BAB 2

1449 Kata
Alison mengadakan acara makan bersama di belakang rumahnya. Acara makan sendiri di adakan di dekat lapangan golf pribadi milik Alison. Makanan telah disajikan. Mereka memakannya dengan tenang dan sesekali berbincang. Tak ada yang membahas Libra disana. Seolah-olah memang disana tak pernah ada manusia bernama Libra hidup. Selesai makan, Meja langsung di bereskan oleh para pelayan. Saat ini pelayan Alison menyajikan Darjeling sebagai Tea time khas orang Eropa. Sebenarnya ibu kandung Alison adalah orang asli Inggris. Mungkin kebiasaan menikmati Teh atau Wine kebiasaan mendiang ibunya. Alison hanyalah anak yang lahir sebelum pernikahan. Dan ibunya adalah perempuan penghibur. Itu yang dikatakan oleh ayahnya sebelum meninggal gara-gara kecelakaan. Sampai akhirnya suasana yang tenang itu tiba-tiba hancur karena datangnya tamu tak di undang. Mereka semua terkejut melihat kedatangan Rafael. Terlebih Alison. Apa penjagaann rumahnya semudah itu hingga tikus kecil seperti Rafael bisa masuk ke dalam rumah Alison yang penjagaannya lebih ketat dari pada Pentagon. Melihat Rafael, Medeia spontan bangkit dari kursinya. Rafael mendekati Alison ia memberikannya sebuah map. Alison menerimanya. Medeia mendongak melihat kesekelilingnya. Rumah Alison khusunya tempat berkumpulnya sekarang di halangi oleh tembok tinggi. Jika Rafael berada disini, artinya tuan mudanya juga berada tak jauh dari sini. Ia harus menemukannya. “Medeia..?” Panggil Rafael memastikan. Yah.. Ia pangling tadi. Bagaimanapun Mereka sudah lama tidak bertemu dan ini pertama kalinya ia melihat Medeia memakai dress hitam dengan sapu tangan hitam. Rambutnya sendiri memanjang. Wah.. Kali ini Medeia benar-benar terlihat berbeda. Meskipun wajah dingin Arthur masih melekat disana. Medeia tak memperdulikan panggilan Rafael. Ia menjauh dari tempat duduknya dan menatap tembok tinggi itu. Kemungkinan tingginya sekitar 4 meter. Bagaimana caranya ia bisa naik ke atas tempat itu. “Ayah.. Aku pinjam.” Kata Medeia yang mengambil tongkat di samping Medeia tanpa persetujuan Alison. Tongkat kayu itu memiliki ujung yang terbuat dari besi yang tajam. Dan didalam tongkat itu terdapat besi runcing yang siap ditusukannya kapan pun. Medeia mengambil jarak. Ia lalu berlari sembari melempar tongkat itu bak tombak menancapkannya ke tembok Alison. Medeia melompat meraihnya menggunakan kedua tangannya lalu memutar badannya mengangkat tubuhnya supaya bisa naik ke atas tongkat kayu itu. Orang-orang yang duduk disana memandang Medeia takjub. Medeia melompat menggunakan tembok itu sebagai pijakan agar ia bisa sampai di atas pagar dinding itu. Medeia berdiri di atas pagar dan mengedarkan kesekelilingnya. Dimana tuan muda bersembunyi?? Ia harus menemukannya. Harus!! Medeia ingin bertemu tuan mudanya meskipun itu cuma sekali. Melihat sebuah bangunan lusuh yang memiliki balkon Medeia menuju ke arah sana. Ia berlari di atas tembok itu dengan seimbang. Mereka melihatnya takjub. Jadi, ini kualitas seorang petinggi di Arc?? Medeia melompat lagi sampai di atas genting orang lain. Heels yang ia pakai patah sehingga ia terpleset turun ke bawah. Beruntung ia tak sampai jatuh. Medeia melepaskan heelsnya dan langsung berlari menuju bangunan tadi. Rafael menggelengkan kepalanya tak mengerti sekaligus kagum. “Alison kau menemukan barang bagus!” Puji Rafael yang langsung mendapatkan tatapan dari orang-orang yang berada disana. “Aku takjub bagaimana dia bisa tau jika Bos ada disana?” Tanya Rafael dengan melirik bangunan yang di tuju Medeia. Mendengar hal itu Keyra menatap Rafael kaget. Putranya ada disini? “Apa ia punya radar Bos?” Tanyanya lagi. Alison menikmati Tehnya. “Sejak dulu memang sudah begitu. Medeia selalu tau jika Libra ada di dekatnya.” “Katanya, dia juga bisa membaca setiap pikiran Bos? Mereka bilang, tanpa di perintah Arthur selalu tau apa yang diinginkan Libra.” Tanya Rafael lagi dengan penasaran. Karena seluruh orang di markas berbicara seperti itu. “Bukan membaca. Itu karena Medeia mencoba mengerti setiap pemikiran Libra.” “Ah.. Pantas saja. Ia mendapat julukan Anjing penjaga King!!” Sautnya. Rafael mengerti sekarang, kenapa Libra tak mengambil tangan kanan baru. Kenapa Libra lebih memilih bekerja sendiri daripada di bersama orang lain. Padahal yang ia tau, Libra tak pernah bekerja sendiri. Ia selalu mempunyai rekan. Dan Medeia akan selalu disidinya, menemaninya. Tapi kali ini Libra sering sekali bekerja sendiri atau bersamanya. “Apa menurutmu Mereka akan bertemu?” Tanya Rafael. “Bagimana menurutmu?” Tanya Alison balik. “Entah.... Aku tidak bisa menebaknya. Tapi menurutku Bos tidak akan menemuinya.” Jawab Rafael. Alison tersenyum miring, “Kau tau kenapa ia di juluki Anjing penjaga King?” Tanya Alison. “Itu karena ia selalu menjaga Libra.” “Hampir... Lebih tepatnya, ia selalu bisa menemukan dimana Libra berada, karena itu lah ia bisa menjaga Libra disaat Libra sedang terdesak.” “Apa?” “Libra mempercayai Medeia sebesar ia mempercayai dirinya sendiri.” tambahnya lagi. Alison menikmati tehnya santai. Disisi lain, Medeia melihat ke sekelilingnya. Tak ada tuan mudanya. Dimana Libra.. Dimana...? Dimana laki-laki itu. Medeia mengigit bibirnya agar air matanya tak turun. Apa ia benar-benar tak bisa menemukan laki-laki itu? Medeia terduduk ia menunduk dan memegangi kepalanya. Berfikir dimana Libra akan bersembunyi. Ia tak akan salah menebaknya. Ia sangat mengenal tuan mudanya itu. Ia tau, jika Libra tak akan menemuinya. Ia sangat tau itu. Tapi, tetap saja. Sekali. Hanya sekali ia ingin bertemu. “Apa kau selalu seceroboh ini Arthur?” Mendengar suara yang tak asing Medeia mengangkat wajahnya. Orang yang dicarinya sedang berdiri disampingnya dengan wajah angkuh. “Astaga... Lihat wajah bodoh itu. Kamu menangis?” Godanya lagi dengan tersenyum miring. Medeia mengusap air matanya. Ia berusaha berdiri tapi Libra melarangnya dan menyuruhnya duduk kembali seperti tadi. Medeia menurut. Libra menunjuk kaki Medeia. Pandangan Medeia mengikutinya. Terlihat darah segar mengalir dari kakinya. Medeia baru merasakan perih. Sepertinya ia tak sadar menginjak benda tajam. Darahnya mengalir deras. Sepertinya lukanya dalam. Medeia memeriksa kakinya, ia mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap telapak kakinya. Benar... Ia menginjak pecahan kaca dari botol. Ia heran alih-alih menginjak paku, masa di atap rumah tadi ada pecahan kaca?? Medeia mencabut pecahan itu sembari sedikit meringis. Libra memperhatikannya. Medeia menekan telapak kakinya mengeluarkan darahnya barulah ia mengusap sisa darah itu. “Sshhh... Eh.” Libra menggelengkan kepalanya heran. Betapa cerobohnya Medeia saat ini. Jika saja Libra tidak tau kalau Medeia perempuan, dan tetap menganggapnya laki-laki seperti dulu ia pasti akan mengabaikannya. Sebenarnya jika perempuan di depannya ini orang lain 100% Libra juga akan mengabaikannya. Berhumbung Libra sudah mengenalnya sepanjang hidupnya ia tak bisa mengabaikannya. “Tuan muda.” Panggil Medeia pelan. Libra memperhatikannya. Medeia memegang tangan Libra lalu menaruhnya di pipinya. “Kenapa anda memperlakukan saya seperti ini?? Apa saya sudah tidak berguna??” Tanyanya putus asa. “Rasanya...” “Arthur...” Sebut Libra. Medeia diam lalu memperhatikan Libra. “Hanya sekali ini.” Katanya yang tiba-tiba mengangkat tubuh Medeia ala bridal Style. Reflek Medeia memeluk leher Libra erat. “Kau seringan ini ternyata.” guman Libra yang masih bisa di dengar oleh Medeia. Libra naik ke pembatas balkon lalu melompat ke bawah, pendaratannya sempurna. Di atap rumah orang lain. Libra berlari ke arah timur sembari mengangkat Medeia, diarah sana ada rumah sakit. Medeia menutup matanya takut. Tapi kemudian ia membuka matanya lalu melihat wajah tuan mudanya itu. Jantungnya berdebar keras. Wajahnya bersemu merah karena malu bercampur senang. Libra menurunkan Medeia perlahan ia lalu melompat turun. Libra menyuruh Medeia menyusulnya. Medeia menganguk. Ia lalu melompat dan Libra menangkapnya. Wajah Medeia hanya tinggal beberapa inci saja dari wajah Libra. Libra memeluk pinggang Medeia erat sebelum ia mengubah cara menggendong Medeia lagi. Medeia memeluk leher Libra erat. “Saya... Saya, bisa berjalan sendiri tuan muda.” “Husstt. Kau membuat kepalaku sakit!!” Perintah Libra. Medeia langsung diam. Sampai di rumah sakit, Libra membawa Medeia masuk. Ketika Medeia mendapat perawatan. libra langsung mengurus biayanya dan pergi meninggalkan Medeia. Tak lupa ia menghubungi pelayan Alison dan menyuruhnya untuk menjemput Medeia. Sebulan yang lalu... Libra akhir-akhir ini lebih sering di Markas Arc melihat daftar pesanan yang masuk. Ia harus menugaskan siapa saja yang akan mengambil misi itu dan menghitung presentase keberhasilannya. Belum lagi ia harus memeriksa beberapa Pub, Casino, toko baju, restoran dan pabrik senjata dan alat beratnya. Pekerjaannya sangat banyak sekali. Tiba-tiba Rafael masuk dengan meminum s**u Stowberrynya. “Kau tidak bisa ketuk pintu?” “Sepertinya kau sangat sibuk.” “Kalau begitu, bantu aku!!” Maki Libra kesal. “Aku disini untuk memberimu kabar.” “Apalagi kali ini?” Tanya Libra menahan kesalannya. “Aku dengar dari Bel, katanya sekarang Anjingmu itu tinggal dengan Alison.” Bisiknya. “Apa??” Syoknya. Rafael tersenyum, ia lalu memberikan sebuah flash disk. “Coba periksa.” Kata Rafael yang kini duduk di depan Libra. Libra memeriksa. Melihat isinya... “Si tua bangka itu mau apa?” desisnya kesal. Rafael tertawa kecil. “Mau aku memata-matainya??” Tawar Rafael dengan tersenyum licik. “Tidak perlu!” Tolak Libra dengan cepat. Ia mencabut flashdisk itu. “Kenapa?” Tanya Rafael penasaran. “Karena Medeia akan tau. Jadi, jangan pernah memata-matainya!!! Kuperingatkan kau!!” Ucap Libra sembari mengembalikan flash disknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN