bc

Trypanophobia VS Dokter

book_age16+
5
IKUTI
1K
BACA
love after marriage
age gap
fated
arranged marriage
sweet
humorous
enimies to lovers
illness
sassy
stubborn
like
intro-logo
Uraian

Alisa, gadis pengidap trypanophobia yang menyebabkan dirinya mengalami trauma pada hal-hal berbau medis, tetapi dirinya dipaksa menikah dengan seorang dokter karena wasiat dari sang kakek.

Tak kuasa menolak membuat Alisa menurut hingga pernikahan karena paksaan itu pun mereka jalani. Sikap dingin Excel berbanding terbalik dengan Alisa yang begitu ceria membuat rumah tangga mereka diwarnai dengan perdebatan kecil.

Kian lama cinta itu datang, tetapi cinta pertama Excel kembali datang dan membuat pernikahan mereka goyah.

Apa yang akan dilakukan Alisa?

Akankah ia melepaskan Excel begitu saja? Ataukah ia akan mempertahankan Excel demi buah hati yang dikandungnya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Kabur Dari Iblis Medis
Triiingg! Triiingg! Suara bel pulang sekolah berbunyi nyaring, tanda bahwa sekolah telah selesai. Embusan napas gadis yang berada di dalam lemari terdengar lega. Gadis itu bernama Alisa, pengidap trypanophobia yang membuatnya ketakutan pada jarum suntik dan hal-hal yang berbau medis. Satu jam lalu, ia melarikan diri dari kegiatan imunisasi dari RS. Permata Cemara di sekolahnya.  Ia menunggu jam pulang sekolah agar bisa keluar dari sekolah tanpa harus diimunisasi. "Aku bisa keluar dari sini dan pulang bersama siswa lain sebelum ketahuan," ucap Alisa senang. Gadis itu segera keluar dari tempat persembunyiannya. Ia menghirup udara dalam-dalam karena berada di dalam lemari kurang lebih satu jam lamanya membuat pernapasannya terganggu. Ia menatap ke arah sekitar, suasana sangat hening ditambah dengan debu yang menempel di perlengkapan sekolah.  Sekujur tubuh Alisa terasa dingin, sedangkan perasaannya mengatakan ada sesuatu di sekitar. Gadis itu pun berjalan perlahan menuju ke arah pintu keluar karena sedari tadi ia merasa tak nyaman berada di dalam gudang.  Brak! Alisa terkejut saat bola dunia di atas lemari jatuh secara tiba-tiba. "Apa itu?" tanyanya dengan tangan gemetar. Ia berjalan mundur, hingga tak menyadari ketika kakinya tersandung bangku bekas. "Aww, sakit," rintih Alisa ketika melihat darah mengalir dari luka di kakinya. Cit! Cit! Sontak Alisa melirik ke arah tumpukan meja bekas di samping kirinya ketika mendengar cicitan tikus. Namun, tiba-tiba saja manik mata Alisa membulat sempurna ketika melihat tengkorak dari lab biologi di antara meja bekas. Aaaarrrggghhh! Alisa berteriak keras, ia terkejut dan berusaha keluar dari gudang dengan kaki yang terasa perih. Peluh menetes deras dari wajah Alisa, ia berusaha untuk membuka pintu gudang sekuat tenaga. "Tolong! Buka pintu ini!" teriak Alisa ketika pintu gudangnya tak bisa dibuka. Gadis itu memukul keras pintu kayu tua di hadapannya sembari berharap jika akan ada malaikat penolong baginya. "Tolong! Tolong!" serunya lagi. Tak berapa lama, derap langkah terdengar sebelum akhirnya pintu pun terbuka dengan bantuan seorang pria dari luar gudang.  Alisa segera menerjang pria itu dengan terburu-buru, ia tak ingin berada di dalam gudang lebih lama lagi. Brak! Tubuh Alisa menindih pria berjas putih di hadapannya. "Aaaww, tolong ... sakit ...." Alisa merintih kesakitan sembari membenamkan wajahnya di tubuh pria itu. "Apa yang terjadi padamu?" tanya pria itu terkejut. "Ha-hantu ...." Alisa menjawab sembari menunjuk ke arah dalam gudang. "Hantu? Mana ada hantu di siang bolong begini," jawab pria berprofesi dokter itu. Perlahan, Alisa pun membuka kelopak matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah pria dengan rahang tegas serta manik mata bulat nan indah. Sejenak, Alisa terdiam menatap wajah yang menawan di hadapannya itu.  "Alisa!" Suara seseorang memanggil namanya berhasil membuat gadis itu tersadar karena ketampanan sang dokter. "Ah, sial! Kenapa mereka menemukan diriku," rutuk Alisa sembari berusaha bangkit dan hendak kembali berlari. "Dokter, tahan dia!" seru Bu Dina--wali kelas--pada dokter yang bernama Excel. Dokter Excel segera mencekal lengan Alisa dengan kuat agar gadis itu tak bisa berlari lagi. "Jangan lari, nanti kamu terluka," ucapnya. "Lepaskan aku! Jangan ikut campur!" gertak Alisa. "Oh, jadi kamu siswi cengeng yang takut jarum suntik?" tanyanya sembari meneliti wajah Alisa yang terlihat ketakutan. "Apa lihat-lihat! Lepaskan aku!" bentak Alisa. Senyum tipis di bibir Excel terlintas di wajah tampan itu. Tanpa aba-aba, Excel mengangkat tubuh Alisa ke dalam gendongannya. Sontak gadis itu terkejut karena tindakan sang dokter, ia meronta minta dilepaskan. "Kamu apakan aku! Lepaskan!"  "Berisik," rutuk Excel. Ia membawa Alisa keluar dari halaman gudang. "Kita paksa saja, sepertinya dia tak akan menurut," ucap pemuda itu. "Baiklah, ayo bawa dia ke ruang kesehatan." Bu Dina menyetujui, sementara itu Alisa terus memberontak walaupun tenaganya kalah jauh. Tak berapa lama, mereka sampai di ruang kesehatan. Alisa segera dibaringkan pada brankar dengan tubuh dipegang oleh guru dan beberapa dokter. "Aku tidak mau! Lepaskan aku!" teriak Alisa dengan air mata berderai, ia sangat ketakutan hingga tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. "Jangan takut, tidak akan sakit sama sekali. Hanya seperti digigit semut saja," ucap Excel sembari memasukkan obat pada suntikan. "Iya, tapi semutnya sebesar gajah, kan?!" jawab Alisa yang membuat semua orang tertawa. Tak menjawab perkataan Alisa, Excel mendekat dan menyingkap lengan baju Alisa.  "Lepaskan! Gak mau!" teriak Alisa semakin kencang. Tangan Excel bergerak cekatan untuk menyuntikan cairan ke tubuh Alisa, teriakan gadis itu pun menggema di ruang kesehatan. Peluh menetes bercampur dengan air mata, gadis itu masih sesenggukan walaupun proses imunisasi telah selesai dilakukan. "Sudah jangan nangis, nanti kompres dengan air hangat agar tidak sakit," ucap Excel pelan sembari menyodorkan tisu ke wajah Alisa yang terlihat sangat pucat. Plak! Gadis itu mendorong tangan Excel dengan keras, ia bangkit sembari mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata. Tanpa kata, Alisa turun dari brankar dan hendak keluar dari ruangan penuh penyiksaan itu. Namun, tiba-tiba kakinya terasa lemas hingga ia pun terjatuh di lantai. "Aw," rintihnya kesakitan akibat kakinya yang terluka saat bersembunyi tadi. "Kau tidak apa-apa? Coba aku lihat lukamu," ujar Excel segera mendekat. "Pergi! Jangan dekati aku!" perintah Alisa dengan suara serak. Ia masih berusaha untuk bangkit dengan sisa tenaganya. "Jangan pernah muncul di hadapanku lagi, atau kau akan menyesal," ancam Alisa pada Excel. Sementara itu sang dokter hanya bisa menatap gadis itu dengan wajah datar, ia cukup heran ketika menghadapi gadis penakut di hadapannya ini. Mel--sahabat Alisa--segera mendekat ke arah Alisa. "Kamu gak apa-apa? Ayo kita pulang," ajak Mel yang baru tiba di ruang kesehatan. Alisa tak menjawab, ia menerima ukuran tangan Mel yang membantunya meninggalkan sekolah.  *** Matahari telah terbenam, tetapi Alisa masih terlelap di dalam kamarnya. Semenjak imunisasi, tubuh Alisa terasa lemas, sedangkan area bekas jarum itu terasa nyeri. Tok! Tok! Tok! Nadia--ibu Alisa--mendekat ke arah putrinya. Perlahan, sentuhan lembutnya membelai wajah sang putri. "Sayang, bangun, yuk. Kita pergi ke acara makan malam sama keluarganya sahabat Papa." Alisa membuka kelopak matanya. "Kenapa tiba-tiba, Ma?" tanyanya lirih. "Iya, soalnya ini acara penting dan kamu harus ikut." "Harus, ya, Ma?" "Iya, Sayang." "Alisa siap-siap dulu kalau gitu, Ma." Gadis itu pun beranjak dari tempat tidurnya dengan tubuh terasa lelah. "Iya. Mama, Papa dan Kak Gerald nunggu di luar," ucap Nadia sembari bergegas keluar dari kamar Alisa. Tak ingin membuang waktu lagi, Alisa segera membersihkan diri dan mengenakan dress hitam favoritnya. Ia menatap pantulan diri di cermin sembari mengembuskan napasnya pelan. "Seperti mayat saja," lirihnya seraya mengambil liptint di atas meja rias. Wajahnya yang pucat berhasil ia tutupi dengan polesan make up tipis agar tak membuat keluarganya tahu apa yang terjadi dengannya siang tadi.  Wajahnya terlihat semakin manis, gabungan antara Korea dan Indonesia memang sangatlah menawan. Ya, ayah Alisa adalah orang Korea yang menjalankan bisnisnya di Indonesia, sementara Nadia adalah wanita pribumi dengan kecantikan alaminya, sehingga tak heran jika Alisa terlihat begitu cantik dan menawan. Alisa bergegas keluar untuk menemui keluarganya dan benar saja semua telah berkumpul di ruang keluarga, bahkan Gerald. Gerald adalah putra sulung keluarga William Choi yang kini tengah menuntut ilmu di perguruan tinggi di kota lain.  "Sudah siap, Tuan Putri?" tanya Gerald. Alisa hanya tersenyum. "Pasti acaranya penting banget, ya? Sampai-sampai Kakak yang jarang pulang ini datang untuk acara ini," tanya Alisa. "Sepertinya begitu," jawab Gerald dengan senyuman yang sangat sulit untuk ia artikan. "Alisa, Gerald. Yuk, kita beranjak, nanti telat," ajak William sembari berjalan menuju mobil yang telah terparkir di halaman depan. Mereka semua bergegas pergi menuju ke kediaman dari sahabat William yang bernama Indra Lesmana Ganendra. Perjalanan memakan waktu hingga satu jam lamanya, sebelum mereka tiba di sebuah rumah mewah di kawasan elit yang dekat dengan pusat kota.  Sopir memarkirkan mobil tepat di halaman rumah mewah dengan cat berwarna putih bersih serta taman hijau di sekeliling rumah itu. Tak berapa lama, William segera keluar dari mobil, diikuti oleh Nadia dan Gerald. Namun, Alisa merasa tak tenang, hati kecilnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi padanya malam ini. "Alisa, ayo keluar." Nadia meminta ketika menyadari Alisa masih berada di dalam mobil dengan keadaan termenung. "Iya, Ma." Gadis itu pun menjawab sembari keluar dari mobil. Tak berapa lama, seorang pria paruh baya datang menghampiri keluarga William bersama dengan seorang wanita yang seumuran dengannya. "William, akhirnya kamu datang juga," ucapnya sembari memeluk Wiliam. "Sudah lama kita tidak bertemu, sepertinya kau sudah semakin muda saja," kelakar William yang disambut tawa oleh orang yang ada di sekitarnya. "Haha, bisa saja kamu." Indra tampak bahagia. "Sudah-sudah, kita lanjutkan ngobrolnya di dalam saja. Ayo, semuanya silahkan," pinta Lisa sembari mempersilahkan semua tamunya untuk menuju ke taman yang berada di samping rumah. Semua mata terpukau ketika melihat lampu berwarna memenuhi sekitar taman, sedangkan di tengah taman hijau terletak sebuah meja, lengkap dengan berbagai macam hidangan tersaji di atasnya. "Silahkan duduk semua, jangan malu-malu." Indra mempersilahkan keluarga sahabatnya itu. Alisa duduk tepat di samping kursi kosong yang entah untuk siapa, ia hanya bisa menatap canggung ke arah Indra dan Lisa. Selama ini, dirinya belum pernah bertemu dengan mereka.  Pertemuan dua sahabat itu pun dipenuhi oleh canda tawa, mereka semua tampak menikmati perjamuan makan malam ini, tetapi berbeda dengan Alisa. Gadis itu masih merasakan efek dari imunisasi tadi siang, tubuhnya sedikit dingin, sedangkan rasa nyeri itu semakin menjadi. "Ini yang namanya Alisa?" tanya Lisa yang membuyarkan lamunan gadis itu. "Iya, ini Alisa anak kedua saya," jawab Nadia. "Halo, Tante. Saya Alisa," ucap sang gadis memperkenalkan dirinya. "Wah, kamu cantik sekali," puji Lisa. "Terima kasih, Tante." Alisa tersenyum ramah. "Oh, ya. Anaknya mana, kok dari tadi tidak kelihatan?" tanya Nadia. "Sepertinya dia masih ada kerjaan, padahal saya sudah minta untuk pulang tepat waktu," jawab Lisa. "Dia memang gila kerja, biasa anak lelaki," sahut Indra. "Kamu benar, Gerald juga begitu. Jika tidak dipaksa pulang, dia tidak akan pulang," timpal William hingga membuat Gerald tersipu malu. Gelak tawa kembali mewarnai malam itu. Mereka berbincang banyak hal sembari menikmati makan malam. Setengah jam berlalu, deru mobil terdengar dari halaman rumah. Tak berapa lama kemudian, seorang pria dengan tubuh tinggi berlari terburu-buru menghampiri taman. "Maaf, Ma, Pa. Tadi ada operasi mendadak, jadi aku telat," ucapnya dengan napas terengah-engah. "Tidak apa-apa. Oh, ya. Perkenalkan, ini anak saya, namanya Excel Ganendra," ucap Indra memperkenalkan pemuda itu. Alisa mendongakkan wajahnya ketika mendengar suara yang terdengar tak asing di telinga. Sontak manik matanya membelalak ketika melihat pemuda yang memperkenalkan diri sebagai anak dari sahabat ayahnya adalah dokter yang memaksanya tadi siang. "Kamu?!" seru Alisa terkejut tanpa memedulikan keluarganya. Excel pun tak kalah terkejut. "Gadis cengeng? Kenapa kamu ada di sini?"

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook