bc

Suamiku dari Desa

book_age18+
412
IKUTI
3.9K
BACA
love after marriage
manipulative
badgirl
drama
sweet
bxg
lies
poor to rich
stubborn
like
intro-logo
Uraian

Davika Azzura, gadis dari keluarga kaya yang suka bergaul terlalu bebas. Sikap Davika itu, membuat ayahnya murka, dan memutuskan untuk menikahkan putrinya tersebut.

Davika tentu tak tinggal diam, demi mengelabuhi ayahnya, Davika menjebak Ammar, seorang pemuda desa yang jatuh cinta padanya.

Pernikahan beda kasta dan sifat diantara mereka pun terjadi. Tanpa Ammar sadari, bahwa sesungguhnya Davika hanya memanfaatkan cinta Ammar.

Saat Ammar mengetahui semua kebohongan Davika, bersamaan dengan itu pula Davika mulai menyadari perasaan di hatinya.

Lalu maukah Ammar menerima Davika kembali? Atau membiarkan Davika hidup dalam penyesalan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 01
Dentuman musik EDM menggema begitu keras, kerumunan manusia bergoyang mengikuti irama. Suasana club' begitu ramai mengingat bahwa ini malam Minggu. Tempat hiburan malam yang dipenuhi oleh muda mudi dari kalangan menengah ke atas. Sekedar mencari hiburan atau karena memang terbiasa bersenang-senang dengan gemerlap kenikmatan dunia. Di salah satu sudut tampak tiga orang gadis yang duduk pada sofa set. Terdapat beberapa gelas dan minuman beralkohol di hadapan mereka. Seorang gadis dengan rambut panjang bergelombang tampak menenggak dengan rakus minuman jenis cocktail dari gelas bening di tangannya. "Dasar, Fabio sialan!" Si gadis yang bernama Davika mulai mengumpat dengan begitu frustasi. Menghentak gelas kosong di tangannya ke atas meja. "Udahlah, Dav, cowok kayak gitu gak usah dipikirin lagi." Gadis berambut pendek di sebelahnya menepuk perlahan pundak sang sahabat yang setengah mabuk. "Kurang apa coba gue selama ini? Seenaknya dia selingkuh. Padahal gue udah berkorban banyak buat tuh cowok sialan, sampai gue sering bohong sama orang tua gue cuma biar bisa jalan sama dia. Lo kan tahu, papa gak suka sama Fabio, Mil," sekali lagi Davika menenggak gelas berikutnya hingga tandas. Kepalanya pusing, pendar lampu gemerlap mengiringi musik yang kian menggila. Dengan sempoyongan Davika beranjak dari duduknya, membuat kedua sahabatnya saling pandang. "Mau kemana?" Tanya gadis dengan rambut di cat blonde, bernama Maura. "Mau ke depan, suntuk gue," jawabnya sambil melangkah menuju kerumunan muda mudi lain yang berjingkrak-jingkrak. Davika mulai menggoyangkan kepala dan tubuhnya. Menggila demi menghilangkan rasa sakit hati yang ditorehkan sang pacar, -ralat, mantan pacar- yang tega menyelingkuhi dirinya. Bahkan Davika melihat langsung dengan kedua bola matanya. Bagaimana tadi siang Fabio merangkul mesra gadis cantik dengan tubuh langsing yang tak lain adik tingkat yang menjadi primadona baru di kampus. Takdir yang membuat mereka tanpa sengaja bertemu di salah satu mall. Davika berjingkrak dengan sempoyongan, tangannya terangkat ke udara. Tangan yang siang tadi telah mendaratkan sebuah tamparan keras pada sang mantan kekasih, sekaligus ucapan perpisahan yang menyakitkan. Dalam hatinya Davika mengumpat dan terus mengutuk nama Fabio, papanya terang-terangan menyatakan ketidak sukaannya pada hubungan mereka. Meski nyatanya Fabio sendiri adalah anak dari salah satu teman papanya. Banyak pengorbanan yang Davika lakukan demi hubungan mereka yang sudah terjalin hampir dua tahun. Papanya pernah bilang, bahwa Fabio adalah dampak buruk bagi kehidupan Davika. Walau berulang kali gadis itu menyangkal, tapi memang begitulah kenyataannya. Sejak bersama Fabio, Davika mengenal tempat hiburan malam, menenggak alkohol, sering bolos kuliah hanya untuk hang out bersama Fabio maupun teman-temannya. Ya, walau hanya sejauh itu kenakalan yang sering dia lakukan, tapi orang tua manapun pasti tidak akan tinggal diam. Kedua sahabatnya hanya memandanginya dari kejauhan, membiarkannya meluapkan perasaannya dengan sesuka hati. Sementara Davika asik melompat dan berteriak mengikuti irama musik yang membuat telinganya sakit karena begitu keras. Namun tak lebih menyakitkan dibanding hatinya kini. Gadis itu kian merangsek ke depan, melepas jaket yang menempel di tubuhnya dan hanya mengenakan tangtop berwarna putih yang mencetak jelas bentuk tubuhnya. Kemudian semakin menggoyangkan tubuhnya dengan sangat liar. Davika tak pernah segila ini. Banyak pengunjung pria yang melihatnya dan mulai bersorak. "Nona Davika, ikut kami sekarang." Tiba-tiba sebuah cekalan tangan dari seorang lelaki berbadan besar dengan jas dan kacamata hitam membuat Davika terkejut. Seseorang lagi berada tepat di sisi tubuh Davika yang lain, menyerahkan jaket milik gadis itu yang entah sebelumnya terlempar kemana. "Silahkan dipakai jaketnya, nona," ucap pria yang satu yang tak jauh beda dari sebelumnya. "Lepasin! Apa-apaan nih? Siapa kalian?" Davika mengibaskan tangannya, berharap si lelaki berbadan kekar itu melepaskannya. Namun nihil, tanpa menjawab, keduanya mulai menggiring tubuh Davika untuk keluar dari kerumunan tersebut, gadis itu mulai tampak malu ketika menyadari beberapa pasang mata mulai menatap ke arahnya sambil terus berbisik. Dirinya menjadi pusat perhatian kali ini, memalukan. "Dav, kenapa nih? Siapa mereka?" Kedua sahabatnya, Maura dan Mily khawatir dan menyongsong dari hadapan Davika dan kedua lelaki besar itu. "Gak tahu gue, ihh, lepasin!" Kali ini Davika mulai memprotes dan bergerak-gerak melepaskan diri lagi. "Nona sebaiknya pulang, bos Arman sudah menunggu." Jawab salah seorangnya. "Papa?? Papa gue bos kalian?" Kali ini gadis itu membola, tak menyangka dua orang manusia besar mirip robot ini orang suruhan papanya. Mau tak mau akhirnya Davika hanya bisa menurut. "Lo bawa mobil gue deh, mil," ucap Davika sambil melempar kunci mobil yang sebelumnya dirogohnya dari saku celana. Baik Milly maupun Maura hanya bisa mengangguk-angguk mengerti. * * Kali ini Davika hanya mampu membuang muka saat menghadapi sosok papanya yang menatapnya dengan tatapan marah dan kecewa. Di samping papanya, terlihat mamanya yang tak jauh berbeda hanya diam membisu. "Silahkan non, air jeruknya." Pembantu rumah tangga berbadan gempal tampak datang membawa baki dengan segelas air jeruk di atasnya. Mengangsurkangelas itu dihadapan Davika yang masih tetap membuang muka dan membisu. "Minum!" Suara bariton sang ayah yang memerintahkan, membuat Davika menelan ludah kasar. Kali ini dia tahu, ayahnya tidak sedang main-main. Davika mulai meraih gelas tersebut, meminumnya hingga tandas. Kata orang air jeruk ataupun jahe bisa mengurangi Hangover akibat mabuk. "Papa nggak ngerti jalan pikiran kamu." Suara lelaki paruh baya bernama Arman tersebut tampak begitu gusar. "Apa sih, yang sebenarnya kamu mau? Kamu pikir kamu bisa melakukan seenaknya? Mempermalukan keluarga kita, mempermalukan papa?" Lelaki itu menghela nafas kasar, mengatur dadanya yang naik turun tak beraturan. "Kamu suka kelayapan malam-malam, minum-minuman keras, bolos kuliah, mau jadi apa kamu Davika azura?" Papanya tampak melotot tajam, dan Davika tak berani membalas tatapan ayahnya. "Kamu ini anak perempuan papa satu-satunya, jangan membuat ulah yang bikin martabat keluarga kita hancur. Apa-apaan tadi kamu joget-joget lepas baju seperti itu? Kamu mau bikin papa malu?" "Dih, papa. Siapa yang lepas baju? Kan cuma copot jaket, gerah papa." "Diam!" Papanya mengarahkan telunjuknya ke arah anak gadis semata wayangnya tersebut. "Jangan berani-beraninya membantah ketika papa sedang bicara." "Selama ini papa sudah cukup sabar menghadapi tingkah polah kamu, kamu pikir papa gak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana? Lebih-lebih dengan cowok nggak bener, anak Herman itu?" Kali ini Davika mendongak dengan tatapan tak kalah melotot. "Jadi papa selama ini mata-matain aku?" Suaranya mengeras. Sekarang semua masuk akal, bagaimana bisa kedua lelaki besar tadi bisa tiba-tiba datang dan menyeretnya keluar dari club'. Membuatnya malu. "Ya! Dan papa tahu semua kelakuan kamu. Tapi kali ini kamu sudah keterlaluan sekali Davika." "Papa gak bisa seenaknya mata-matain hidup aku. Aku punya privasi pa, gak selamanya papa bisa ikut campur urusan ak...." 'Plaakk' sebuah tamparan keras dilayangkan oleh sang papa. Tamparan yang pertama kali dan begitu di sesali oleh Arman. Davika menatap nyalang papanya tak percaya, seumur hidupnya baru kali ini papa yang begitu memanjakan dan mencintainya menyakiti fisiknya. Dan itu benar-benar sakit hingga ke dasar hatinya pula. Davika mulai mengambil langkah lebar untuk berlari ke atas. " Mulai hari ini semua yang berkaitan dengan hidup kamu, papa yang akan putuskan." Suara Arman terdengar rendah namun tegas, bahkan tanpa menatap ke arah putrinya yang berlalu dengan kesal. 'Brakkk' gadis itu membanting pintu kamarnya dengan keras. Kemudian mulai terduduk di depan meja riasnya. Menatap pantulan dirinya sendiri dengan wajah penuh amarah dan kecewa. "b******k, semua orang emang berengsek! Kenapa hidup gue begini amat sih. Fabio sialan, papa juga keterlaluan!" Umpatnya sambil memegangi pipinya yang masih memerah dan berdenyut nyeri. Membuat kedua bola matanya dihiasi embun bening. *** Pagi menjelang, matahari bahkan mulai naik dari peraduannya. Suara pintu di ketuk, "non, non Davika," suara seseorang dari luar kamarnya menyambar indera pendengaran Davika yang masih terdengar samar. Gadis itu menggeliat, meraih selimut dari ujung kakinya, kemudian menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal tersebut. "Non, buka pintunya non. Non Davika udah ditunggu tuan sama nyonya buat sarapan lho." Suara pembantu bertubuh gempal bernama Narti kembali terdengar dari tempat yang sama. "Iih, brisik banget! Gangguin orang tidur aja." Umpatnya berteriak, dan suara bi Narti tak terdengar lagi. Keadaan kembali tenang, membuat Davika semakin merapatkan selimut di tubuhnya dan memejamkan matanya yang terasa berat. "Davika, ayo sarapan dulu. Sekalian ada yang mau papa bicarakan." Kali ini suara mamanya yang terdengar memanggil dan mengetuk pintu berulang kali. Meski kesal, tapi Davika akhirnya bangun juga. Dengan sejuta rasa malas yang menggelayuti tubuhnya. Gadis itu mulai bangkit, terduduk lesu di tepi ranjang. Sambil menatap jam waker berbentuk hati berwarna pink pemberian Fabio, menunjukan pukul delapan. "Dav, sayang...mama tunggu di bawah ya," Suara mamanya masih terdengar sambil mengetuk pintu. "Iya," jawabnya malas. Davika berdiri, dan mulai melangkah gontai. Jam waker ditangannya dia lempar tepat ke keranjang sampah di dekat pintu kamar. Kemudian gadis itu mulai turun masih dengan pakaian semalam. Wajah sang papa tampak tercengang saat mendapati Putri kesayangannya duduk di kursi makan disamping kanan tempat dirinya tengah duduk. Wajah berantakan, dengan maskara dan sebagian lipstik yang masih menempel tak beraturan. Rambut panjangnya acak-acakan. Bahkan jaket denim masih melekat ditubuhnya. Davika duduk masih dengan mata dan kepala yang berat, sesekali menguap lebar tanpa sopan santun. "Kamu belum cuci muka? Baju aja belum ganti," ucap sang mama heran sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sepertinya keputusan yang akan papa buat ini memang yang terbaik dan paling benar untuk masa depan kamu." Kali ini papanya mengangguk mantap sambil melirik ke arah mamanya. Davika hanya melengos, rasa kesal pada papanya akibat tamparan semalam masih membekas hingga ke hatinya. Dia tak mau berdebat dan tak mau peduli apapun Omelan sang papa kali ini. Davika meraih jus jeruk yang telah tertuang di gelas. Menyesap rasa asam dan manis segar buah melewati kerongkongannya. "Keputusan papa sudah bulat, kamu akan menikah secepatnya." "Uhukk" Davika tersedak, membuat d**a dan hidungnya sakit. Gadis itu memukuli dadanya dan terbatuk sebelum menatap tajam ke arah sang papa. "Apa papa bilang, menikah?" Tanyanya setengah menjerit, niatnya mengabaikan sang papa tak bisa dilanjutkan jika ucapan papanya saja sudah membuat shock Terapy bagi jantungnya sepagi ini.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
208.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
103.0K
bc

My Secret Little Wife

read
100.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook