Butik Kak Milly ini udah seperti rumah kedua buatku. Terkadang aku sengaja menginap di sini, bilangnya sih lembur, padahal wifi-an gratis. Lumayan bisa stalking i********: cowok-cowok kece.
Umurku boleh mau expired untuk perempuan single, tapi kayaknya kalau aku tinggal di luar negeri terutama daerah barat, umur segini masih banyak yang ngincer. Sayang aku hidup di Indonesia, wilayah Timur yang bagi mereka umur 33 tahun itu sudah waktunya dipaksa buat kawin. Diobral sana-sini yang penting laku.
Aku bahkan harus mengikuti perintah kanjeng eyang untuk ikut kencan buta yang sudah eyang atur. Sudah jelas kebanyakan yang datang kencan buta umurnya di bawah aku. Artinya aku ketemu brondong mulu. Padahal aku kepengennya itu dapat yang umurnya di atas aku. Setahun pun gak masalah, yang penting bisa dipanggil abang sayang.
"Ngapain lo Dek? Mau jual saham lo? Untung berapa? Traktir boleh nih."
Tiba-tiba abangku tercinta bernama Abraham datang menghampiri. Sepertinya dia bakalan jemput Kak Milly. Aku mah puas banget jadi obat nyamuknya pasangan ini, kadang jadi babysister dadakan saat mereka mau indehoy.
"Udah tutup b**o pasar saham jam segini Bang! Ini udah jam delapan malam kali," aku melempar Bang Abraham dengan syal tipis milikku.
Kesal juga sih setiap aku dapat untung dia selalu minta traktir. Apa lagi kalau dia tahu aku terima pembagian dividen, beh bisa mampus aku diporotin. Coba aja kalau giliran dia dapat bayaran gede, aku minta traktir pelit banget bener deh. Punya abang arsitek terkenal tapi pelit susah deh emang.
"Gak balik Di?" tanya Kak Milly yang melewatiku. Dia menepuk pundak abangku sekilas.
"Enggak deh Kak. Aku mau jadi satpam di sini dulu, bilang aja aku lembur," ujarku yang kini sudah nyaman tiduran di sofa yang cukup besar.
Punya badan tidak terlalu besar kadang membuat aku terlihat lebih muda dari umur yang seharusnya. Tapi kalau sudah tau aku umur kepala tiga lewat, pasti pada ceramah sana-sini.
Alasan aku nginap di butik ya karena eyang. Aku gak sanggup kalau pagi-pagi harus disuruh lari pagi ke lapangan komplek demi mencari pasangan hidup. Padahal aku masih rutin taekwondo, lebih banyak brondong keren yang berseliweran.
"Ya udah kita balik ya. Pintu depan butik jangan lupa ditutup Di," pamit Kak Milly yang langsung melenggang bersama suaminya.
Aku hanya bergumam dan mengikuti mereka. Aku mengunci pintu depan dan kembali ke ruanganku. Menghidupkan TV menyetel DVD berupa film TV series luar negeri.
"Nonton mid night aja kali ya," gumamku saat entah kenapa aku ingin nonton bioskop.
Gak papalah nonton bioskop sendirian. Kapan lagi aku bisa menikmati kesendirian, oke itu emang kalimat terbullshit menurutku. Secara aku memang masih sendiri dan terus sendiri.
Bukan, bukannya gak mau pacaran karena trauma. Cuma karena gak laku aja. Entah kenapa aku selalu gagal menggaet pria. Mulai dari yang masih SMA pun pernah aku coba sampai om-om cihuy banyak duit.
•••
Aku masuk ke dalam teater, tadi saat sampai aku langsung antri dan film juga langsung dimulai. Jadi aku gak perlu ngelihat ABG pacaran gak jelas yang cuma buat panas hati aja. Tapi sepertinya aku salah ambil posisi duduk. Kiri kananku semuanya orang pacaran, rasanya kok sakit ya.
Ngenes banget gitu nonton sendirian ketika kiri kanan pada pacaran. Bahkan yang kursi di bawahku saja lagi cipokan panas. Buset dah ini film hantu tapi malah cipok-cipokan, gak takut apa yang dicipok berubah jadi kuntilanak?
"Apaan nih," gumamku pelan saat aku merasakan ada sebuah kertas nangkring di atas pangkuanku.
Kertas yang digulung keci-kecil dan mengundang penasaran. Akhirnya aku buka itu kertas, berharapnya dapat nomor hp cowok ganteng gitu. Tapi yang ada hanya kalimat jengkel yang aku.keluarkan.
"Bangke struk minuman."
Aku menikmati film setengah-setengah, bahkan saat hantunya keluar aku lebih fokus pada adegan ajib di depan mata. Herannya kok gak ada yang protes gitu ya sama perbuatan gak senonoh sejoli di depanku ini.
Sampai film selesai pun aku berasa kehilangan nyawa. Terlaku asik nonton live adegan cipokan nih kayaknya. Jadi mau tidak mau aku menyerobot pasangan yang lengket di depanku.
Pasangan ini beda sama pasangan cipokan tadi. Tapi rasanya aku kesal saja sama semua pasangan yang ada di depan.mata. Jelas aku serobot saja jalan mereka biar tau rasa sekalian.
"Eh Tante! Jalannya yang sopan napa," protes si perempuan yang jalannya di selak olehku.
Rasanya panas ini telinga saat mendengar dia manggil aku tante. "Eh cah. Sejak kapan gue nikah sama om lo," sahutku sambil menghadap si bocah cilik.
Aku memperhatikan si perempuan yang mungkin masih SMA. Kemudian beralih ke sosok pria di sebelahnya yang sedang menatapku dengan alis berkerut. Aku mengumpat pelan saat ingat wajah ganteng nan menyebalkan itu.
"What the f**k! Lo suka jalan sama anak SMA? Om m***m lo," tudingku langsung.
"Ah gue inget. Lo temennya Kesi," ujar Arghani. Iya dia si fotografer ganteng nan seksi itu. "Lo jomblo banget? Nonton aja sendirian," hinanya kemudian.
Aku ingin sekali mencakar wajah ganteng Ghani itu. Kok aku jadi gemes sih, pengen aja ngebawa ini makhluk ke hadapan bunda dan eyang. Biar mingkem dikit kalau berhadapan dengan eyang.
"Dari pada lo. Jalan sama anak SMA."
"Lah emang salah? Toh dia udah 17 tahun ini," balas Ghani tidak mau kalah.
"Set dah Mas. Lo kenal sama ini Tante nyentrik?" si anak SMA menyela aku dan Ghani.
Gemes juga sama mulutnya si anak SMA ini, pengen aku garemin deh rasanya. "Eh gue sama ini Mas lo tuaan dia. Ngapain lo manggil gue Tante," ujarku tidak terima.
Aku memilih balik badan dan berjalan cepat. Males juga sih adu mulut lama-lama dengan Ghani. Takutnya aku khilaf malah aku cipok itu si Ghani. Oke anggap aku perempuan ganjen gak papa sih, dari pada dianggap perempuan gak laku.
Aku sih berharap ada mid night sale. Tapi ternyata di mall ini sedang tidak ada, padahal ini malam minggu. Siapa tau kan ada mid night sale tergantung di d**a pria kece nan mapan, lumayan buat gandengan.
Aku emang frustasi banget, diumur segini belum punya pasangan. Belum ada yang ngajakin serius. Bahkan belum ada yang berniat ngajakin pacara.
Eh tapi aku pernah pacaran ya. Aku pernah pacaran dengan dokter yang menurutku cukup buat ngasih pengalaman pahit plus manis. Udah ah aku malas cerita soal ini dokter yang sebenarnya brondong.
Alasan lain aku gak suka brondong. Aku sukanya yang hot macam Arghani. Fix besok aku minta Kak Milly pindah fotografer aja!