagus!!" "Iya aku udah pulang." Karena merasa tidak nyambung dengan obrolan mereka Rara kembali menatap Citra, gadis itu memejamkan mata sambil mengelus d**a. "Ra, gue pulang duluan ya. Cowok gue nelfon terus dia bilang udah nunggu di depan gerbang, byee!" Citra menepuk pelan pundak Rara lalu melangkah pergi ke luar kelas. Rara menghentak-hentakkan kaki nya karena kesal, kesal kepada Citra. "Kenapa kelompok gue gak ada yang beres sih?!" Gumamnya seraya memakai tas ranselnya kemudian berjalan meninggalkan kelas yang sudah kosong. Ardhan dan Nathan terbelalak lebar saat melihat adik mereka menangis sambil berjalan ke arah mereka dengan diikuti 3 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Tidak tinggal diam mereka berdua langsung berjalan mendekati Cheara yang masih menangis. "Lo kenapa? Kenapa nangis?" Tanya Nathan seperti ingin mengajak perang. Ardhan yang lebih peka dan pengertian daripada Nathan langsung melepaskan tas ransel warna pink Cheara lalu memeluknya adiknya. "Kamu kenapa? Hmm?" Tanya Ardhan masih memeluk Cheara plus mengelus rambut panjang adiknya dengan lembut. "Cheara jatoh, bang!" Ucap anak laki-laki yang memiliki wajah blasteran. Nathan langsung menatap anak laki-laki tersebut. "Pasti gara-gara lu!" Tuduh Nathan kepada anak laki-laki itu dan sontak saja ia menggelengkan kepala sambil mengangkat kedua tangannya. "Lu apain adek gua? Haah?" Tanya Nathan tidak senang. "Yaelah, bang. Gak gue apa-apain sumpah, Cheara jatoh sendiri dari tangga ya udah gue tolongin." Nathan menggelengkan kepala tanda tidak percaya. "Tanya noh temen-temennya, temen gua juga nih, tanya." "Iya, kak. Cheara jatuh dari tangga, kepeleset tadi karna tangga baru aja di pel terus Cheara main turun aja, jatuh deh jadinya." Ucap teman Cheara. "Noh, kan!" Pandangan Nathan yang terfokus pada teman Cheara kembali memandang anak laki-laki itu. "Terus lo sapa adek gue? Cowoknya?" Tanya Nathan sekedar basa-basi karena tidak enak sudah menuduh anak itu. Kini pandangan Nathan fokus kepada Cheara yang sudah mulai tenang. "Niatnya sih, gitu." Kata anak tersebut sehingga membuat Ardhan dan Nathan menoleh secara bersamaan. "Apa??? Apa lo bilang? Gak denger gue!" Nathan sedikit membungkukkan tubuhnya agar kupingnya sejajar dengan mulut anak tersebut, anak itu hanya tertawa ngerih dengan ekspresi Nathan. "Hehehe, santai bang." Nathan kembali berdiri tegap lalu menyipitkan matanya menatap anak itu. "Lo denger ya, bocah yang baru ngalamin mimpi basah. Cheara, adek gue belom boleh P-A-C-A-R-A-N!!" Ucap Nathan dengan penuh penekanan. Anak-anak tersebut diam mematung menatap Nathan, seperti merasa ada yang aneh dengan ucapan dan ekspresi Nathan. "Camkan itu!" Lanjut Nathan seraya menunjuk anak tampan itu yang masih terdiam. "Kepala kamu ada yang sakit? Tangan? Pinggang? Kaki?" Tanya Nesya meneliti setiap inci tubuh Cheara, Cheara hanya menggeleng tanpa melepaskan pelukannya dari Nesya. "Kok bisa sih, nak? Hati-hati dong lain kali." Ujar Nesya sambil mencium dan mengelus kepala Cheara. Nathan memperhatikan adik dan ibunya seraya memakan cemilan sedangkan Ardhan membuka sepatu yang masih Cheara pakai lalu menaruhnya di rak sepatu. "I'm home!!" Arkan mengerutkan dahinya ketika baru memasuki rumah mendapati Cheara memeluk Nesya dengan raut wajah yang sedih, tidak seperti biasanya. Ia baru saja kembali ke rumah setelah beberapa Minggu bekerja dan ketika pulang tidak ada keceriaan yang biasa menyambut kepulangan nya. "Cheara kenapa?" Tanya Arkan kepada Nesya. Saat mendengar suara orang yang sangat ia rindukan Nesya langsung melepaskan pelukannya lalu kembali menangis ketika melihat Arkan. "Che jatuh!" Adu Cheara dibalik isakanya seraya merentangkan kedua tangannya agar Arkan segera memeluknya. "Uluuuh uluuuh, anak papi." Ucap Nathan melihat Cheara yang begitu manja kepada Arkan. "Nathan!" Tegur Nesya, Ardhan yang sudah bergabung bersama mereka terkekeh kecil mendengar ucapan Nathan yang terkesan meledek. Pandangan Ardhan yang fokus menatap ayah dan adiknya beralih menatap ponselnya yang bergetar karena ada notif chat. Ardhan menaikkan sebelah alisnya saat melihat siapa nama yang tertera. Rara: kirim ke gue link situs web pas lo searching tadi! Ardhan langsung membalas chat Rara. Ardhan: gue lupa, dateng aja ke rumah gue kita cari sama-sama. Di lain tempat seorang gadis mematung melihat balasan chat dari orang yang sudah membuatnya badmood sejak kemarin. Setelah beberapa menit membaca berulang kali chat tersebut Rara refleks tersenyum. "Iisss! Pasti ini kerjaan si b*****t!" Senyum Rara langsung memudar ketika ia mengingat kejahilan Nathan. Entah mengapa ia tidak yakin jika Ardhan mengetik balasan seperti itu untuknya. Dengan ragu Rara membalas chat tersebut untuk meyakinkan dirinya sendiri jika yang membalas chat nya adalah Ardhan, bukan Nathan. Ketika ia sudah selesai mengetik sebuah balasan untuk Ardhan, Rara tidak langsung mengirimnya melainkan menatapnya. "Kirim gak ya." Rara menggelengkan kepala lalu menghapus balasannya untuk Ardhan dan beranjak dari duduknya. "Bomat dah mau itu Nathan apa Ardhan, yang penting selesai tugas kelompok gue!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN