|7|

1718 Kata
Chapter 7 (Meet you) ●●● Sejujurnya Arey takut, sangat amat takut, mengingat dirinya tengah berurusan dengan lelaki yang menurutnya bukan 'manusia'. Arey hanya tidak menunjukannya saja di depan lelaki itu, padahal yang sebenarnya mah, Arey takut banget. Kali ini, setelah tadi Arey ditinggal oleh lekaki yang baru diketahui bernama Albert itu, Arey kembali merenung sampai-sampai ingin menangis. Arey binggung setelah dibebaskan dari tempat ini, Arey harus pergi ke mana? Apakah keputusannya untuk pulang kembali ke rumah baik, atau malah sebaliknya? Arey benar-benar tidak bisa memutuskan hal itu. Karena, bagi Arey keselamatan keluarganya merupakak suatu hal yang terpenting. Arey juga sedari tadi tidak berhenti meringis, tubuhnya masih sangat sakit, apalagi di bagian punggung dan pipinya. Kemarin, Albert menggores pipinya dalam, sepertinya akan meninggalkan bekas yang tidak bisa hilang. Mungkin, Albert tidak berpikir bahwa kekuatannya itu berbeda dari Arey, menggoreskan cutter kecil rasanya seperti digores dengan pisau. Tiba-tiba Arey memikirkan Deon. Lelaki itu sepertinya benar marah kepadanya, bahkan sampai saat ini dia tidak berniat menyelamatkan atau menghampiri Arey. Padahal waktu itu dia berkata bahwa tidak ada yang bisa menyakitinya. Hah. Bulshit. Tetapi kenapa ya, Arey jadi sedih memikirkan tentang Deon. Disaat dirinya sekarat seperti ini Deon tidak peduli kepadanya. Hei! Sesuatu menyadarkan Arey dengan keras. Memang Arey siapanya Deon? Hah. Lelucon. Bahkan mereka baru kenal beberapa minggu ini, tidak mungkin bukan Deon sepeka itu, apalagi waktu itu Arey sempat mengancamnya bahwa dia tidak mau bertemu lagi dengan lelaki itu. Arey menghela napasnya kasar, tangannya yang sedari tadi masih gemetar mengusap darah yang masih mengalir di pipinya. Saat tangan itu menyentuhnya, Arey terkejut karena refleks menyakitkan. "Hiks. Bunda, sakit banget...kangen bunda," tuh kan. Arey itu sebenarnya tipe orang yang cengeng. Sakit sedikit dia akan memanggil bundanya dan merengek manja. Arey hanya pura-pura kuat dan berani saja di hadapan kaum itu. Dengan masih sesenggukan, Arey bergerak merobek sedikit bagian kaos kebesaran yang dia kenakan kemarin, jika lukanya ini tidak di sumbat, bisa lebih bahaya bukan? Sambil mengigit bibir bawahnya dengan keras dan menutup mata sambil merapalkan doa, Arey mengusap darah di pipinya dengan robekan kaos miliknya lalu menekan dibagian luka itu sedikit. Bibir bawah Arey membuka luka baru, tidak apa. Tidak sesakit luka di pipinya. Setelah selesai, Arey membuka kedua bola matanya, lalu merasa haus karena menangis sedari tadi, perutnya juga sudah berbunyi sejak tadi. Sebenarnya Arey ingin sekali keluar atau teriak untuk meminta sebuah makanan atau minuman, tetapi Arey terlalu lemas karena takut dan kesakitan, jadi sulit untuk berdiri dalam keadaan seperti ini. Arey berpikir, apa jangan-jangan dia mengalami patah tulang punggung, atau yang lebih parah patah tulang rusuk ya? Soalnya punggungnya seperti sedang keseleo tetapi uratnya tidak bisa balik kembali. Bayangkan saja, dilempar ke dinding dan ke lantai dengan kekuatan super. Dia itu lelaki ditambah bukan 'manusia' bisa dibayangkan bukan betapa besar kekuatannya itu. Cklek Bola mata Arey beranjak melihat ke arah depan, di mana pintu putih itu berada saat pendengarannya mendengar suara pintu terbuka. Tak lama seseorang datang masuk sambil membawa nampan berisi piring makanan dan gelas berisi air mineral. Arey menatapnya dalam diam. Matanya kembali memanas menahan tangis. Arey tidak mau menangis di depannya. Tidak mau. Tetapi entah mengapa cairan bening itu mengalir turun mengenai pipinya yang terluka, lalu turun deras ketika merasakan perih kembali datang. Kaki pembawa nampan itu datang menghampiri Arey yang masih duduk di lantai, menatap ke dalam kedua bola mata Arey tanpa mengalihkan pandangannya. Setelah sampai di depan Arey, dia menaruh nampan di samping kakinya kemudian berlutut di hadapan Arey. Memperhatikan kondisi naas perempuan itu. Bibir Arey bergetar saat tetesan cairan bening itu berubah menjadi tangis deras. Sebenarnya ada tiga hal yang membuat Arey kembali menangis. Pertama, perih pada pipinya. Kedua, saat dia bernapas, punggungnya ngilu, apalagi saat menangis, sangat sakit. Dan yang ketiga, ya, kemunculan lelaki itu. Yang bahkan sejak tadi sempat ditangisi Arey. Lelaki yang hampir dibencinya karena tidak bergerak menyelamatkannya. Arey memang tidak tau diri. Lelaki itu Deon. Yang sejak datangnya tadi masih saja berlutut di depan tubuhnya, sambil menatap Arey dalam. Sesaat Arey tersesat dalam tatapan itu, begitu dalam, tenang, dan kosong. Seperti rasanya Arey akan tersesat di dalamnya. Tidak tau kenapa. "Bagaimana kabarmu?" Kalimat pertama yang di keluarkan Deon setelah puas menatap dalam mata cokelat terang di depannya yang masih menangis. "K-kau pi-pikir?" balas Arey sambil sesenggukan. Deon menunduk sesaat sebelum tangannya bergerak menyentuh punggung tangan Arey yang berada di pipinya. Arey menepisnya. Deon mengepalkan tangannya. Seperti sedang menahan sesuatu. Gerakannya pun sama sekali tidak terbaca oleh Arey. "Kau lapar bukan? Ayo makan. Akan aku suapi." Arey menggelengkan kepalanya. Rasa laparnya hilang. Tiba-tiba. "Kau harus makan, Arey." titah Deon. Dia tidak tau kenapa perempuan di depannya ini sangat keras kepala. Deon sedari tadi meringis sebenarnya melihat keadaan Arey. Luka terbuka di pipinya yang sedang ditutupi oleh selembar kain bekas robekan kaosnya itu bahkan sudah berganti warna menjadi merah, menandakan darah yang tidak berhenti keluar meski di sumbat. Sepertinya membutuhkan tindakan khusus. "Baiklah. Apa yang mau kau lakukan sekarang?" "Mati." Arey menyeringai sambil mengatakan itu. Membuat Deon yang berada di depannya terlihat emosi, wajahnya memerah. "Aku yang akan membunuhmu, jika itu yang kau inginkan." Arey lagi-lagi tertawa sinis. "Silahkan. Jika itu yang ingin kau la-" ucapannya terhenti ketika seorang di depannya itu beranjak menrangkul tubuhnya hingga tubuh Arey sampai di pelukannya. Jemari panjang dan dingin itu menariknya dengan lembut, bahkan mengelus punggungnya dengan lembut. Memberikan kehangatan serta kenyamanan yang Arey dapat rasakan. Sungguh, sakitnya tidak ia hiraukan lagi sekarang. Arey terlalu terkejut dengan tindakan Deon. Apalagi ketika kepala lelaki itu terbenam di area lekukan lehernya, mengirimkan napas yang membawa gelenyar aneh ke dalam perut Arey. Seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perutnya. Rasanya menyenangkan. "Kau tau Arey. Hal ini sudah ingin ku lalukan sejak dahulu, bahkan setelah aku melihatmu untuk yang pertama kali. Aku sangat ingin memelukmu. Entah mengapa." Deon berucap. Napas yang keluar dari mulutnya berhembus ke lehernya. Arey masih diam tidak berkutik. Masih merasa abu-abu dengan kejadian ini. Oh tidak. Jantungnya kembali kumat. Tidak bisa dibiarkan, pasti Deon akan mendengarnya. Tangan Arey yang bebas mendorong pelan tubuh Deon untuk menjauh darinya. Sesaat Arey melihat ada kekecewaan di dalam mata Deon saat dia mendorongnya untuk menjauh. Deon sangat pandai mengontrol perasaan. Rupanya aksi mematikan dan melemahkan milik Deon tidak berhenti sampai situ. Sekarang jemari panjang lelaki itu menangkup kedua pipinya dengan lembut, kemudian jempolnya mengusap luka yang terbuka melebar. Sebenarnya hal ini tidak boleh ia lakukan di depan mata khayalak. Tetapi Deon sudah tidak perduli akan hal itu. Deon berucap di dalam hati, sangat beruntung beberapa tahun ini dia mempelajari mantra untuk penyembuhan. Kedua mata saling memandang. Deon dengan rapalan mantra penyembuhan luka miliknya dan Arey dengan jantung yang sepertinya akan berlari keluar sebentar lagi. Ketika kedua jemari hangat itu terlepas dari pipinya, barulah Arey bisa menghembuskan napas lega. Deon benar-benar mematikan. Segala caci maki yang tadi sempat dia rapalkan untuk Deon henyap, seolah tidak pernah terucap oleh Arey. "Kau sudah sembuh. Tidak ada alasan untuk tidak makan." Saat Deon mengatakan hal itu, Arey mengernyitkan dahinya kebingunggan. Kemudian Arey bergerak untuk kembali senderan ke dinding agar punggungnya tidak ngilu. Tunggu. Tadi, punggungnya masih sakit loh, kok sekarang? "Kau menyembuhkan punggungku?" tanya Arey sambil merenggangkan tubuh. Deon mengangkat kedua bahunya. Baru saja tadi dia terlihat hangat, sekarang sifat menyebalkannya itu kembali lagi. Sesaat setelah puas merenggangkan tubuhnya Arey baru sadar, ternyata luka terbuka di pipinya juga sudah rapat, bahkan Arey tidak merasakan rasa sakit apapun. Ajaib. Lelaki di depannya sungguh ajaib. Setelah bisa membaca pikiran orang, dan bisa menghilang begitu saja, tenyata juga bisa menyembuhkan lukanya. "Selain hal ini, apa lagi yang dapat kau lakukan?" tanya Arey penasaran. Deon tau hal ini akan terjadi. Inilah yang dia maksud tadi. Terlalu rumit jika dilihat langsung. Tetapi, kali ini, Deon akan berusaha meladeninya. Hitung-hitung, balasan atas keterlambatan Deon. "Aaa..." sendok berisi nasi dan beberapa lauk tambahan melayang di hadapan Arey. "Kau harus makan jika ingin aku ceritakan." Arey merajuk. Rupanya ini jebakan. Banyak sekali akalnya. Sambil bercerita dan penasaran tentang kehidupan Deon, Arey juga sambil menerima suapan demi suapan yang dilakukan oleh lelaki di depannya. Rupanya kedua orang itu belum saling menyadari jika perasaan dan ikatan mulai muncul di antaranya. Saling mengikat dan membutuhkan. Ya, seperti itulah. Terkadang tujuan awal kita tidak sesuai dengan harapan kita. Tetapi, terkadang jalan yang di dalamnya membuat kita dapat menyadari bahwa keberhasilan didapatkan jika saling percaya. Seperti Arey yang bicara bahwa dia membeci Deon karena tidak datang menolongnya. Tetapi sebenarnya, jauh di dalam lubuh hatinya dia percaya kepada lelaki itu. Bahwa dia akan datang untuk menolongnya. Sama juga seperti Deon. Dia tidak juga percaya dengan yang namanya takdir. Beberapa lalu Deon juga mengunjungi ayahnya di istana. Ayahnya selalu berkata bahwa Deon akan segera bertemu dengan takdirnya. Deon tidak percaya sebenarnya. Karena sudsh beratus tahun dia hidup, perkataan ayahnya itu hanyalah angin belaka. Tetapi apakah benar sekarang terjadi. Deon juga masih terlalu abu-abu akan hal itu. Terlebih ketika dia juga dapat merasakan sakit seperti yang dirasakan Arey. Kenapa ya? Apakah perkataan ayahnya benar? Bahwa Deon akan segera bertemu dengan sang takdir dalam hidupnya? Tetapi apakah benar seorang itu perempuan yang ada di depannya ini? ••• Langkah kaki dengan sepatu pantofel hitam itu melangkah di lorong yang panjang, sehingga menimbulkan gema di setiap langkahnya. Matanya yang tajam memandang lurus ke depan. Saat menemukan ruangan yang menjadi tujuannya dia membuka pintu besar itu kemudian berjalan masuk ke dalam. "Selamat datang, tuanku." seorang di depan lelaki itu menunduk hormat begitu 'tuannya' masuk ke dalam dan beranjak duduk di tempat yang sudah di sediakan. "Ceritakan kepadaku." ucapnya angkuh, kakinya saling bertopang, dan tangannya memegang gelas berisi cairan merah. Seorang tadi berjalan menuju rak buku yang ada di dinding, membawa buku tebal besar yang sudah berbau lapuk. "Hanya ada tiga di dunia, tuanku. Salah satunya berada di perempuan yang selalu di lindungi pangeran Deon." ucapnya sambil menunduk patuh. Lelaki itu tersenyum sambil mengangguk. "Aku juga sudah mendapatkan selain yang itu Nany. Tolong kau susun rencana selanjutnya." setelah berucap dia melangkahkan kakinya keluar ruangan. Seorang yang diketahui bernama Nany itu tersenyum dalam diam. Kedua tangannya yang keriput itu mengepal sambil tertawa kencang. Rupanya, tuannya itu sangat mudah diperdaya. Sangat kosong dan rapuh sehingga mudah di pengaruhi. Sungguh, awalnya Nany hanya mencoba memperdayanya. Mengetes tuannya itu. Tetapi keberuntungan selalu berpihak kepadanya. Tuannya itu ternyata sangat amat mudah, tidak perlu bersusah payah untuk menjebaknya. Hanya dengan jentikan jarinya. •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN