SELAMAT MEMBACA
***
Rinjani turun dari mushola dan duduk di undak-undakan tangga. Dia baru saja selesai menunaikan sholat isyanya. Sekarang sedang menunggu Arjuna yang sejak tadi tidak juga keluar dari mushola. Berkali-kali matanya menatap pintu bagian laki-laki namun abangnya itu tidak juga muncul. Sedikit ragu sebenarnya Rinjani ingin memanggil Arjuna, takut jika abangnya itu masih memiliki urusan. Namun matanya sudah mulai mengantuk dan dia ingin cepat-cepat pulang. Tapi setelah berfikir sebentar, akhirnya Rinjani lebih memilih untuk menunggunya sebentar mungkin saja sebentar lagi abangnya itu akan keluar.
"Dek jani sendirian?" Rinjani menoleh saat mendengar seseorang menyebut namanya. Di sana, di hadapannya berdiri seorang laki-laki dengan gagahnya menggunakan baju koko dan sarungnya. Baru saja turun dari mushola juga.
"Ehh Pak Lurah, saya sama Bang Juna. Tapi tidak tau ini kok belum keluar-keluar juga." Jawab Rinjani dengan sopan pada laki-laki yang menyapanya itu.
"Tadi Mas Juna masih ngobrol sama Pakde Yanto mungkin ada yang penting. Mau pulang dulu sama saya, kebetulan tempat tinggal kita searah." Rinjani menatap lekat laki-laki di hadapannya itu.
Sebenarnya dia bisa saja menerima tawaran dari Rama. Tapi dia merasa sungkan jika harus pulang bersama. Tapi menunggu Arjuna, takutnya Abangnya itu masih lama ngobrolnya. Sedangkan dia sudah mulai ngantuk, apalagi berlama-lama duduk di sana pasti akan jadi makanan nyamuk.
"Tidak papa, ayo pulang sama saya. Memangnya Dek Jani berani pulang sendiri?" Rama tau ada keraguan di mata gadis itu.
Rinjani kembali berfikir memang benar tidak dia tidak berani pulang sendiri. Sebenarnya rumahnya tidak terlalu jauh dari mushola tempatnya sholat itu dan juga jalanan tidak gelap. Tapi tetap saja Rinjani merasa was-was karena dia orang asing di sana.
"Kalau tidak merepotkan Pak Lurah boleh kalau begitu," ucap Rinjani pada akhirnya.
Rama tersenyum manis, dia mempersilahkan Rinjani untuk berjalan lebih dulu. Sedangkan dia mulai berjalan di sampingnya dengan pelan. Sesekali matanya melirik wajah ayu milik Rinjani.
"Dek Jani mau berapa lama tinggal di sini?" Rama mulai membuka obrolannya sambil berjalan santai.
Rinjani menatap Rama yang berjalan di sampingnya, apa maksud pertanyaan kepala desa itu apa sebuah pengusiran secara halus.
"Saya masih mau liburan dulu Pak Lurah. Apa tidak bisa saya izin tinggal sedikit lama di desa ini?" tanya Rinjani pelan.
Rama sadar, mungkin pertanyaannya secara tidak langsung menyinggung gadis di sampingnya itu.
"Ehh tentu saja boleh. Dek Jani jangan salah faham dengan pertanyaan saya tadi ya. Saya tidak mengusir lho ini, saya cuma tanya. Mana tau kan Dek Jani punya kesibukan di kota." Ucap Rama sambil terkekeh pelan.
Rinjani pun tersenyum malu, dia salah menyangka ternyata.
"Saya kira itu tadi usiran secara halus," ucap Rinjani lagi.
"Tidak, sama sekali tidak. Saya malah senang kalau Dek Jani tinggal di desa ini," ucap Rama tanpa sadar.
Rinjani langsung menoleh, apa maksudnya.
"Maksud Bapak bagaimana ya?"
"Ehh, maksud saya kami orang-orang di desa ini senang kalau Dek Jani tinggal di sini. Kami senang menyambut tamu." Rama berusaha mencari alasan untuk ucapan tidak sadarnya barusan.
Rinjani pun mengangguk, dia fikir ada apa.
Obrolan mereka terhenti saat mereka sudah sampai di depan rumah yang Arjuna dan Rinjani tempati.
"Saya sudah sampai Pak Lurah. Terimakasih sudah menemani saya pulang."
"Sama-sama. Jangan sungkan, senang bisa membantu Dek Jani. Kalau begitu saya pulang dulu," pamit Rama pada Rinjani.
"Iya, silahkan Pak. Rumah Bapak masih jauh dari sini?" tanya Rinjani lagi.
Rama nampak bingung untuk menjawab, namun akhirnya tetap menjawab.
"Rumah saya yang tadi di ujung perempatan. Lantai dua, kalau kapan-kapan Dek Jani mau main kerumah saya silahkan."
"Lohh berarti sudah terlewat ya Pak. Maaf ya, saya jadi tidak enak ini sudah merepotkan." Ucap Rinjani dengan sungkan.
Ternyata rumah yang terlihat lebih mewah dan sangat mencolok jika di bandingkan rumah-rumah penduduk lain yang sempat mereka lewati tadi adalah rumah pak lurahnya. Dan karena mengantarnya, pak lurah sampai melewati rumahnya sendiri.
"Tidak papa, jangan sungkan. Cuma kelewat sedikit. Kalau begitu saya pamit ya. Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam," sahut Rinjani.
Setelah itu, dia masuk kedalam rumah.
***
Rama sudah sampai di rumahnya. Dia masuk dan menutup pintu gerbangnya dengan pelan.
“Ibu kira kamu lupa rumah Le. Kok ndak pulang malah jalan terus.”
Rama terkejut mendengar suara Lastri, ibu nya yang ternyata tengah duduk di teras depan. Kenapa dia tidak menyadarinya tadi.
"Assalamualaikum Bu," Rama menyalami tangan ibunya itu.
"Waalaikumsalam..." balas Lastri.
“Siapa tadi Le, ndak biasanya kamu pulang sama perempuan. Kok Ibu ndak pernah lihat. Anak e siapa tadi?” tanya Lastri pada Rama.
“Perempuan yang mana to Bu, Ibu salah lihat kali. Yang mana perempuannya.” Rama pura-pura tidak faham dengan pertanyaan ibunya.
“Halah jangan ngeles kamu. Ibu lho lihat kamu, lewat depan rumah tadi jalan berdua sama perempuan. Ndak pulang malah jalan terus. Ibu dari tadi duduk disini.”
Rama menemui jalan buntu. Tidak bisa lagi mengelak pertanyaan ibunya. Ternyata ibunya melihatnya tadi.
“Oalah, yang itu tadi to. Rinjani itu tadi Bu. Ibu tau kan, itu Dokter Juna yang baru datang dari kota. Nah, Rinjani ini kembarannya. Kemarin sore baru datang dari Jakarta.”
“Terus kok bisa jalan sama kamu?” tanya Lastri lagi.
Rama hanya bersabar dengan tingkat keingintahuan ibunya yang tinggi itu. Pada dasarnya Ibunya juga satu dari banyaknya ibu-ibu yang berkeingintahuan tinggi tentang banyak hal. Mungkin bahasa kerennya sekarang adalah kepo.
“Itu tadi ketemu di mushola. Dia nunggu Dokter Juna, daripada nunggu lama kasihan. Kayanya sudah ngantuk juga. Jadi tak tawari pulang bareng. Kasihan kan Bu, kalau pulang sendirian nanti nyasar gimana.”
Lastri mengguk faham dengan jawaban putranya. Tapi melihat wajah putranya yang sedikit berbinar, Lastri mulai mencium bau-bau ketidakberesan disini. Dia merasa ada yang lain dari ucapan putranya, anggap saja dirinya yang terlalu peka atau putranya yang tidak pandai berkilah.
“Sering itu ada ibu-ibu yang pulang sendiri gelap-gelap yang rumahnya lebih jauh tapi ndak kamu antar. Kok pas anak ini kamu antar, padahal rumahnya kan dekat disitu to, jalannya juga ndak gelap. Terang benderang ini.” Tanya Lastri lagi, dia sengaja ingin tau jawaban seperti apa yang akan di berikan putranya.
“Kalau ibu-ibu itu kan orang sini Bu. Ndak usah di antar sudah tau rumahnya, sudah tau jalannya. Kalau Rinjani kan orang baru, kasian kalau kesasar.” Jawab Rama lagi. Dia benar-benar ingin cepat pergi dari hadapan ibunya, menghindari banyak kecurigaan ibunya.
"Oalah mergo wong anyar, Ibuk kiro mergo Rinjani ki ayu." (Oalah karena orang baru, Ibu kira karena Rinjani itu cantik).
Wajah Rama langsung memerah mendengar ucapan ibunya. Apa terlihat jelas sekali kalau dia menyukai gadis muda dari kota itu, sampai ibunya bicara seperti itu. Rama harap ibunya hanya bercanda, tidak ada maksud yang lain apalagi sindiran.
“Ahhh, yo ndak to Buk. Yasudah aku masuk dulu. Ibu cepat masuk juga sudah malam. Angin malam ndak baik untuk kesehatan,” Setelah itu Rama langsung masuk kedalam rumah. Tidak mau menerima banyak pertanyaan lagi dari ibunya.
Sedangkan Lastri yang melihat gelagat mencurigakan dari putranya tertawa senang. Rama nya yang biasanya bersikap tenang, ternyata bisa menjadi sangat menggemaskan jika malu dan salah tingkah.
***
Arjuna menutup pintu dengan pelan, jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dia keasikan ngobrol dengan Pakde Yanto tadi, sampai lupa waktu. Niatnya tadi ingin pulang karena takut adiknya terlalu lama menunggu, tapi saat melihat adiknya sudah tidak ada dia yakin kalau Rinjani sudah pulang dia lalu kembali ngobrol dengan bapak-bapak di mushola sampai larut.
“Abang baru pulang?” Rinjani muncul dari kamar dengan wajah ngantuknya. Dia terbangun saat mendengar seseorang membuka pintu.
“Loh belum tidur?” tanya Arjuna saat melihat adiknya keluar dari kamar.
“Kebangun, Jani takut kalau orang asing yang masuk.”
“Tadi pulang sendiri? Maaf ya Abang keasikan ngobrol tadi.”
“Pulang sama Pak Lurah.”
Arjuna mengerutkan keningnya, kenapa bisa sama pak lurah.
“Kenapa sama Pak Lurah?”
“Iya tadi kan ketemu di mushola. Terus lihat Jani nungguin Abang. Jadi Pak Lurah nawarin pulang bareng, Jani iyain aja, takut juga kalau pulang sendiri.”
Arjuna mengangguk faham, dia lalu pamit untuk istirahat dan meminta Rinjani untuk kembali tidur.
***