Adul mengikuti arah perginya pembawa keranda itu,dengan suara gema tahlil yang masih jelas terlihat, sosok itu sudah tidak nampak, bahkan di seberang sungai sekalipun, dan yang anehnya, keadaan sungai yang tadinya sedang banjir besar, berubah menjadi keadaan yang seperti tidak terjadi apa-apa. Dan yang menyadari hal ini hanya Adul sendiri.
Adul melihat ke arah Andi dan Ucok yang asyik melihat hasil rekaman di ponsel Ucok. Rekaman yang menunjukkan rombongan pembawa keranda tadi. Ketika Adul ikut nimbrung menonton video tersebut, entah mengapa Adul seperti kembali merasa diawasi. Bahkan terlihat sangat dekat.
"Pergi dari sini, pulang."
Adul terperanjat kaget, ia menatap ke segala penjuru, namun tidak menemukan siapapun, lantas siapa yang tadi berujar menyuruh mereka untuk pulang? Adul melihat ke arah datangnya rombongan tadi, tepat di hadapannya saat ini, di sana beridiri sosok berbaju putih yang menatap mereka dengan pandangan tajam dan menyeramkan, sosok itu bahkan terlihat mengibaskan tangannya dan menunjuk Adul seakan menyuruh pulang mengikuti perginya rombongan pembawa keranda, yang artinya kembali ke post awal, menyebrangi sungai.
"Bang, yok pulang aja, ke jalan tadi, mumpung belum terlalu jauh, " ucap Adul dengan nada bergetar. Matanya masih terfokus kepada sosok berbaju putih itu, yang tatapannya terlihat lebih melembut dari pertama tadi.
"Yok, Bang. Pergi sekarang." Ajak Adul lagi, namun Ucok dan Andi malah bergegas berdiri dan bukannya kembali ke jalan yang tadi mereka lewati, kedua rekannya itu malah menyusuri jalan yang dilewati oleh rombongan pembawa keranda itu. Yang artinya, memasuki hutan lebih dalam lagi. "Bang Ucok! Jangan kesana, " teriak Adul geram.
"Apa sih, Dul? Lebay banget kamu." Sahut Ucok yang masih tetap saja berjalan tanpa mengindahkan larangan Adul. Adul sendiri hanya bisa menghela nafas ketika melihat sosok itu seakan marah lalu pergi bahkan ketika Ucok hendak melewati sosial itu, Adul hanya bisa menangis dalam diam sebelum Ucok sampai ke lokasi sosok itu. Adul sendiri tidak memiliki pilihan lain, kecuali mengikuti langkah Ucok dan Andi. Sepanjang jalan ia berusaha tidak melihat ke kanan maupun kiri, karena ia menyadari sosok anak kecil yang tadinya mengikuti mereka dari post dua, kembali mengikuti sampai sekarang.
"Dul, kamu nyium bau melati gak sih?" Ucap Andi secara tiba-tiba, Adul mencoba mengendus wangi melati yang diucapkan Andi, namun ia tidak mencium abu apa-apa. "Gak, Ndi. Kamu nyium wangi melati?" Andi mengangguk mantap, bahkan pemuda itu sampai bersin berulang kali.
"Nyengat banget, masa kamu gak nyium, Dul." Adul kembali menggeleng, ia menatap Ucok yang juga menatap Andi dengan raut heran.
"Udah rusak penciumanmu kayaknya, Dul . Gak ada wangi apa-apa juga." Sahut Ucok yang terlihat bingung melihat tingkah kedua rekannya.
"Dah lah, kita cari jalan keluar dulu, biar gak lama kali kita tersesat ini. " Ucok kembali melangkah, memimpin Andi dan Adul yang ada di barisan belakang. Tanpa memperdulikan Andi dan Adul yang terdiam, Ucok masa bodo dengan semua hal janggal yang telah terjadi, ia akan tetap melanjutkan perjalanan, sampai ia menemukan bantuan.
"Bang, seumpama kita gak bisa balek, jadi penunggu hutan ini lah kita kan, yah?" Celetuk Andi dengan nada yang dibuat sesantai mungkin, seakan sedang bercanda, padahal jika boleh jujur, rasanya ia sangat pesimis untuk keluar dari hutan belantara ini.
"Iyalah, nanti hutan ini dikasih nama Hutan Trio AUA, " sahut Ucok lagi, membuat Adul yang berada di belakang mengernyit heran. Apa itu AUA?
"AUA? apalagi itu." Tanya Andi mewakili Adul, ya kali nama hutan lebat dan menyeramkan ini, malah terdengar seperti komedi begitu, yang ada hutan ini kehilangan harga dirinya sebagai hutan terseram.
"Adul, Ucok, Andi. Hahahahaha....." Ucok tertawa terbahak-bahak, bahkan Andi yang di belakangnya juga ikut tertawa karena mendengar lelucon Ucok, Adul hanya terkekeh pelan, membayangkan jika mereka tidak bisa kembali nanti, maka namanya akan terkenang sebagai pendaki yang hilang. Duh Gusti, tau gini kemarin ia tidak berangkat pergi. Lelucon Ucok setidaknya bisa mengobati ketakutan mereka berdua. Adul dan Andi tanpa banyak bicara hanya mengikuti langkah Ucok yang tengah menyusuri semak-semak.
"Kalian merasa gak sih, ada yang aneh, masa sungai yang banjir tadi tiba-tiba surut gitu aja."
Adul menghentikan langkahnya begitu Ucok dan Andi melihat ke arahnya dengan penuh tanya.
"Gila matamu yah, Dul. Itu masih banjir gitu kok airnya, malah lebih besar aku lihat," ucap Ucok yang membuat Adul serta Andi semakin heran.
"Gak akh, Bang. Sungainya udah surut kok." Sahut Andi yang sama dengan Adul tadi. Ucok semakin mengerutkan dahinya, kedua rekannya ini sudah gila mungkin.
"Sliwer mata kalian, jelas-jelas itu gemuruh suara banjir, sana lihat kalau gak percaya." Sungut Ucok yang yakin dengan ucapannya. Andi hanya diam membisu, ia semakin yakin ada yang tidak beres dengan hutan ini, apalagi suasana malam yang terasa mencekam tidak pernah hilang, berbeda dengan hutan yang sering ia daki, yang mengantarkan ketenangan ketika bermalam di dalamnya.
"Adul, kau bawa tenda?" Tanya Ucok yang berbalik badan.
"Bawa, Bang. Tapi yang muat tiga orang."
Ucok terlihat mengangguk, ia kembali melangkah, dan secara tiba-tiba, mereka menemukan jalan setapak yang dikelilingi semak belukar.
"Woy, ada jalan ini, semoga aja jalan menuju perkampungan warga. "
"Kok aku malah ragu yah, Bang. Mending gak usah kita ikuti lah." Sahut Ucok yang disetujui Andi. Saat ini Andi dan Adul bisa merasakan segala kejanggalan dan kejadian yang ganjil. Namun berbeda dengan Ucok yang malah biasa aja.
"Dah lah, kalian ini parnoan kali, aman kita ini. Bentar lagi pulang, tapi kayaknya kita mending nyusul orang Fahri aja yah, biar ngecamp baru."
Andi dan Adul hanya menghela nafas lelah, mengapa Ucok malam ini sangat menyebalkan, bahkan terkesan sangat egois, padahal mereka sendiri saja tidak tau ini jam berapa, mengingat itu, Adul langsung mengambil ponsel nya dan melihat jam di sana, alangkah terkejutnya ia begitu melihat jam sudah pukul 11 malam.
"Kita dirikan tenda aja dulu, yah? Udah malam kali ini." Adul dan Andi mengangguk setuju, Mereka kompak mencari dataran yang tersedia di sekitar mereka secepatnya, beruntungnya mereka Adul membawa tenda satu yang muat 3 orang, semua bawaan yang dibawa oleh Ucok sudah di serahkan kepada anggota lainnya saat istirahat tadi.
"Di sini aja lah, Bang. Lumayan datar, tinggal tebang rumput yang agak tinggi ini." Usul Adul yang melihat dataran.
"Yaudah, gak jauh juga dari sungai kan." Akhirnya mereka mendirikan tenda dengan persiaoa ala kadarnya, bahkan tanpa api unggun. Adul membuka tas nya, dan mengambil kain sarung, serta sajadah yang selalu ia bawa.
Memakai sarung dan menggelar sajadah, Adul kemudian memberanikan diri ke arah sungai untuk mengambil air wudhu, ia hanya berserah diri kepada Tuhan, semisalnya perjalanan menuju sungai membawa bencana baginya, ia akan terima itu dengan lapang d**a.
"Adul, mau kemana?" Tanya Andi begitu melihat ke arah Adul. "mau ke sungai, ambil air wudhu," jawab Adul dengan cepat. Andi langsung berdiri, ia ingin membuang air kecil.
"Ikut lah aku, Dul. Mau buang air dulu." Adul mengangguk pelan. Ia menatap ke arah Ucok dengan Kandangan penuh tanya.
"Bang, gak ikut?" Tanya Adul, bagaimanpun, sebisa mungkin mereka tetep bersama. Jangan ada berpencar.
Ucok menggeleng pelan, ia memasuki tenda dan merebahkan dirinya merasa sangat lelah sekali. "Gak, Dul, kalian ajalah. Aku nunggu di tenda aja."
Adul akhirnya mengangguk, ia menuju sungai bersama dengan Andi, di sepanjang perjalanan, Adul dan Andi sama sekali tidak merasakan apa pun. Bahkan aura mencekam yang tadi mereka rasakan hilang, berganti dengan suasana senyap namun terasa bersahabat.
"Dul, merasa gak sih kau, hawa nya gak seseram tadi?"
"Iya, Ndi. Lebih bersahabat kan?"
Andi mengangguk, lalu matanya menyusuri ke hutan tepat di hulu sungai. "Ini hutan mana yah, Dul? Apa Sibayak selebat ini hutannya? Perasaan kemarin itu gak deh."
Adul ikut menyusuri kegelapan hutan, sejauh mata memandang hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi, ia melihat ke arah semak-semak tempat sosok yang tadi ia lihat, namun di sana sama sekali tidak terlihat apa pun.
Sambil berjalan, Andi dan Adul sampai di pinggir sungai, segera Adul mengambil wudhu dengan khusyuk. Sedangkan Andi memilih ke tepian di bawah Adul. Sambil mulutnya berkomat-kamit.
"Amit Mbah buyut, putu e apek buang." Kalimat ini yang terus Andi ulang-ulang, bahkan adul yang sedang berwudhu ngakak dan tertawa geli.
"Apalah yang kau bilang itu, Ndi. Ngakak aku dengernya. Mba mu ada di sini emang nya?"
"Lah, kata mamak ku kan gitu, kalau lagi di tempat asing itu harus ijin. " Sahut Andi yang juga terkekeh geli. "Ngikut apa kata orang tua aja, Dul. Biar gak kesesat."
"Tapi, kadang kata orang tua itu nyesatkan loh, Ndi."
Adul kembali mengambil air wudhu, sedangkan Andi yang sudah selesai buang air menghampiri Adul.
"Udah, Dul?" Tanya Andi, Adul berdiri lalu melangkah bersama dengan Andi. Sepanjang perjalanan mereka mengobrol dengan topik yang sedikit mengalihkan pikiran mereka dari kejadian tersesat ini.
"Yah, kalau bisa kita lulus tepat waktu, lah." Sahut Adul begitu Andi menanyakan mengenai perkuliahan.
"Iya, magang lagi kan, Dul? Aku juga ini udah ngurus magang sih, setelah libur ini ."
Adul mengangguk, semester depan memang dirinya dan teman seangkatan dengannya akan mulai di sibukkan dengan magang dan lainnya. Akan tetapi, apa bisa dirinya dan Andi melaksanakan itu? Dan juga Ucok? Apa bisa seniornya itu wisuda tepat waktu seperti yang sering diucapkan pemuda itu? Sedangkan keadaan mereka tengah berada di hutan belantara.
"Dul, kira-kira, kita bisa gak yah ikut magang?" Ujar Andi sambil melihat ke sekeliling nya dengan sendu. Adul juga tidak bisa jawab hal ini, ia hanya bisa berharap semoga tuhan memberikan ia satu kali kesempatan untuk kembali ke keluarganya, ke ummi dan kedua adiknya.
"Seumpama kita tidak bisa balek lagi, aku cuma pengen mayat aku ketemu, itu aja sih."
Adul terperanjat kaget mendengar penuturan Andi, bagaimana pun segala kemungkinan bisa terjadi, kemungkinan baik, ataupun buruk, mereka harus menerimanya.
"Insyaallah, kita bakal keluar," ucap Adul dengan semangat, namun siapa yang tau, bahwa di hatinya ada keraguan.
Mereka berdua sampai di tenda yang dalam keadaan gelap, hanya terdengar suara jangkrik yang mengisi keheningan hutan itu. Adul segera melaksanakan sholat isya, ia bahkan telah melupakan sholat magrib.
Andi menunggu Adul yang sholat di samping tenda sambil membuka aplikasi novel online, sambil membaca, matanya tetap memperhatikan Adul yang khusyuk melaksanakan sholat, bergantian dengan dirinya.
Begitu Adul selesai, Andi langsung mendirikan sholat, dan bergantian Adul lah yang menjaganya, mata Adul menatap ke segala penjuru, hingga matanya terbelak kaget begitu melihat ke arah samping kanan Andi, tepat di semak-semak depan tenda. Di sana berdiri sosok wanita berbaju merah, yang menatapnya sambil tersenyum, namun mata itu berubah menjadi tajam tanpa Adul tau maksdunya. Hingga suara Ucok mengangetkan Adul.
"Dul, ke sungai bentar yok, aku mau buang air."
"Nunggu Andi selesai yah, Bang." Tidak mungkin Adul meninggalkan Andi sendiri di sini.
"Akh, udahlah, kebelet duluan aku, ada bawa botol minuman?"
Adul menggeleng pelan, ia tidak membawa botol minuman yang kosong, semuanya berisi.
Ucok tanpa banyak kata pergi ke samping tenda, sedangkan Adul yang ingin menghentikan aksi nekat Ucok terhenti begitu melihat sosok gadis berbaju merah itu melotot marah sambil menggeleng kan kepalanya. Adul hanya bisa diam dan terus mengawasi sosok itu, sampai dengan Andi selesai, dan Ucok kembali memasuki tenda, sosok itu masih ada di sana.
"Kenapa, Dul? Kok diem aja?"
"Gak ada, Ndi. Udah siap kau sholat?" Andi mengangguk pelan, lalu menatap Adul yang terus melihat ke arah samping tenda.
"Kau tau, Dul. Apa doaku?"
"Gak tau lah, lagian kau doanya gak kuat, mana denger aku."
Andi mendesis kesal, lalu menatap ke arah depan. "Aku berdoa, kalaupun aku gak selamat, aku berharap kalian berdua bisa keluar dari hutan ini, dan bilang sama keluargaku, kalau mayatku ada di sini. Aku jarang banget ngomong gini ke kalian, tapi yang jelas, kenal kau dan kawan-kawan lain, punya dampak positif dalam hidup aku, Dul."
"Ndi, kita pasti bisa keluar bertiga, insyaallah. Kita gak akan tau mukjizat dari Tuhan itu gimana, jadi sebisa mungkin terus berfikir positif."
"Tapi liat kemungkinan ini kecil, Dul. Buat keluar, kita juga gak tau lagi ada di mana?"
"Bukan gak tau, cuma emang karna malam aja jadi kita gak bisa liat jalan." Sahut Adul sambil sesekali membenarkan senternya yang cahayanya sudah mulai redup.
Andi yang melihat Adul kesulitan, mengambil senter itu dan membongkar isinya, ia mengotak-atik sampai nyala senternya kembali terang.
"Tidur ajalah kita yah, Dul. Udah malam kali ini. Mudah-mudahan besok bisa pulang, aamiin."
Keduanya memutuskan untuk langsung mengistirahatkan tubuhnya menyusul Ucok, meski dengan tenda yang sempit, keadaan malam yang hening membuat ketiganya larut dalam buaian mimpi. Berharap besok pagi mereka bisa menemukan jalan pulang.