Bagian 2

1192 Kata
Pancaran sinar matahari pagi membangungkanku, seolah membisikkan ke telingaku betapa indahnya dirinya di pagi ini yang sedang menyinari dunia. Aku bangun dan menghampiri mamaku di dapur yang ternyata sudah sibuk dengan alat tempurnya, aku merasa tidak enak melihat mamaku yang sudah bangun lebih awal dariku. "Maaf ya ma, aku kesiangan" ucapku tulus. "Tidak apa nak, mama tau kamu lelah makanya mama juga tidak membangunkan kamu" jawab mama tersenyum. "Apa yang bisa aku bantu ma?" tanyaku. "Bantu mama potongin sayur aja ya sayang" ucap mama yang kujawab dengan anggukan. Aku memotong-motong sayur, namun aku tidak tau fikiranku entah kemana. Hingga aku di kagetkan dengan teriakan mamaku, suaranya yang begitu cempreng yang mampu membuyarkan lamunanku. "M U T I A R A A A..." teriak mama. "Iya ma kenapa" jawabku, jantungku masih berdetak tak beraturan karenanya. "Apa yang sedang kau fikirkan? Mama memanggil kamu berkali-kali tapi kau tidak mendengarnya, ada sebenarnya apa nak?" tanya mama yang membuatku lagi-lagi merasa tidak enak. Sungguh bodohnya aku bisa melamun bahkan tak mendengar mama memanggilju berkali-kali. "Tidak apa-apa kok mah" jawabku sambil memaksakan senyum andalanku. Aku yakin mama tau kalau aku menyembunyikannya, tapi mama memilih untuk tidak memperpanjangnya demi menjaga perasaanku. Berbeda dengan papa yang selalu egois, kalau mamamu memang is the best. "Oh iya, apa kau menolak perjodohan papamu karena Bayu?" tanya mama yang membuatku terperanjat. "Bayu? Mama apa-apaan sih, jangan ngaur deh di pagi yang cerah begini. Bayu itu cuman teman aku mah, gak lebih. Lagian juga aku jarang ketemu sama dia, paling juga kalau ada yang penting baru ketemu, itupun ketemunya di sini bukan di mana-mana, mama gak usah mikir yang macem-macem deh" jawabku. Bayu Anjasmara, pria yang paling aku benci di sekolahku sekaligus di kompleks rumahku. Sebenarnya bukan benci sih, tapi lebih tepatnya aku selalu kesal setiap bertemu sama dia. Tapi ya gitu, dia tetap temanku dan selalu ada saat aku membutuhkannya. Pria yang sangat menjengkelkan namun bisa di andalkan. "Mama kan cuma nanya aja Mut, siapa tau saja karena dia" jawab mama sambil terkekeh. Sayangnya orang yang baru saja di bicarskan, tiba-tiba datang. Dan yang lebih sialnya lagi, mama malah semakin menggodaku, dan itu sangat menjengkelkan. "Mutia..." Teriak Bayu. "Tuh, panjang umur ternyata. Temuin gih, sepertinya ada yang lagi kanget makanya sampai belai-belain bertamu pagi-pagi begini" Ucap mama yang membuatku teput jidat. "Whatever ma" aku pergi menemui Bayu. "Ada apa Bay? Pagi-pagi udah bertamu aja, tuan rumah belum selesai beres-beres. Apa kamu mau bantuin aku ngerjain pekerjaan rumah?" ucapku. "Yee, marah-marah mulu pagi-pagi. Aeas cepat tua loh, keriputan baru tau rasa. Lagian pagi-pagi itu harus di awali dengan senyuman, bukan dengan amarah, supaya hari-hsrimu menyenangkan" Bayu tersenyum yang menurutku sangat menjengkelkan. "Aku cepat tua dan cepat keriputan itu kalau ketemu sama kamu. Lagian ngapain bertamu pagi-pagi?" tanyaku lagi. "Itu, teman-teman kita ngajakin reunian nanti malam. Mereka lagi pada pulang, kebetulan ada kamu makanya aku ajakin. Lagian kamu ganti nomor kok gak bilang-bilang sih, jadinya gak bisa di hubungi kan? Kamu tuh harus hargai perjuanganku datang kesini hanya untuk ngasih tau kamu, sayang kan kalau reunian cuma kamu aja yang gak datang sementara kamu lagi di sini?" Ucap Bayu merasa seperti pahlawan. "Helleh, rumah sejengkal gitu juga. Aku harus hargai usaha kamu itu berapa? Seribu? Sepuluh ribu? Atau lima ratus rupiah?" aku menunggu jawaban Bayu, namun dia hanya menatapku tajam membuatku bergidik ngeri. "Santai aja kali Bay, aku cuma bercanda. Masa gitu aja di masukin hati, gak asih kamu" lanjutku, sebenarnya aku takut melihat tatapan Bayu. "Yauda kalau kamu mau hargai tidak apa-apa, cukup hargai dengan datang sama aku aja, hehe" jawab Bayu sambil terkekeh. "Eh Bay genit, ogah aku datang sama kamu. Dasar genit, menyebalkan." ucapku sambil melempar Bayu dengan sayur yang ada di tanganku. "Oh iya,kamu tau dari mana kalau aku pulang?" tanyaku. "Hei, jangan buang sayurnya atau kau akan di teriaki mamamu" ucap Bayu yang membuatku semakin jengkel. "Semalam aku bertemu sama papa kamu di terminal, makanya aku tau kalau kamu pulang." lanjutnya. "Hei Bayu gila, kamu fikir mamaku seperti mamamu yang hobbinya teriak-teriak? Mamaku itu lembut, sangat baik dan tidak suka marah-marah. Kalaupun aku salah, mamaku hanya menasihatiku tanpa mengomeliku seperti mamamu, blee" jawabku sambil menjulurkan lidahku. "Jangan bicara begitu Mutia, tidak baik mengatai calon mama mertua seperti itu, nanti kamu kualat, hehe" lagi-lagi Bayu membuatku jengkel, ingin rasanya aku pites kepalanya. "Calon mama mertua? Calon mama mertua dari Hongkong? Mana mau aku jadi menantunya, bentuk anaknya aja seperti ini. Bilang ya sama mama kamu, aku mau jadi menantunya kalau anaknya bukan kamu, blee" aku kembali menjulurkan lidahku. "Kalau anaknya bukan aku, mungkin saja mamaku yang tidak mau menjadikanmu sebagai menantu Mut. Makanya kau harus menghargai keberadaanku, sebab karena akulah mamaku ingin menjadikanmu menantu" ucap Bayu. "Terserah, aku gak peduli. Pulang sana, aku mau kerja lagi" jawabku ketus. "Yasudah, aku pamit dulu ya Mutia cantik, calon istriku tersayang" kembali lagi Bayu terkekeh. "Pulang gak, atau gak aku lempar sendal nih" ucapku. Bayu pergi, berjalan santai bak bebek yang sedang menyebrangi jalan. Belum jauh Bayu meninggalkan rumahku, tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Bayu.." Teriakku. "Nah kan, pasti kamu menyesali kata-kata kamu. Ada apa Mutiaku sayang yang cantik jelita?" Senyuman yang sangan membuatku muak mengembang di bibir Bayu. "Perasaan." kembali lagi Bayu terkekeh. "Acaranya jam berapa? Dimana?" Tanyaku. "ABUBA Steak, jam 18.30 wib. Jangan lupa ya Mutia cantik" Ucapnya. Ingin rasanya aku melemparnya pakai sayuran di tanganku ini, tapi sayangnya dia sudah kabur. Sepertinya Bayu tau aku akan melakukannya, dan memilih kabur sebelum aku mengeluarkan jurusku. Aku kembali ke dapur menghampiri mamaku, niatnya ingin kembali memotong sayur yang sebelumnya aku kerjakan. Sayangnya aku tak menemukan sayur itu di meja, melainkan di wajan yang sedang di masak oleh mamaku. "Loh, mama udah motongin sayurnya?" Tanyaku pada mama. "Udah dong, kalau nungguin kamu, bisa-bisa sayurnya mateng sore nanti." jawab mama. "Segitu lamanyakah aku berdebat dengan pria menyebalkan itu?" ucapku tak percaya. "Yah begitulah, kadang kita tidak sadar kalau kita sudah nyaman dengan seseorang" ucap mama sambil tersenyum menggodaku. "Udah dong ma, jangan menggodaku lagi" Aku memanyunkan bibirku. "Iya, iya. Ngomong-ngomong, Bayu ngapain ke sini? Kenapa gak di ajak masuk?" tanya mama. "Males ah, yang ada aku langsung darah tinggi kalau dia masuk dan berlama-lama di sini. Lagian dia cuma mau ngasih tau kalau nanti malam ada reuni, soalnya nomor Mutia kan ganti, jadi dia gak bisa ngabarin Mutia." jawabku. "Oh, yasudah. Kamu perginya sama Bayu saja, mama lebih tenang kalau kamu pergi dengan Bayu." ucap mama. "Mulai lagi deh, mama jangan kayak papa dong. Mama seolah-olah mau comblangin aku sama Bayu, san aku tidak suka itu" Jawabku. "Bukan begitu sayang, mama gak minta kamu buat ngasih hati sama Bayu. Bukankah kamu bilang kalau kalian teman? Jadi mama lebih yakin kalau kamu pergi sama Bayu, setidaknya mama sudah tau bagaimana Bayu. Mama hanya ingin anak mama ada yang menjaga, tidak lebih. Kalau soal perasaan Bayu ataupun perasaan kamu, itu terserah sama kalian, mama tidak mau ikut campur. Selagi jalannya benar, mama dukung" Ucap mama yang membuatku tersentuh. "Mama pengertian deh. Tidak apa-apa sih kalau aku sama Bayu, lumayan dapat tumpangan gratis dari teman yang menyebalkan itu" jawabku. "Aeas jatuh cinta loh, karena zaman sekarang benci bilang cinta" ucap mama yang sambil terkekeh, membuatku lagi-lagi memanyunkan bibirku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN