bc

Terpaksa Menikahi Calon Suami Kakakku

book_age16+
36
IKUTI
1K
BACA
bxg
mystery
brilliant
moon goddness
demon
magical world
kingdom building
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Mengetahui calon istrinya b******u mesra dengan lelaki lain, membuat Saga Sebastian dengan terpaksa membatalkan rencana pernikahannya dengan Kana.

Kana dengan penuh penyesalannya meminta maaf kepada Saga namun Saga menolak. Lelaki itu tidak ingin menikah dengan Kana namun ia juga tidak ingin pernikahan mereka dibatalkan.

"Lalu apa maumu?" Tanya Kana dengan tatapan sedih.

"Aku mau adikmu menjadi istriku," jawab Saga dengan tegas.

Saga awalnya hanya menganggap Lana, adik kembar Kana sebagai wanita biasa. Namun pandangan lelaki itu berubah saat ia melihat sesuatu yang di miliki oleh Lana. Membuat beberapa memori masalalu kembali tersusun rapih di ingatannya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Permintaan Saga
"Damn! Ares ..., ahh!" Saga terpaku di depan pintu berwarna cokelat di depannya kala mendengar erangan manja dari suara yang sangat dikenal indra pendengarannya. Jantung pria bermata hazel itu berdegup kencang. Pikirannya sudah jelas tertuju ke arah sana. Kedua tangannya mengepal kuat hingga membuat buku-buku tangannya memutih. Brak!! Dengan sekali gebrakan, pintu coklat itu terbuka lebar hingga terdengar suara dentuman yang keras. Benar saja. Sangat amat jelas terlihat olehnya dua manusia yang tengah memadu kasih di dalam sana berjengit kaget. Kedua pasang mata itu membola kala melihat manik hazel di depan mereka menatapnya penuh aura membunuh. Seketika aktivitas yang sangat mereka nikmati tadi terhenti. Atmosfer di ruangan ini berubah mencekam. Ares, pria yang sedang berada di atas seorang wanita yang tak lain adalah tunangan Saga segera bergerak menjauh dan menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Begitu juga dengan Kana, sang wanita, yang langsung menutupi tubuh dengan pakaiannya yang berserakan. "Pengkhianat b******k!" teriak Saga menggema di dalam ruangan itu. Kana menggeleng cepat dan berupaya mendekati lelaki itu. Tak peduli dengan polos tubuh yang tidak sepenuhnya tertutupi kain. Ia meringkuk di kaki lelaki itu. "Saga, ini tidak seperti apa yang kau pikir!" jelasnya, "tidak seperti apa yang kau lihat!" Saga tertawa sumbang. "Tidak seperti apa yang aku pikir? Tidak seperti apa yang aku lihat? Memang kalian ini melakukan apa? Jawab!" bentaknya. Ares diam-diam mengenakan kembali bajunya. Sementara Kana sibuk berlutut agar Saga memaafkan kesalahannya barusan. Air matanya terus ke luar. "Mau ke mana kau, k*****t!" Saga berjalan menghempaskan Kana dan mendekati Ares yang hendak kabur. Dengan segera Saga melayangkan tinju yang sejak tadi ia tahan. Ares tergelangsar ke lantai. Lebam biru tercetak jelas di ujung rahang. Tidak hanya satu kali. Saga secara beruntun meninju pria yang kemarin adalah sahabat karibnya itu. Iya, dan hubungan mereka baru saja berakhir. Ares tampak bergeming, sama sekali tidak membalas karena tahu apa yang barusan ia lakukan adalah salah. Akan tetapi ia terus berusaha menghindari tiap pukulan yang dilayangkan Saga di atasnya kini. Ia terus berusaha walaupun acap kali gagal dari pukulan pria itu yang selalu saja mengenai wajah atau bagian lain di tubuhnya. Saga brutal. Ares di bawahnya tampak bersimbah darah. Kana yang tadi mengenakan kembali pakaiannya dengan asal coba menghentikan Saga yang penuh emosi. Namun, dirinya dengan mudah Saga hempaskan. Tentu saja, tubuhnya jauh lebih kecil dari si pria jangkung, Saga. "Saga! Sudah! Dia tidak bersalah!" ucapnya memohon. Kali ini Kana berhasil menahan tangan Saga yang hendak melayangkan lagi tinjunya. "Dia tidak bersalah?!" Saga menatap Kana nyalang. Ia bangkit lalu memojokkan Kana dengan meletakkan perempuan itu di antara dinding dengan dirinya. Mata Kana berubah penuh ketakutan melihat sosok Saga yang tampak berubah. "Maafkan aku, Saga. Ini tidak akan terulang. Ini salahku, ini salahku," ucapnya memohon. Saga membelai indah wajah Kana yang mulai menitikkan air mata lebih deras. "Kamu yang salah?" tanyanya mengulang. Mata Saga bak iblis. Takut-takut Kana mengangguk. "Maafkan aku, Saga." Ia memejamkan mata saat Saga menurunkan tangan ke lehernya. Ia benar-benar takut jika Saga di hadapannya kini akan hilang kendali pada dirinya. "Saga, aku mohon," ucap Kana lagi. "Kau tidak berpikir akan pernikahan kita, bukan?" Pria itu melepas cengkraman longgar di leher Kana. Bukannya menjawab, Kana malah semakin tersedu sembari menunduk dalam. Tentu. Hal itu baru saja terlintas di pikirannya. Rasa nikmat yang menyerang saat Ares merayunya tadi benar-benar mengalihkan pikirannya. Kana benar-benar terbuai oleh bujuk rayu setan. Di pikirannya tadi hanya hasratnya yang harus tersalurkan, hanya itu. "Jawab!" bentak Saga lagi. Ia melirik tubuh di samping ranjang sana yang sudah tidak berkutik, tetapi ia melihat jelas masih ada helaan napas dari d**a Ares yang tampak naik turun. Itu artinya pria itu masih hidup. "Pernikahan kita tinggal dua hari lagi, Kana," ucap Saga kembali menatap tajam wanita tunangannya itu. "Iya, aku tahu—" "Kau tahu dan masih melakukan hal tadi? Ke mana otakmu, Kana?! Aku tidak sudi menikahimu, tetapi aku juga tidak mau pernikahan yang sudah dirancang sempurna ini gagal!" ucap Saga tegas. Kana terdiam. Lama ia berpikir. "Lantas maumu apa?" tanyanya kemudian. Ia tidak bisa berpikir kali ini. Permintaan Saga sungguh di luar nalar. Pria itu tidak lagi menginginkannya, tetapi juga tidak ingin pernikahan itu batal. "Aku mau adikmu." *** "Tidak, aku tidak mau! Pokoknya aku tidak mau!" Lana, adik kandung Kana, bersikukuh untuk menolak permintaan dari sang kakak. "Bantu aku, ya, Na?" Kana terus memohon sembari mengikuti setiap langkah yang diambil Lana. "Kau menggantikan aku untuk pernikahan ini. Kau 'kan juga sudah mengenal jelas Saga seperti apa, dia pria baik-baik," jelas Kana. Lana tampak berubah posisi menjadi duduk. "Na, ya? Sebenarnya berat juga bagiku untuk melepaskan Saga untukmu. Tapi apa boleh buat? Kesalahanku kemarin tidak bisa dimaafkan, Na." "Ya itu masalahmu! Itu salahmu, sudah hampir hari-H kenapa harus b******u dengan lelaki sialan itu?!" seru Lana acuh. "Na, kau tidak ingin membuat keluarga ini malu 'kan dengan apa yang sudah kakakmu ini lakukan jika pernikahan megah besok batal?" Mama Iris, mama si kembar Kana dan Lana, ikut membujuk. "Ma! Kenapa semuanya mesti aku yang menanggung?! Ini kesalahan dia!" seru Lana. Gadis itu menahan tangis yang hampir meledak. Bagaimana bisa ia dipaksa bertanggung jawab akan kesalahan yang diperbuat kakaknya itu? Jelas saja ia tidak menginginkan pernikahan ini. Dirinya saja belum siap untuk menikah. Belum siap mengemban tugas seorang istri yang pastinya banyak bukan kepalang. Namun, apa? Kana dengan enaknya memaksa agar dirinya menikah? Terlebih, menggantikan posisi Kana? "Pokoknya aku tidak mau! Bahkan Saga bukan lelaki yang aku cinta!" tegasnya lagi. "Lana, Papa tidak ingin keluarga kita malu jika pernikahan dengan keluarga Sebastian sampai gagal. Tolong kau camkan itu! Apa kau mau keluarga ini malu karena hal itu?" ujar papa dengan sedikit mengancam. "Dia punya segalanya, Na. Tidak mau tahu!" Mama berucap. "Besok kau harus mempersiapkan tubuhmu itu untuk pernikahan lusa." Setelah mengucapkan itu, Iris menarik Kana dan melenggang pergi meninggalkan Lana seorang diri. Wanita itu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak bisa berkutik saat mama juga papa sudah berucap. Mau tidak mau, dirinya tetap harus menikahi sang Saga Sebastian. Tentu ia juga tidak mau ikut malu jika pernikahan yang sudah dirancang sedemikian mewah harus gagal di depan mata. Untungnya, ia dengan Kana adalah saudari kembar. Itu bisa mengaburkan pandangan tamu yang melihatnya besok. Lana tetap di tempatnya, duduk bersimpuh berderaian air mata. *** Hingar bingar suara musik yang berdentum terdengar sangat memekakkan telinga. Aroma khas minuman alkohol bercampur dengan kepulan asap yang mengudara seolah menjadi ikon bagi tempat ini. Banyaknya pasangan yang saling melenggak-lenggok di lantai dansa si bumbui dengan cumbuan mesra. Saling meraba dan menikmati satu sama lain. Tidak peduli dengan banyaknya orang di tempat ini. Mereka seolah hanya peduli dengan diri sendiri dan terus mengejar kepuasan akan hasrat yang terpendam. Sementara itu, di kursi pojok dekat bartender, seorang gadis muda dengan mata sembab yang menatap kosong ke arah gelas kecil yang sejak tadi di genggamnya. Tampak cairan berwarna merah pekat yang tersisa setengah di dalam gelas. Lalu mata gadis itu beralih menatap ke arah 2 botol yang sudah kosong. Tidak terasa, ia sudah menghabiskan 2 botol minuman terlarang itu. Seorang bartender muda yang berada disitu menatap sang gadis dengan tatapan iba. Apalagi, ia cukup mengenal gadis itu karena beberapa kali datang kesini bersama kekasihnya. "Mau tambah lagi?" Tawar bartender itu sambil membawakan satu botol untuk gadis itu. Lana, gadis itu menggelengkan kepalanya. Ia bukan gadis yang suka mabuk. Hanya saja, keadaan hatinya saat ini sedang hancur. Ia butuh pelampiasan agar ia bisa melupakan sejenak masalah yang menimpanya. Bartender itu tersenyum kecil. "Tumben sekali. Biasanya kau akan minum sampai beberapa botol lagi bersama kekasihmu," ujarnya. Lana mengernyitkan keningnya bingung mendengar ucapan bartender yang bahkan tidak ia kenal itu. "Apa maksudmu?" Tanyanya sedikit emosi. Ia juga baru pertama kalinya kesini. Kenapa bartender itu bersikap seolah mengenal dirinya? "Iya, kan? Ayolah, kau sering kemari bersama kekasihmu, Ares. Jangan bilang minum 2 botol saja kau sudah mabuk? Itu bukan dirimu sekali, Na." Bartender itu tertawa renyah. Seolah merasa ini hal yang konyol. "Ah, tapi kau sedikit berbeda hari ini. Rambutmu sudah berganti warna rupanya," komentarnya lagi. Lana terdiam. Namun tangannya mengepal kuat saat bartender itu menyebut penggalan nama Kana. Itu artinya, Kana sering kemari bersama Ares. Dan itu membuktikan kalau Kana sudah cukup lama berselingkuh dengan sahabat karib Saga itu. "Kana b******k!" Umpatnya dalam hati. Lana tidak lagi menanggapi ucapan bartender itu. Rasa amarahnya beradu menjadi satu dengan rasa pusing yang mulai menjalar di kepalanya. Membuat pandangan gadis itu sedikit buram. "Apa ada masalah?" Tanya bartender itu yang mulai khawatir karena gadis yang ada di depannya ini tampak hendak tumbang. Lana menggelengkan kepalanya. "Tidak ada," jawabnya singkat. "Tinggalkan aku sendiri," pintanya. "Baiklah." Bartender itupun beranjak pergi meninggalkan Lana sendirian. Lana menopang kepalanya yang cukup berat. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kursi sofa yang ada di dekat pintu masuk club. Sempat beberapa kali ia bertabrakan dengan orang, bahkan ada juga yang menggodanya. Namun Lana menolaknya dengan galak. Gadis itu pun langsung menjatuhkan tubuhnya begitu sampai di sofa. Kepalanya ia sandarkan di kepala sofa. Memejamkan matanya agar bisa mengurangi rasa pusingnya. Namun siapa sangka, karena pengaruh alkohol yang cukup berat, membuat Lana pingsan tak sadarkan diri. Gadis itu masih dengan posisi menyandar di sofa. Seorang pria berpakaian formal dengan setelan jas pun masuk ke dalam club itu. Niat hati ingin menenangkan perasaan yang kalut serta kecewa karena pengkhianatan yang dilakukan kekasihnya, ia malah menemukan sesuatu yang membuatnya cukup tercengang. Pria itu tersenyum miring melihat Lana yang terbaring tak sadarkan diri. "Ku kira kau berbeda. Ternyata sama saja jalangnya." *** Sinar mentari yang menembus masuk ke dalam jendela kaca, membuat seorang gadis yang tengah terbaring di atas ranjang itu mengerjapkan matanya. Kemudian perlahan, kelopak mata itu terbuka. Sedikit menyipit untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Gadis itu menguap lebar. Tubuhnya terasa berat. Mungkin karena efek mabuk semalam. Mabuk? Gadis itu langsung beringsut bangkit dari tidurnya. Matanya yang tadi masih terasa ngantuk, sontak terbuka lebar. Apalagi saat melihat sekelilingnya yang bukan kamar tidurnya. Sialan. Dia ada dimana sekarang? Gadis itu segera menyibakkan selimut yang membungkus tubuhnya. Masih tertutup. Ia masih memakai pakaian yang lengkap hanya saja... ini bukan baju yang ia pakai semalam! Kenapa bisa ada baju kemeja kebesaran di tubuhnya? Brengsek. Siapa yang sudah berani menyentuhnya?! Lana, gadis itu segera beranjak dari kasur king size itu dan berjalan menuju kamar mandi. Setidaknya ia perlu menyadarkan dirinya dari sisa mabuk semalam. Gara-gara Kana, membuatnya masuk ke dalam lubang masalah yang tiada akhir. Kenapa harus dia yang menanggungnya?! Kenapa harus dia yang berkorban di saat orang lain yang berbuat salah? Dan sekarang... sekarang ia bahkan tidak bisa membayangkan apa yang sudah ia lewatkan malam tadi. Apa yang sudah terjadi dengannya. Bahkan ia tidak tahu dirinya masih perawan atau tidak. "Sialan!" Desis Lana tajam sembari menatap cermin wastafel. Genggaman jemarinya pada wastafel itu menguat. Menyalurkan seluruh emosinya pada benda mati itu. Sekarang yang terlintas di otaknya adalah rumah siapa ini? Kenapa dia ada disini? Setelah selesai membasuh wajahnya, Lana kembali ke tempatnya semula. Ia berjalan ke arah pintu. Membuka kenop pintu itu dan, ceklek! Pintu terbuka. Lana berjalan pelan menyusuri rumah ini. Rumah yang tampak besar dan mewah. Seperti rumah seorang pengusaha kaya raya. Bahkan rumahnya saja tidak semewah ini. Rumah siapakah ini? Ah iya. Mengingat bahwa ia baru saja kembali dari kuliahnya di luar negeri. Namun sekalinya kembali, ia malah harus menikah dengan orang yang tak dikenalnya. Terlebih lagi mantan kekasih kakaknya. Sungguh, hidupnya sangat miris. Lana kembali menyusuri ruangan demi ruangan, hingga tibalah ia di ruang dapur. Pandangan gadis berambut hitam itu menyipit kala melihat seorang wanita cukup umur sedang memasak. "Eh? Sudah bangun?" Sapa wanita itu saat melihat seorang gadis di depan pintu dapur. Lana hanya meringis pelan. Tangannya terulur menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Lagipula ia tidak tahu harus bersikap bagaimana di rumah orang asing ini. Namun tak urung juga, Lana berjalan mendekat ke wanita yang sedang memasak itu. "Kemarilah. Aku sudah memasakkan banyak makanan untukmu," titah wanita itu sambil meletakkan berbagai makanan yang masih hangat. Aroma lezat segera menusuk ke indera penciuman Lana. Apalagi sejak kemarin, ia belum makan sama sekali. "Terimakasih," ujar Lana dengan sopan. Wanita itu tersenyum sambil mengambilkan nasi untuk Lana. Lana masih terdiam, ia masih merasa ragu untuk bertanya dirinya berada. "Selamat pagi, Ma." Lana menaikkan pandangannya saat mendengar suara pria yang menyapa wanita itu. Kedua matanya membola. Sangat terkejut saat melihat Saga yang tersenyum manis ke arahnya. Pria itu bahkan tanpa segan langsung duduk di sebelah Lana. Pria itu menatap Lana yang masih dalam keterkejutannya. "Ada apa, Sayang? Bukankah kau sudah biasa tinggal di rumahku?" tanyanya sembari tersenyum sinis.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook