Priska melongo melihat mejanya di kelas ada bunga-bunga dan sekotak cokelat yang berpita cantik. Gadis itu menutupi rasa terkejutnya lalu tersenyum tipis sedikit menyeringai. Dia mengambil salah satu tangkai bunga dan menghirup wanginya. Masih segar.
"Gile, romantis banget sii!" seru Nabila mupeng dan iri. Dia memainkan tangan dengan kipas tipis gambar berbie-nya. Gadis itu nongkrongin kelas Priska nunggu yang punya meja dateng. Mau lihat reaksi Priska mejanya dipenuhi bunga cantik.
"Sirik aja lo!" pekik Priska sedikit sombong.
Nabila mencebik memang iri.
Anak-anak kelas jadi ramai mengintip ke arah meja Priska ingin tahu.
Alya yang baru tiba menganga kaget di meja sebelahnya terlihat berantakan. Tapi lihat isinya dong. Senyum di bibir Priska makin melebar dan menampakan ekspresi angkuh. Dia sering menerima beginian beberapa saat sebelum ada yang menembak dirinya. Dikasih bunga dan cokelat sudah biasa.
Priska menebak kejutan ini dari Didin, yang memang paling sering memberikan bunga dan cokelat saat semester lalu.
Gerald muncul di pintu kelas berjalan menuju Priska. "Gimana? Kamu suka?"
Yang ditanya terkejut mengetahui bahwa Gerald yang memberikan kejutan ini. Tidak menyangka sama sekali.
Priska mengangguk. "Suka banget."
Akhirnya Gerald akan mengungkapkan perasaannya juga.
Mata Gerald berbinar bahagia. Priska menanti kata-kata selanjutnya dari Gerald dan sampai beberapa detik ke depan tidak ada kalimat penembakan atau pernyataan cinta itu untuknya. Priska jadi sedih dugaan akan ditembak diajak pacaran oleh seorang Gerald hari ini adalah salah.
Kenapa Gerald tidak langsung menyatakan cintanya? Priska menghela napas lesu kala bel masuk berbunyi dan dia harus merapikan atas mejanya.
"Aku ke kelas dulu ya! Bel nih ganggu aja!" Gerald pamit keluar kelas setelah senyum sesaat pada Priska. Senyum semangat sebelum menempuh pembelajaran.
"Priska, enak banget si jadi lo! Setiap hari ada yang suka dan ngasih kejutan," kata Alya dengan ekspresi menunjukan iri berat. Dia tidak sadar bahwa di lain waktu dia akan menjadi lebih beruntung dan lebih baik pada hidup yang dimilikinya.
"Udah gue bilang, jangan iri sama gue dan pengen dikasih kejutan sama cowok-cowok." Priska tersenyum misterius dan menaikan sebelah alisnya.
"Nabila aja misuh-misuh saat tau lo dikasih kejutan sama Gerald," ungkap Rianti menoleh ke belakang. "Lo kan tau dia di sekolah ini salah satu yang diem-diem naksir Gerald. Tapi nggak pernah ada kesempatan bahkan setelah putus sama si Mala adik kelas itu tuh, Gerald langsung ngincer lo gitu."
"Yah, lagian Nabila kan udah ketauan pernah pacaran sama anak sekolah lain yang levelnya nggak bisa sama ama anak sini. Belum tentu juga seleranya Gerald kayak Nabila," celetuk Priska agak sadis.
Mantan terakhir Nabila adalah anak sekolah Internasional. Cocok sama Nabila yang anak tajir dan sosialita. Anak populer memang gosipnya tersebar padahal pacarnya bukan anak sini. Sekolah sini mah apa, terkenalnya karena tawuran. Kurang banyak cowok gantengnya dan sekolahnya tidak cakep amat. Mending SMA MerBu yang menjadi rivalnya.
Di sana banyak murid cowok yang ganteng dan keren.
Kata cewek-cewek sini yang lumayan ganteng di angkatan Priska cuma Gerald. Sama Alka, saudara kembar si teman sebangku Priska yang saat baru datang ke sekolah dan masuk IPA membuat cewek anak IPS pengen hijrah ke IPA.
Anak bandel di sekolah Priska tidak sekeren tokoh dalam novel. Tobi namanya, anak kelas 12 IPS 5. Bandelnya karena hobi tawuran. Jangan bayangin seperti badboy novel yang keren. Justru yang ganteng cowok baik-baik kayak Gerald.
"Nabila deketnya sama banyak cowok. Mana mungkin cewek kayak dia jomblo," dengus Puput.
"Iya. Kan cowok juga takut kena PHP. Wajar aja Gerald deketinnya Priska," sahut Rianti.
Priska menyimpan cokelat dalam tasnya. Dia menoleh ke Alya yang lagi membuka LKS. "Nanti di kuliah aja pacarannya, Al. Ngapain pacaran, udah mau lulus."
Alya tertawa. "Priska bisa aja."
***
"Eh, gimana nih taruhannya? Mana hasilnya lama banget udah 6 bulan lebih. Ini udah 2012! Bentar lagi kita kelulusan!" seru Maulana yang duduk di sebuah kursi warung bubur sambil menyalakan rokok dan menghisapnya. Dari mulutnya keluar asap-asap. "Lo pada serius nggak sih? Payah!" Tambahnya lagi menatap pada Gerald, Jay, dan Didin yang duduk berjejer di sebelahnya.
Gerald menoleh dan pasang wajah judes. "Sialan tu cewek. Susah banget dideketin. Tapi sebulanan ini udah lumayan asyik. Udah mau diajak pulang bareng. Kemaren aja gue nonton sama dia. Kayaknya gue yang bakal menang," katanya sambil memainkan alis naik turun.
"Gosip lo naro taburan bunga sama cokelat kedengeran. Bisa nggak sih ngga usah sok romantis?! Pura-pura aja ngeselin banget kelakuan lo!" seru Maulana yang tidak suka pada kehebohan romantis ala Gerald dan Priska. Dia kan masih sakit hati plus cemburu.
"Biar dia cepet baper," tandas Gerald masam. “Merasa kalah kan lo, karena nggak punya modal banyak?”
"Kagak rela gue kalo lo menang! Bodo amat bisa jadi pacarnya dia, nggak seru. Yang gue incer label ini. Bisa menangin taruhan dapet duitnya dan bikin tuh cewek malu," ungkap Didin menepukin celananya yang terkena abu rokok Maulana.
Jay tertawa. "Lo pada beneran nggak minat jadi pacar beneran dia? Apa gue doang yang emang suka beneran mau dia jadi pacar gue. Dia cocok buat gue, dan emang sih susah buat dideketin. Tapi tipe cewek setia ya kayak dia."
Didin dan Gerald menoleh lalu mendengkus.
"Apa enaknya pacaran sama cewek galak dan dingin?" cetus Didin. "Pokoknya kita cepet-cepetin kelarin misi ini tembak dia dah biar kelar dan ada pemenangnya."
"Payah! Kalian terbawa perasaan banget dijutekin. Anehnya dia kayak mulai nyaman gitu sama gue. Bales chat cepet dan terima telepon juga mau sekarang," cerita Gerald. "Kalian siap aja kalo gue yang menangin ini."
Maulana tidak terima dan melotot. Pemuda kurus itu menatap Gerald marah dan sebal. "Inget ucapan lo tadi nggak mau beneran pacarin dia!" celetuknya. Maulana cemburu saat tahu Priska merespons baik pendekatan dari Gerald. Beda sama dia yang dulu dicuekin sampai setengah modar.
"Mana tau! Tapi kalo dia jadi luluh ngurangin rasa penasaran. Jadi nggak kayak dulu. Ya nggak sih?" Gerald berdecak. "Nggak lama lagi kita udahin deh. Kapan mau nembak?"
Pemuda paling kecil dan kurus bernama Didin menyela. "Mungkin dia udah baper karena cukup lama Gerald deketin sedangkan gue suka-suka kalo inget aja buat deketin dia. Atau selama ini dia memang suka sama lo kali, Ger!" Tatapan Didin menajam pada Gerald.
Gerald tersenyum penuh makna dia menjentikkan jarinya. "Gue yakin gue yang bakal menang."
"Padahal gue pengen dapetin dia beneran. Lo kalo udah nggak minat mundur aja, Din. Biar saingan gue ngilang satu." Jay menepuk punggung Didin dan dibalas dengan lirikan mata super tajam milik Didin.
"Udah keliatan yang bakal menang. Lo jangan geer, Jay. Lo bakal kalah. Oh ya, jadi setelah pacaran bakal gue putusin berapa hari kemudiannya?" tanya Gerald pada Maulana.
"Liat aja nanti. Tapi gue pengen lo pacaran lama sama dia dulu kek, lo apain dia sampe bertekuk lutut dan nyerahin semuanya sama lo. Abis itu lo tinggalin. Kan biar dia kapok rese sama cowok. Songong sih jadi cewek!" seru Maulana sambil tertawa geli. Dia membuang abu rokok ke asbak.
"Gampang. Gue kan jago bikin cewek luluh. Priska bentar lagi masuk perangkap kita deh," ucap Gerald sombong. "Pacaran nggak pake perasaan enak buat seruan aja. Buat mainan aja gue dapetnya cewek yang cantik."
"Cepet-cepet kalian tembak deh gue pengen tau siapa yang bakal menang, abis itu lo ambil nih duit dari patungan gue, Wawan dan Bono. Lumayan kan 500rebu!" seru Maulana penasaran banget sama sang pemenang taruhan ini.
***
Alka mengingat detail pembicaraan antar murid cowok dari kelas lain dan satu nama yang disebut sudah pasti jelas orang itu. Dia tidak sengaja mendengarnya kemarin sore saat mau nemenin Tobi makan bubur di warung dekat sekolah. Tobi yang mendengar juga malah mengajak Alka cabut dari tempat itu takut ketahuan mencuri dengar. Kata Tobi tidak usah ikut campur sama urusan mereka.
Berbagai pertanyaan muncul. Mengapa sampai tega menjadikan gadis itu taruhan? Memang beberapa kali semenjak Alka masuk sekolah itu ada kabar Priska ditembak banyak cowok dan semuanya ditolak. Priska itu cantik banget tetapi dingin dan sangat antagonis kelihatannya. Kalau di novel mirip cewek perusak hubungan orang. Beda sama Inna yang cantiknya manis dan lembut. Adem menenangkan.
Tadinya tidak ingin ikut campur, tetapi Alka ingin Priska menyadari hal itu. Bahwa bunga dan cokelat yang diterima tempo hari bukan dengan perasaan tulus. Hanya modus dan cara untuk memenangi acara taruhan itu.
Setelah dipikir lagi, Alka takut terlalu ikut campur. Dia hanya sesekali memandangi Priska dari jauh menunggu kapan dia berani mengatakan tentang taruhan itu. Tobi sampai menyuruh Alka jangan terlalu menatap Priska karena efeknya bakal terasa di kemudian hari. Alka tidak terlalu paham apa maksud ucapan Tobi.
"Wajar Priska dikerjain. Soalnya dari kelas 10, doi emang ngeselin dan sombong. Banyak yang mau tapi ditolak semua. Udah gitu kalo mood-nya lagi jelek, dibentak sadis sama dia," ujar Tobi saat memergoki Alka menatap Priska yang lagi makan sama temannya di kantin.
Tobi sang pentolan tawuran tidak disangka berteman dekat sama Alka yang kalem. Namanya juga berteman tanpa kenal jurusan. Dulu Tobi tidak sebandel itu. Sejak naik kelas saja dia disuruh turun pas tawuran.
"Kasihan. Kata Alya dia keliatan seneng banget pas ngeliat cokelat dan bunga." Alka mennyanggah ucapan Tobi yang menyudutkan Priska.
"Ah, gue nggak percaya," desis Tobi. "Lo nggak tau dia sejak dulu. Ngeri banget dia orangnya. Dulu aja dia yang paling berani sama kakak kelas pentolan dulu. Dibentak dan dijutekin mulu tuh kakak kelas. Berani lawan juga. Nggak takut sama cowok."
"Masa?" Baru sekitar belum ada dua tahun kenal dengan Priska, Alka masih kikuk. Dia tidak pernah berbicara langsung. Hanya sesekali berpapasan di koridor. Bahkan Alka belum banyak memiliki teman lain di sekolah. Yang dekat-dekat saja yang duduk di dekatnya yang bisa akrab.
"Pas kakak kelas itu malak salah satu anak angkatan kita, dia ngadu ke guru BK. Kocak banget dulu dah dia," decak Tobi.
"Gue nggak percaya dia senekat itu. Orang anaknya dingin kalem gitu, cuek keliatannya. Mana mungkin tengil," kata Alka bersikeras.
"Liat aja nanti setelah dia tau jadi bahan taruhan Gerald. Gue rasa bakal pecah nih sekolah!" Lalu terdengar si Tobi tertawa ngakak.
Alka menggaruk pipinya lalu mendelik pada Tobi. "Kira-kira dia bakal ngamuk?"
Tobi menggeleng sambil ketawa. "Bisa jadi. Atau dia punya rencana sendiri sebelum kejadian memalukan itu terjadi."
Alka mengerutkan kening. Pemuda beralis tebal itu ingin memberitahu lewat Inna saja. Sepengetahuannya, Inna cukup dekat pernah sekelas di kelas 10. Biarin Inna yang ngasih tahu ke Priska.
***
3 Des 2021