bc

Someone We Trust

book_age16+
87
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
friends to lovers
drama
sweet
bxg
lighthearted
icy
highschool
coming of age
sassy
like
intro-logo
Uraian

Priska benci dengan jalanan. Terutama jalan di dekat sekolahnya itu menjadi tempat terakhir dua orang yang bermakna untuknya meregang nyawa. Dia selalu dibayangi kalau kepergian dua orang itu akibat ulahnya. Kepergian semua orang yang dikenalnya membuat dirinya jadi beranggapan jika tidak salah lagi kalau julukan Malaikat Maut sangatlah tepat disematkan kepadanya. Suatu hari ada yang memintanya untuk menemani melawan trauma, yang tentunya akan membawa dirinya untuk menentang jalanan dalam situasi yang mendebarkan. Keberuntungan hilangnya ketakutan atau naas yang akan didapatnya? Ketika kata 'percaya' menjadi benar-benar memiliki arti yang berat.

Kisah Alka meminta bantuan Priska agar bisa lebih akrab mudah mengambil hati Inna, gebetannya. Priska juga membutuhkan Alka demi sesuatu tantangan. Priska terjebak utang dalam jumlah besar. Untuk melunasinya dia harus menjalankan misi penting. Dia harus berurusan dengan Alka Karisma, si cowok baik-baik, manis dan kalem. Semakin lama Priska menyadari akan berbahaya jika dia berada di dekat Alka, yang memiliki trauma besar itu. Belum lagi dia harus terjebak pada pilihan menyelamatkan dirinya sendiri atau perasaan teman dekatnya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
Priska keluar dari gudang dengan langkah besar-besar untuk menghindari tempat itu. Perasaannya campur aduk setelah melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya tadi, walau itu sepertinya hanya kesalahpahaman tetap saja dia jijik melihat cowok itu bertingkah seperti itu. Saat ini masih berada di kawasan sekolah pula. Priska sedang berdiri menatap papan bertuliskan Ruang BK. Ragu. "Priska, kali ini kamu nggak bisa ngadu lagi!" Cowok itu membekap mulutnya supaya tidak teriak, karena di dalam ruang BK pasti masih ada guru walau sudah di jam pulang sekolah. Gadis itu tersentak meronta, mulutnya di tangan sang pemuda bertubuh besar itu bergerak-gerak. Matanya melotot penuh kilatan kebencian. Terpaksa sang cowok menyeret tubuh Priska untuk masuk ke laboratorium Fisika. Cowok itu berdiri depan pintu supaya Priska tidak bisa kabur. Matanya melirik sekeliling di dalam laboratorium yang harus dihindari saat mengamuk nanti adalah lemari. Dia mengingatkan dalam hati tidak boleh dekat-dekat dengan lemari atau bisa merusak barang. "Kakak ngapain sih!" Priska berteriak kesal. Wajahnya memerah seperti terbakar api. Pemuda itu senang melihatnya kalau sedang marah begitu. Senyum miring terukir di bibirnya. "Kamu mau ngaduin aku lagi ke guru? Astaga, nggak nyangka loh, kamu berani sama aku depan belakang." Sambil mengeluarkan tawa sumbang. "Ya, harus diaduin, karena kakak mau berbuat tak senonoh tadi," jawab Priska lugas. "Kamu fitnah aku. Tadi kejadiannya nggak gitu, kamu suka nangkep sendiri apa yang pengen kamu liat sih," balas sang pemuda menjawab kesewotannya.  "Aku dijebak. Cewek bisa lebih menyeramkan kalo agresif." Mata Priska melotot tidak senang campur terkejut. "Saya liat sendiri kok, memang kejadiannya begitu. Bukan apa yang pengen saya liat itu." "Tapi nyatanya aku nggak gituan? Kamu harus kecewa atau senang?" Si cowok tersenyum jenaka ingin menggoda. Namun, Priska melipat kedua tangannya depan d**a memalingkan wajah. Menunjukkan sikap angkuhnya seperti sedia kala. "Kakak lebih cocok sama kakak cewek yang tadi." Priska berkomentar membuat cowok itu menoleh heran menatap wajah Priska lagi. "Maksud? Oh, cocok karena sama-sama populer? Ah, basi, itu udah mainstream!" Dia menjawab seraya mengibaskan tangan, supaya Priska tidak bisa menjawab lagi dilempar pernyataan begitu. "Cowok populer sama cewek biasa-biasa aja juga mainstream." Tidak disangka Priska bisa menepis ucapan si cowok. Pemuda itu menggertakkan gigi menahan kekesalan. Priska sedikit tersentak dengan agak mundur. Si cowok menyipitkan mata menatapnya intens. Priska terlihat mulai kikuk melirik ke sana-kemari. Tubuhnya mentok menyentuh meja lab. "Perasaanku nggak main-main, aku suka beneran sama kamu. Kalo aku udah bilang gini, kamu baru percaya?" Cowok itu menatap tajam. "Mana mungkin! Pasti ada udang di balik batu. Jangan suka sama aku, karena aku nggak bakalan suka sama kakak!" *** "Kamu nggak bisa ngelarang aku suka, sama kayak aku yang nggak ngelarang kamu buat benci sama aku. Perasaan nggak bisa ditahan apalagi dibohongi." Cowok itu menjawab sambil menghela napas. Priska terdiam dengan pandangan lurus pada wajah cowok di depannya. Si cowok terlihat sudah tidak sabar lagi menghadapi sikapnya. Namun jelas sekali jika si cowok tidak mungkin melepas cewek di depannya, dia sangat ingin memperjuangkan gadis itu. "Apa yang membuat kamu segitu bencinya sama aku?" tanya sang cowok dengan suara rendah. "Pembawa sial." Tubuh cowok itu menjadi lemas seperti semua otot diputus otomatis hanya gara-gara dua kata. Dua kata yang sangat dibencinya. Kalimat itu keluar dari bibir Priska. Pemuda itu tidak mempercayai semua ini. Dia menggelengkan kepala dengan gusar tidak terima dengan ucapan gadis cantik itu. Priska mencengkeram tali tasnya ketakutan. Tubuhnya ditarik oleh si cowok, kedua tangan berurat itu mencengkeram bahu Priska. "Gue nggak begitu, Priska!!!!" Priska ketakutan setengah mati dan berteriak keras. "ARGHHH!" Tubuhnya melemas dan ambruk. Dengan sigap si pemuda menangkap tubuhnya yang lunglai sebelum mendarat ke lantai. Dia bingung yang didapati sore ini menyayat hati. Priska menangis sesenggukkan dalam rengkuhan dan kebingungan. Cowok itu membiarkan Priska menangis, meski berbagai pertanyaan muncul di otaknya, seperti: mengapa dia bisa menuduh, apakah tau? Padahal bukannya kami baru kenal? Di tengah keheningan, cewek itu tiba-tiba bangun dari posisinya sehingga membuat dagu lancip si cowok terkena puncak kepalanya. Si cowok mengerang sakit sementara Priska sudah lari keluar dari ruang lab. Secepatnya Priska lari keluar dari lab, lari jauh menuju parkiran. Meninggalkan cowok tadi yang seperti dihantam godam. Di depan sekolah, Priska kebingungan dan pilihannya mengambil jalanan arah kiri. Dia berlari cepat supaya tidak tertangkap pemuda itu. "Priska!" Nama gadis itu diteriaki oleh suara yang amat familier. Priska sempat menoleh untuk mencari tahu, sial, masih mengejarnya walau masih jauh dan pemuda itu harus menyebrang jalan lagi untuk bisa mencapai dirinya. Priska tidak peduli dia harus cepat mencapai bibir jalanan supaya bisa naik angkutan umum. "Braaaak!" "Aaaak!" "Astaghfirullah!!!" "Tolongin, tolongin!!" Suara itu menyentak Priska. Suara decitan kendaraan, suara dua benda yang saling menghantam dan teriakan penduduk sekitar. *** Gadis itu menoleh ke belakang. Akhir yang tak pernah terbayangkan. Bayangannya begitu cepat terjadi, masih belum bisa dua terima kenyataan sesuatu yang terjadi tepat di hadapannya saat ini. Tubuh itu sudah tergeletak di jalanan bersimbah darah dan cairan kental kemerahan itu mengalir di sekitarnya. Telinga Priska mendadak tuli layaknya pemutaran film di hadapannya. Masih tak bisa dipercaya sosok itu yang tadi masih berdiri dan berlari mengejarnya sudah berubah layaknya boneka kaku dan wajahnya sudah tak bisa dikenali. Guntur. *** Kenapa dari banyaknya tempat yang ada, harus di tempat itu Guntur pergi? Tempat di mana Naya pergi meregang nyawanya. Kejadian kemarin terjadi saat Guntur mengejar sampai keluar sekolah, tentu saja Priska berlari secepatnya menghindari kejaran pemuda itu. Selain tidak suka, muak dan risih, Guntur benar-benar sosok yang menyebalkan. Orang yang sangat Priska hindari karena dia hanya membuat gadis itu makin merindukan sahabatnya. Hari ini adalah hari pemakaman Guntur. Pada titik di mana tubuh Guntur dikubur masih ramai dikerubungi banyak orang. Duka mendalam yang ditinggalkan oleh Guntur, dirasakan oleh banyak orang. Priska berdiri tidak jauh sambil memeluk buku milik Naya. Rencananya akan memberikan buku itu ke Guntur. Sayang waktunya belum tercapai. Memang usia menjadi rahasia Tuhan. Tetapi buku itu akan menjadi miliknya, entah akan habis luntur dan hancur karena hujan atau dibuang oleh orang yang melihat. Di sebelah Priska ada dua gadis lainnya, Inna dan Winjes saling memeluk. Ekspresi duka tidak bisa mereka sembunyikan. Ini sangat de javu. Priska sudah terbiasa ditinggal pergi oleh orang lain. Bukan hanya sekali.  Matanya melihat ke arah para sahabat Guntur yang keluar dari kerumunan dan mendekat dengan serempak ke arah dua orang yang berjalan. Cewek dan cowok. Sepertinya remaja seusia Guntur. Yang cewek segera berlari menuju pusat pusara Guntur menangis sesenggukan. Dia sampai jatuh terduduk di sebelah gundukan tanah bertabur bunga itu. Sedangkan cowok yang tadi bersamanya menatap dengan mata nanar dan ekspresi nelangsa. "Guntur, kenapa kamu ninggalin aku juga?" isak cewek itu. "Kamu udah langgar janji kamu sendiri untuk gantiin posisi kakak dan jagain aku." Banyak sekali yang sedih atas kepergiannya. "Guntur, kenapa kamu pergi bahkan kita belum sempat berbaikan?" gumam cewek itu lagi. "Selena, maafin Guntur," ucap cowok itu berjalan dan jongkok di sebelahnya. "Maaf, aku dulu benci, marah, dan bilang kamu manusia sial. Aku nggak bisa terima, karena kamu ngajak kakakku pergi saat ada tawuran itu. Andai kamu nggak mengajak dia pergi, dia harusnya masih hidup. Ternyata itu memang takdirnya. Maafin aku, Guntur." Priska membeku. Apa itu yang menyebabkan kemarin Guntur marah dan tidak terima saat dia mengatakan jika cowok itu manusia sial dan berbicara hal yang tidak dia pahami? "Gue nggak begitu, Priska!!" Suara itu seakan berteriak keras di telinga Priska. ** Sekarang hanya ada Priska yang tersisa di atas makam Guntur. Dia memeluk buku milik Naya. Ini keputusannya untuk melepas buku sketsa pada orang yang seharusnya. "Gue punya sahabat, dia suka banget sama lo sejak kita SMP. Di buku ini banyak banget sketsa wajah lo. Gue selalu sedih tiap mengingat Naya mati sia-sia saat kita menguntit lo. Pas tawuran akhir semester itu kita ada di depan sekolah. Tapi, dia marah saat gue benci dan terus nyalahin lo. Tadi malam gue mimpi, Naya benar-benar marah." "Gue yakin kebahagiaan Naya adalah saat jatuh cinta dan bisa melihat lo dari jauh. Saat dia meninggal, gue yakin dia pergi dengan perasaan bahagia karena habis melihat lo, walau dari jauh." Hanya angin yang mendengarkan suaranya dan membalas dengan embusan dingin. "Buku ini punya seseorang, tapi sekarang jadi punya lo. Simpan ya." Priska menyelipkan buku tersebut di antara gundukan makam Guntur. "Apa pun yang pernah terjadi di antara kita, gue seneng bisa ketemu cowok yang lucu dan setengil lo. Meski lo nyebelin dan suka ganggu. Nggak gue sangka bahwa perkenalan kita hanya sebatas itu dan berakhir sangat cepat. Selamat jalan, Guntur." Jangan salahkan aku, yang sama sekali nggak menyesali keputusan Guntur yang mengejarku dan berakhir pada kejadian tragis. Bukannya sudah takdir? Sama seperti kejadian yang menimpa pada Naya. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Perfect Revenge (Indonesia)

read
5.1K
bc

GARKA 2

read
6.2K
bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

TERNODA

read
198.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook