Lost Bride
" Iya sayang, aku udah selesai. Kamu dimana sih? Semua udah siap loh ini" ucap Lily pada Devan, tunangannya.
" Bentar lagi ya sayang. Aku kejebak macet tadi. Maaf ya... "
" Daritadi kamu ngomongnya bentar terus deh. Emang udah dimana sih? Kan dari hotel ke sini nggak jauh-jauh amat. Kamu pasti ketiduran kan?"
" Ketahuan ya sayang? Iya nih aku capek banget abis nyetir semalaman. Aku bahkan nggak sempat nyamperin kamu semalam. Maaf ya"
" Maaf mulu... Kenapa nggak minta supir anterin sih? Ya udahlah kamu udah disini juga. Cepetan ya, hati-hati..."
" Iya sayang. Eh Ly...."
" Kenapa?"
" Aku udah nggak sabar kita menikah. Aku sayang kamu"
" Makanya buruan kesini. I miss you"
" Iya sayang. Tungguin ya"
Lily lalu tersenyum simpul dan mematikan panggilannya pada Devan. Sudah terbayang jelas dihadapannya masa depan yang akan ia lalui bersama pria yang sudah dua tahun ini menjadi tunangannya.
Meski Lily tidak begitu yakin dengan perasaannya sendiri, namun ia yakin jika Devan adalah pria yang baik untuknya.
Devan adalah salah satu pengacara yang mengurusi harta warisan Lily dari mendiang ayahnya yang kini masih berada di tangan sang ibu sambung yang memberi syarat jika Lily hanya dapat menerima warisan tersebut jika Lily telah memiliki anak dari pernikahannya.
Tentu syarat tersebut sulit untuk Lily karena mengingat jika Lily mempunyai begitu banyak cita-cita. Dan cita-cita terbesarnya adalah memiliki yacht dan berdiam diri disebuah pulau dengan teman-temannya.
Bekerja? Tentu Lily tidak perlu memikirkan hal tersebut. Ia berasal dari keluarga yang berlebih yang selalu memanjakannya sejak kecil. Saat ayahnya masih hidup, tentunya.
Kini Lily sudah nampak cantik dengan gaun putih menjuntai dan rambutnya yang telah ditata sedemikian rupa. Wajahnya hanya dirias dengan sentuhan warna pink muda yang memperjelas kecantikan alami dari pemiliknya.
Lily lalu berjalan mengelilingi resort dimana ia akan melakukan photoshoot yang telah teman-temannya siapkan untuk prewedding pernikahannya dua bulan lagi.
" Kok aku deg-degan gini ya?" ucap Lily bersemangat namun nampak malu.
" Devan kemana sih? Lama banget. Sejak tadi nggak nyampe-nyampe" gusar Lily sambil kembali menekan nomer milik sang calon suami.
Lily mengerutkan kening ketika panggilannya di tolak oleh Devan yang tentu saja tidak pernah melakukan hal tersebut. Lily lalu kembali menekannya dan kembali mengerutkan kening ketika ia hanya mendengar nada panggilan dan secara samar ia mendengar suara nada dering ponsel milik Devan yang tidak lain adalah lagu kesukaan Lily.
Ia lalu sedikit mengangkat bagian belakang gaunnya agar memudahkannya untuk berjalan dan kembali menekan nomor milik Devan sambil mengikuti arah samar nada dering yang kembali terdengar itu.
Dan betapa terkejutnya Lily ketika apa yang ada dihadapnnya tidaklah sama dengan apa yang ia khawatirkan sejak tadi.
Lily lalu kembali menekan nomor milik Devan untuk melihat reaksi sang pemilik.
" Denger, Lily pasti khawatir. Kamu tunggu disini dulu. Kita omongin baik-baik nanti. Tapi tolong jangan sampai Lily tahu, aku sayang sama dia. Jangan hancurin pernikahan aku"
" Sayang? Dan setelah semuanya kamu bilang sayang sama dia? Dan aku? Kamu nggak sayang sama dia Dev, kamu sayang sama hartanya"
Lily yang sedikit temperamen pun langsung berjalan geram ke arah kedua insan yang masih saling bergandengan dan saling berhadapan tersebut.
" Dev..." panggil Lily datar mencoba terlihat tak kalah dari sang wanita dihadapannya yang Lily yakin adalah rekan kerja Devan.
" Ly.... Sayang, kamu ngapain?" ucap Devan gugup dan langsung melepaskan tangannya.
" Sayang? Masih bisa bilang sayang sama aku setelah semuanya? Dan dia?" tanya Hana mengulang kalimat yang tadi sempat ia dengar.
" Ly, biar aku jelasin. Ini nggak seperti..."
" Iya, ini seperti yang kamu pikirkan. Saya dan dia berpacaran sudah setahun. Hubungan kami pun sudah sangat jauh."
" Winda!!!" bentak Devan pada wanita itu.
" Selamat kalau gitu." ucap Lily datar dan menatap penuh kecewa dan amarah tepat di titik mata milik Devan lalu kemudian berbalik dan meninggalkan mereka berdua.
Devan lalu mengejar Lily dan menarik tangannya.
" Sayang, dengarin aku dulu. Aku salah aku minta maaf"
" Maaf? Aku maafin." Lily kembali melepaskan tangannya dan berjalan.
" Ly, dengar aku dulu. Kamu mau kemana?"
" Ly...." Devan yang hanya mendapat reaksi datar dari Lily pun bingung harus bagaimana. Ia lalu kembali mengejar Lily dan menarik tangannya.
" Lepasin. Sakit Devan" elak Lily mencoba menahan kekecewaannya.
" Nggak. Kita harus ngomong!"
" Lepasin!" bentak Lily.
" Kalau nggak kenapa?" tantang Devan yang makin mengeratkan pegangannya di pergelangan tangan Lily.
" Sakit! Lepasin!"
" Aku nggak akan lepasin kamu! Aku nggak peduli. Aku akan obatin tangan kamu. Tapi kamu nggak boleh pergi"
" b******n kamu!"
PLAKKK....
Devan langsung refleks memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari Lily yang kini memegangi pergelangan tangannya yang telah memerah.
" Ly, kamu nggak bisa nyalahin aku untuk semuanya. Kamu tanya diri kamu sendiri kenapa aku bisa ngelakuin hal itu!"
" Apa? Kenapa? Apa aku harus nyalahin diri aku untuk kesalah kamu?"
" Iya! Kamu nggak bisa buat aku senang!"
" Apa? Kamu sadar nggak sih? Udahlah Dev, lupain aja. Udah nggak penting kita bahas. Kita udah selesai. Maaf kalau kamu nggak bahagia sama aku. Silahkan, kebahagiaan kamu menunggu disana" lirik Lily pada wanita yang kini sedang berjalan mendekati mereka.
" Nggak bisa Ly. Denger, aku akan ngerti kalaupun aku bukan yang pertama. Itu bukan alasan kalau kamu nggak mau sama aku. Aku akan tetap nerima kamu. Aku sayang sama kamu. Tapi aku juga laki-laki normal Ly"
Lily mengerutkan keningnya tidak mengerti.
" Kamu ngomong apa? Dengar, aku nggak peduli..."
" s*x. Dia bisa nerima dia bukan yang pertama sama aku. Tapi kami bisa sampai setahun. Dia kecewa aja kamu nggak bisa jujur soal itu dan menjadikan itu alasan u tuk nggak mau layanin dia" potong Winda.
Lily tersenyum miris mendengar dan melihat dua orang di hadapannya.
" Kalian berdua emang cocok. Serasi." Lily lalu melemparkan ponselnya saking kesal, marah dan gemas pada kedua orang tersebut.
" Jadi kamu pikir aku nggak pernah mau tidur sama kamu karena aku takut kamu nggak bisa nerima aku yang udah nggak perawan? Ya Tuhan, kenapa kamu bisa jadi pengacara sih kalau sebodoh itu?"
" Kamu tahu Dev, aku mau ngasih yang terbaik untuk kamu di malam pertama kita. Aku nggak mau ngecewain kamu. Karena itu aku mencoba menahan kita selama ini. Tapi terima kasih, paling nggak aku tahu kalau kamu benar-benar b******n yang nggak pantas dapat yang terbaik. Sudahlah, semoga kalian bahagia ya... Walaupun tahu bukan yang pertama" ucap Lily dengan kerlingan dan tatapan meremehkan pada Winda.
" Lily..."
" Please Dev, jangan makin keliatan bodoh di depan aku. Mbak bukan pertama, tolong pegangin mantan tunangan saya"
Lily lalu berjalan dan meninggalkan kedua orang yang nampak saling berdebat tersebut.
Lily berjalan hingga ke luar resort dan menemukan jalan raya yang nampak lengan dengan perasaan yang bercampur aduk. Sedih, marah, kecewa, malu dan takut akan apa yang menunggunya di rumah. Lily tidak menyangka Devan yang selalu begitu baik dan manis padanya ternyata memiliki pemikiran sepicik itu hingga tega mengkhianatinya selama satu tahun.
Lily berjalan dan menguraikan rambut yang tadi telah menghabiskan banyak waktu untuk membuatnya terlihat menawan.
Ia lalu membuang juntaian kain yang menghalangi langkahnya secara asal dan akhirnya terbang entah kemana.
Lily mengusap air mata yang kini mengalir di pipinya sambil memeluk tubuhnya sendiri.
" Pa... Temanin Lily Pa... Lily kesepian..." Ucapnya pada diri sendiri. Kini ia tidak tahu harus kemana, ponselnya telah ia lemparkan tadi dan resort mewah ini letaknya cukup jauh dari jalan utama.
BUKKKK
Lily terkejut ketika mendengar cicitan ban dan suara yang membentur sesuatu berada di belakangnya.
Ia lalu berlari dengan sepatu hak tingginya menuju ke arah datangnya suara dan kembali terkejut dan mencoba menolong pria yang tengah mencoba berdiri dari sisi motornya mahalnya.
Reiga yang melihat penampilan Lily saat ini menatapnya dengan tatapan sinis namun menerima uluran tangan Lily yang mencoba membantunya untuk bisa berdiri.
Setelah berdiri sempurna, Reiga berjalan tertatih untuk menuju motor miliknya dan kembali membuatnya ke posisi yang normal.
" Berat ya?" tanya Lily yang melihat Reiga nampak kesusahan.
Reiga lalu kembali merebahkan motor miliknya dan berjalan menarik kain putih yang kini membelit di bagian depan motor mewah tersebut.
" Yang ini ringan."
" Jadi kamu jatuh karena ini?" tanya Lily polos.
" Punya kamu kan?"
" Lho kok punya saya sih. Kamu mau nipu ya? Kamu begal ya? Kamu salah orang, saya nggak punya apa-apa"
" Apa saya kelihatan seperti penipu atau begal?"
Lily menatap Reiga dari ujung kaki hingga rambut lalu menoleh pada motor mahal yang kini lecet tersebut.
" Ya udah. Kamu bukan begal. Trus gimana? Kok kamu kelihatan marah?"
" Ini punya kamu kan?" tanya Reiga kembali menyodorkan kain putih ditangannya.
" Kok saya sih? Kamu mau minta ganti rugi sama saya? Mana saya tau itu punya saya. Enak aja!"
Reiga menghela napas dan membuka helm yang dipakainya dan membuat Lily sempat takjub sepersekian detik karena ia kembali dikagetkan oleh suara tegas dari sang pemilik wajah tampan.
" Kamu kira disini ada puluhan orang yang lewat dengan baju pengantin? Dan menurut kamu kain ini beda sama kain baju yang kamu pakai?"
Lily menarik kain yang ada ditangan Reiga dan menyamakannya dengan bagian bawah gaun miliknya.
" Masih mau mengelak?"
Lily menggeleng perlahan.