"Priska!!"
Gadis berambut panjang itu menoleh dan mendapati Inna sedang berlari kecil mengejarnya. Dia baru saja keluar dari toilet sendirian. Saat melihat teman dekatnya sejak kelas 10 dulu dia segara mengembangkan senyuman cerah.
"Sombong banget, Priska, udah lama nggak main saama Inna!" seru Inna berjalan di sebelah Priska. Mata bulat gadis itu melirik ke segala arah. Dia ingin menyampaikan sesuatu mengawasi keadaan terlebih dahulu.
"Maaf dong. Kan udah lama nggak main. Winjes aja yang mulai sibuk jarang ketemu juga, kenapa sih, Na?"
Mereka berjalan beriringan dan kening Priska mengerut.
"Priska beneran jadian sama Gerald?"
Priska melotot dan kedua alisnya menyatu. "Belum, eh, enggak kok." Dia nyaris batuk karena tersedak ludah sendiri.
Gadis yang lebih pendek di depannya terlihat sangat aneh. "Tapi gosip Gerald ngasih bunga kesebar loh. Oh ya, dia serius sama Priska?" tanya Inna langsung membuat Priska raut wajahnya menjadi mendingin.
"Kalo lo mau ngingetin, gue selalu waspada kok. Gue juga takutnya dia ada maksud tertentu karena mencurigakan. Ya awalnya mencurigakan, tapi setelah berbulan-bulan gue percaya dia lagi serius. Kalo dia mau main-main dari awal gue udah langsung ditembak, ‘kan?" Priska menggigit bibir langsung khawatir dan sakit perut. Apa selama ini firasatnya benar?
Inna menjilati bibirnya. "Justru itu, dia kelamaan nggak langsung nembak ya karena Priska susah diraih. Dan, sekarang Priska udah agak mulai lengah. Dia bakal manfaatin situasi itu."
"Jadi dugaan gue kayaknya bener?" Priska terkesiap dan jantungnya berdegub kencang.
Inna mengangguk cemas. "Ada yang bilang nggak lama lagi Priska bakal ditembak sama Gerald. Itu adalah puncaknya misi mereka."
Tangan di samping Priska tergenggam menahan kekesalan. Hatinya benar-benar sakit mendapat kepastian dugaannya selama ini. "Hah, mereka? Banyak orangnya yang berniat buruk sama gue? Jahat banget mereka. Emangnya apa salah gue?" seru Priska. Dia menyipitkan mata mau marah.
"Jangan dilawan cowok iseng model dia kayak yang dulu-dulu. Priska tenang dan udah tau gini. Priska udah tau harus gimana ya, ‘kan? Inna cuma bisa ngasih tau. Semoga Priska nggak ngamukin mereka. Inna ke kelas ya, Pris." Inna menepuk bahu Priska lembut dan perempuan itu pergi ke tangga.
Otak Priska langsung menyusun rencana untuk menyambut hal itu. Dia tidak akan membiarkan mereka menang. Harus tahu dulu dengan siapa mereka bermain hati. Priska menyunggingkan senyuman mengerikan.
Tidak sadar ada yang melihat senyuman misterius Priska dan bergidik ngeri. Mengubah pandangannya pada sosok cewek bernama Priska itu.
***
Suasana rumah keluarga Pak Galuh pagi ini sangat tenang. Selalu tenang semenjak Elang dan Litha kedua kakak tiri Priska pindah dari rumah itu.
Litha memiliki apartemen sendiri di Jakarta kota bagian selatan, dia malas di rumah itu karena Elang sedang kuliah di Jogja dan ngekos di sana.
Kepergian mereka membuat Priska sedikit nyaman. Dia jadi lumayan bebas di rumah itu tanpa mendapat tatapan tajam dari Elang dan Litha. Hubungan Priska dengan kakaknya tidak begitu baik. Mama Priska yang sudah meninggal itu menikah dengan Pak Galuh beberapa tahun lalu. Priska dan Evan menjadi tanggung jawab Pak Galuh sampai terjun ke dunia kerja nanti. Pak Galuh sudah menganggap Priska dan Evan sebagai anak sendiri. Beliau memiliki bisnis yang bergelut di bidang properti. Memiliki banyak cabang di berbagai daerah di Indonesia.
Di meja makan, Priska menunduk menikmati makan paginya. Sudah tak sabar dia tiba ke sekolah.
Tadi malam baru saja dia ngerjain balik si Gerald, Jay dan Didin. Semuanya kena secara langsung.
"Priska beneran nggak mau bimbel buat SNMPTN-nya?" tanya Pak Galuh.
Priska terkesiap. "Nggak, Pa. Makasih. Priska mau belajar dari buku aja dan kalo ada seminar belajar bersama yang diadain untuk umum mau ikut itu aja. Udah hitungan bulan bentar lagi lulus." Gadis itu masih bingung ingin masuk kuliah jurusan apa, kalau anak lainnya sudah menemukan minat mereka Priska belum tahu. Tetapi gadis itu suka membaca dan ingin belajar masalah sosial.
"Sebentar lagi udah mulai ujian praktek?" Papa bertanya lagi.
Priska mengangguk. "Mas Evan acara tunangannya kapan?"
"Nggak tunangan. Acara lamaran mungkin abis lebaran. Pas tuh kamu udah lulus sekolah jadi bisa ikut bantuin," godanya terkekeh dan terlihat ganteng.
"Aku bantuin ngabisin makanan aja deh. Semoga lancar ya, Mas." Senyum gadis itu.
"Tahun ini Naya udah tiga tahunan, ya Pris?" tanya Mas Evan dan Priska jadi dibuat tersenyum kikuk.
"Iya. Guntur juga. Oh ya, besok kalo aku pergi lagi beli bunga dan ke makam mereka ya, Pa, Mas," ujar Priska. "Ke makam Mama juga. Mas Evan mau ikut?"
Mas Evan menggeleng. "Mas Evan nanti nyusul aja. Kamu yang duluan ke sana ya."
Rutin bagi Priska memberikan bunga ke ujung Jalan Pattimura dan ke makam menemui tempat itu, mendoakan mereka berdua. Mereka adalah dua orang yang cukup berarti. Tidak mudah melupakannya. Semakin sering ke makam Naya dan Guntur. Dia merasa lebih baik dan dekat. Terlebih pada Guntur. Priska ingin Guntur memaafkan atas kejadian sore itu.
***
Priska diantar oleh Mas Evan. Selama perjalanan ke sekolah gadis itu mengamati ponselnya. Dalam hati dia ingin tertawa-tawa mengapa salah satu di antara mereka tidak ada yang menghubunginya. Padahal saat tadi malam ketiganya berjanji akan menjemput untuk berangkat bersama.
Apa mereka sudah mengetahui permainan balik yang dilakukan olehnya? Sudah tidak sabar menemui mereka semua di sekolah.
Yang dilakukan gadis itu untuk keadilan ketiganya. Daripada ada yang kalah dan pemenang hanya satu orang, lebih baik diterima semua.
Apakah itu artinya ngerjain balik?
Tadi malam ketiganya kompak menembak dan menyatakan cinta pada Priska, namun hanya Gerald yang menelepon menyatakan cintanya secara langsung.
Priska dengan senang hati menerima cinta Gerald. Didin dan Jay melakukan hal yang sama. Menembak alias menyatakan cinta ke Priska untuk menjadi pacarnya. Tentu kesempatan itu tidak bisa diabaikan. Priska menerima dua lainnya, ya kalau bisa dibilang sekarang Priska memiliki pacar tiga orang.
Kurang nikmat dan beruntung apalagi dirinya ditembak langsung sama tiga cowok?
Priska berjalan memasuki gerbang dan melompati genangan air habis hujan tadi malam. Lorong sudah penuh banyak muridnya. Dia melewati lorong dan menghindari banyaknya masa yang berjejer menunggu bel masuk. Priska tersentak melihat banyaknya orang di depan kelasnya. Dia mengerutkan kening melihat gengnya ada si Nabila, Rianti, Puput, dan Evhi. Yang membuat Priska nyaris tertawa geli adalah kemunculan Gerald, Jay, dan Didin yang berdiri memasang wajah siap meledak. Marah. Ekspresinya bete sekali.
"Hai kalian!" sapa Priska santai.
Gerald tidak menjawab langsung berdiri depan Priska. "Pris, gue mau ngomong sama lo. Maksud lo apa terima cinta si Didin dan Jay juga?" tanyanya dengan nada kesal.
"Oh." Priska membuang muka melipat tangan depan d**a. "Gue lakuin itu biar adil aja. Kalian semua cuma jadiin gue sebagai bahan taruhan, ‘kan? Emang hadiahnya berapa si? Sampe rela banget ngejar gue?" Tantang balik si Priska dengan wajah marah mendongak pada Gerald.
"Jadi, lo terima kita semua buat balas kekesalan lo yang udah tau dijadiin taruhan?" pekik Jay.
Priska ngangguk. "Kalian pengen menang bukan? Tuh gue bantu menangin!"
"Otak lo picik. Licik banget. Sadis! Emang bener lo nih nggak punya perasaan alias heartless," dengus Gerald yang paling kesal di antara mereka. Gagal harus menerima uang malah dibuat malu dengan keributan ini. Satu sekolah jadi tahu tentang taruhan itu.
Priska ingin tertawa terbahak-bahak senang melihat ekspresi Gerald yang kusut. Didin dan Jay mau ngamuk. Tapi Priska menahan diri tidak tertawa untuk biar tetap elegan dan keren.
"Kalo lo terima kita semua, lantas siapa yang bakal menang?!" tukas Didin menatap bengis.
"Lo parah banget ngerjain kita gini, Pris." Jay berdecak. Cowok tinggi itu kusut wajahnya. "Gue udah dibuat senang lo jadi pacar gue. Selain tentang taruhan itu gue udah rencanain masa depan yang indah. Gue mau pacaran beneran sama lo kayak di novel novel gitu." Si cowok tinggi berhidung mancung itu memurungkan wajahnya.
Priska membatin, emangnya yang kalian lakuin ke gue itu nggak parah dan biasa aja? Dasar pada jahat!!
Kalau tidak ditahan Priska mau tertawa karena Jay. "Ya, nggak tau! Kalian bagi aja duitnya jadi pukul rata." Priska menahan sesak dia tidak mau menunjukan sisi lemahnya. "Enak rasanya dikerjain balik?" tanyanya ke Gerald. Mata almond Priska menatap lurus ke Gerald menunjukan rasa sakitnya.
Gerald menahan napas saat dilihatnya tatapan kecewa dari mata Priska. Gerald tertawa sinis. "Itu cara biar cewek kayak lo nggak sombong. Nggak jual mahal!" cetus pemuda itu. "Cewek jual mahal!"
Gadis di depannya menahan kepalan tangan di samping paha. "Cewek yang lo sebut sebagai jual mahal, bukan berarti emang jual mahal. Ada sih yang pengen ngetes cowoknya seberapa serius. Tapi buat gue menolak cowok dan nggak respons kenalan sama orang asing, ya karena gue memang nggak minat." Kalimat di akhir sangat Priska ditekan.
Semua yang menonton adegan itu langsung bergidik. Anak-anak angkatan Priska yang sudah tahu sikap mengerikan ini langsung de javu. Nostalgia. Melihat sosok menyeramkan Priska yang ribut sama cowok.
Bel masuk berbunyi.
TET!!!
"Dasar sok cantik!" seru Gerald langsung memutar tubuhnya pergi dari depan kelas Priska.
Semua menjadi bubar. Nabila mendekati Priska dengan wajah cemas.
"Lo dijadiin bahan taruhan sama mereka? Keren!" Ada nada takjub, kasihan, dan iri.
Priska mendengkus. Kejadian seperti ini membuat Nabila iri. Apa tidak salah?
"Keren apanya? Lo nggak tau Gerald rencanin ginian buat gue?" Tatapan tajam Priska ke Nabila buat si sobatnya itu ketakutan.
Gelengan pelan dari Nabila melegakan hati Priska. "Gue aja baru tau tadi pas Gerald ribut sama gengnya dan Maulana di depan IPS 5. Biasanya cewek keren dan populer dijadiin taruhan dalam novel. Makanya gue bilang lo itu keren."
Ada nada iri berat pada ucapan Nabila, sedangkan Priska merasakan hatinya berdenyut sakit. Dia tidak percaya dan malas memikirkan asumsi Nabila yang tidak beralaskan dan konyol itu.
Priska melepas tas dan menitipkannya pada Rianti yang berdiri dekat pintu. Rianti hanya menonton saja sejak tadi. Ngeri melihat Priska ngomel.
"Nitip ya taroin ke meja gue." Gadis itu menerobos koridor yang dipenuhi banyak orang. Dia pergi ke kamar mandi.
***
4 Des 2021