Satu tahun kemudian ....
"Lo ditolak juga sama Priska?" tanya seorang pemuda berwajah bulat menatap ngeledek ke temannya yang terlihat suntuk berat.
Maulana, pemuda yang paling tinggi dan kurus itu mendelikan mata sebal. "Gue nggak percaya dia nolak semua cowok yang nembak."
"Mampus! Lo nggak percaya sih!" seru si pemuda satunya yang bertubuh pendek dan imut. Namanya Wawan.
"Terima takdir aja. Cewek secantik dia mana mau ama cowok kresek kayak kita gini," tandas Bono melas.
"Gue paling ganteng dan tajir di antara kita, masa nggak diterima juga?" cetus Maulana. Segera mendapat delikan sinis dari Wawan dan Bono.
Maulana merasa cukup ganteng di antara dua lainnya, karena Wawan pendek mungkin hampir sama seperti Priska, si target, sedangkan Bono rada gembul pipinya tembem meleber ke mana-mana. Wajar Maulana merasa dirinya paling tampan padahal nyatanya dia tidak cakep amat. Mereka bertiga satu geng di kelas 12 IPS 5. Kelas yang berisi anak-anak bandel di SMA Persada. Semuanya menaruh hati pada sosok Priska Amanda yang populer sejak kelas 10. Mereka juga penasaran mengapa Priska yang cantik banget itu tidak memiliki pacar di sekolah maupun luar sekolah, menurut gosip di kalangan cowok-cowok.
Mereka semua menerawang merasakan sakit hati mendapat penolakan dari Priska. Apalagi ditolaknya terang-terangan oleh gadis itu.
"Sori ya, gue nggak pacaran."
Selalu menjawabnya seperti itu, dengan nada dingin plus ekspresi risih. Benar-benar tipikal cewek sombong dan dingin.
Suasana kantin IPS ramai maklum isinya anak-anak rusuh di jurusan itu. Bono menyenggol lengan Wawan dan Maulana saat sesosok yang menjadi bahan omongan mereka lewat di pinggiran kantin dan masuk ke dalamnya.
"Cantik sih, tapi sadis," gumam Wawan menyipitkan matanya ke Priska. Cewek berambut panjang, hidung mancung, kulit putih bersih, dan bentuk tubuh ideal membuat cowok langsung naksir.
"Gue sakit hati. Kita bikin rencana gimana?" cetus Maulana dengan eskpresi wajah bengis.
"Rencana apa? Mau ngerjain dia? Nggak! Nggak! Gue nggak setuju kalo harus nyakitin dia," jawab Bono.
"Bukan! Bukan kita yang ngerjain dia." Maulana mengendikkan dagunya ke arah tiga orang yang jalan menuju pojokan kantin itu.
Bono dan Wawan menganga melihat siapa yang datang. Gengnya Gerald. Kalau gengnya Bono tidak terlalu berpengaruh dan biasa aja di angkatan mereka, beda sama gengnya Gerald yang ganteng-ganteng. Geng tawuran beda lagi, isinya anak-anak yang kurang cakep.
Gerald mengerutkan keningnya. “Jadi?” tanyanya penuh arti.
“Mau nggak lo?” tanya Maulana.
"Ayo, nih mumpung gue udah putus sama Mala. Bisalah gue sambil manasin dia ngincer Priska. Nggak apa-apa kalo gue deketin doi?" Gerald duduk di sebelah Maulana dengan tangan menopang di lutut Maulana.
"Anjir. Lo juga ada tujuan?" tanya Wawan. "Rencana kalian apa?" Matanya yang sipit menatap ke Gerald dan dua kawannya yang lain. Didin dan Jay. Jika dibandingkan dalam segi wajah, Didin dan Jay lumayan agak cakep dibanding anak-anak gengnya Bono.
"Kalian nggak bakal anuin Priska, ‘kan?" Bono dengan ekspresi histerisnya membuat Gerald mengerutkan kening. Gerald mendecakkan lidah kesal pada Bono.
"Nggak mau kalo kayak gitu!" sela Didin.
Jay yang paling tinggi di sana ketawa keras. "Emang si Bono nggak dikasih tau?" Dia menatap Maulana sambil cengengesan.
Maulana tersenyum misterius. "Nih, bakal gue kasih tau rencana pembalasan sakit hati kita pada Priska," kata Maulana sedikit merunduk memberi kode supaya mereka mendekat dan menjaga kewaspadaan rencana bocor. "Gerald, Jay, dan Didin bakal taruhan. Siapa yang bakal diterima sama Priska, gue kasih duit."
Bono dan Wawan tercengang. Sedangkan Maulana mengulum senyuman.
"Lo yakin salah satu ada yang bakal diterima?" Wawan menatap Gerald, Jay, dan Didin bergantian. "Ngapain taruhan udah tau jawabannya," desis cowok itu langsung membuat kawannya yang lain memasang wajah datar. Diremehin.
"Iya. Pengalaman aja. Nggak bakal ada yang diterima." Bono mengangguk pada Wawan.
"Namanya juga usaha, kali aja lagi beruntung. Nih ya, Priska itu pasti sukanya sama yang selevel sama dia. Kayak gue gini. Ganteng dan karismatik," ucap Jay pede maksimal.
"Nggak. Dia pastinya suka sama cowok romantis kayak gue. Yang lebih memahami cewek. Gue pernah sekelas dulu di kelas 11. Lebih gampang deketin dia," kata Gerald. “Gantengan gue daripada lo, Jay!!”
"Halah, jangan banyak membual. Tipenya Priska yang kayak gue, cuek tapi menarik. Bikin penasaran." Didin ikut menyahut.
Bono menatap mereka semua dengan eksprssi wajah yang jarang ditunjukan. Serius. "Priska bukannya pernah dideketin sama Guntur itu? Apa dia gagal move on dan jadinya jutek abis?"
"Guntur udah lama pergi. Jangan dibahas! Lagian waktu sama Guntur aja juga jutek abis kayak macan betina!" seru Wawan. Dia pernah di-notice keberadaannya oleh Guntur. Saat kakak kelasnya itu pergi, dia cukup sedih.
"Bodo amat. Pokoknya kita bakal jalanin rencana ini." Sepertinya hantu bertanduk merah sudah merasuki hati terdalam Maulana yang penuh dendam dan kesal.
***
Jakarta, Januari 2012
"Priska, gue udah lama suka sama lo. Jadi pacar gue yuk?" Ajak seorang cowok di tengah koridor sambil menyodorkan setangkai bunga mawar merah. Bunga favorit Priska.
Sayangnya, yang memberikan bukan dari orang yang dia inginkan.
Priska, gadis yang sekarang menjadi pusat perhatian itu melirik ke kanan dan kiri. Ini cowok pertama yang menembaknya di tahun 2012. Baru saja tahun baru tetapi hidup Priska tidak berubah juga. Masih diganggu dengan cowok-cowok yang ingin menjadikan dirinya pacar. Untuk gadis seperti Priska yang mau fokus Ujian Nasional, pacaran sudah diceklis sebagai hal yang tidak ingin dia lakukan sampai bulan April nanti.
Gadis cantik dengan tubuh tinggi semampai itu mengerutkan kening pada cowok itu yang bernama Tyo, bertubuh tinggi bongsor dan tidak tampan.
"Sori," Priska baru mengucapkan kata itu saja sudah membuat punggung Tyo menegak dan hatinya mencelus ngilu. Dilihatnya ekspresi wajah Priska yang risih terganggu sambil melirik kawan-kawan geng populernya. Priska pasang wajah tidak enak tetapi Tyo tahu itu hanya beberapa detik saja. Setelahnya Priska kembali memasang wajah dingin dan juteknya. "Lo tau, 'kan gimana teman-teman lo yang lain pas nembak gue. Udah sering denger jawaban andalan gue?" tanyanya dengan sadis. Menurut Tyo itu cukup sadis.
Perkataan Priska membuat gengnya yang berisi Nabila, Rianti, Evhi, dan Puput melengos menahan tawa. Dengungan dari murid lain di koridor juga kebanyakan pada menahan tawa, ada juga yang kasihan pada Tyo alamat ditolak cewek most wanted.
"Sori, gue nggak pacaran. Gitu ya, Pris?" kata Tyo dengan wajah sendu. "Jadi, lo nolak gue?" Dia masih belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
"Udah tau nanyaaaa!" Ledek Nabila sambil melipat tangannya depan d**a.
Yang lainnya jadi tertawa. Jujur saja dia sedikit iri pada Priska yang banyak ditaksir cowok. Perbandingannya lebih banyak yang naksir Priska dibanding dirinya. Padahal yang kurang apa? Menurutnya, dia lebih cantik dari Priska, lebih tajir, supel dan ratu pergaulan. Tapi tetap kalah saing sama Priska. Alih-alih dia jadi ketua geng yang harusnya paling populer, dia malah terlihat jadi nomer dua setelah Priska. Nabila ingin seperti Priska yang jadi pusat perhatian seperti ini, serasa menjadi putri nomor satu di sekolah.
"Iya. Sori ya," ucap Priska dengan mengedipkan mata dan menaruh kedua tangan depan d**a. Dalam hatinya dia ingin segera kabur dari lokasi ini. Mendapat perhatian berlebihan dari penonton membuatnya gerah dan panas. Di sekelilingnya semua mata menatap dirinya lekat. Tepat sekali kejadiannya saat koridor ramai, walau sepi juga pasti akan ramai karena suara kegaduhan yang dibuat oleh Tyo dan kelompok temannya.
"Lo jahat banget, Priska! Lo nggak ngerti perasaan gue ini." Tyo menekuk bibir ke bawah lalu dia pergi dari tempat itu dan membuang bunga ke tempat sampah. Kumpulan temannya Tyo mengejar pemuda itu. Semua mata menatap ke arah Tyo yang menaiki undakan tangga.
Tarikan napas lega berasal dari Priska yang lega drama ini selesai. Dia mau beranjak pergi tetapi seseorang berteriak mengagetkan dari arah tengah lapangan.
"Woy! Astaga, Tyo lo mau ngapain?????!"
Dengan kecepatan leher seperti jet, Priska menoleh ke arah lapangan yang berisi anak-anak main futsal di tengah hari bolong. Semuanya yang tadi sedang bermain dan tertunda karena adegan penembakan tidak fokus lagi malah menatap ke arah atas.
"Heh turun gila!"
"Malu-maluin martabat cowok ae lu ditolak langsung ngancem bunuh diri!"
"Woy Tyo, cewek lain masih banyak!!"
"Mau lompat lo?? Sini beneran lompat kalo berani!"
Mata Priska melebar, dia sebal kalau kejadiannya akan jadi seperti ini. Cowok bermental lemah menyebalkan yang akan melakukan hal ini. Ngeselin banget. Priska maunya tidak peduli tapi dia segera ditarik paksa oleh Nabila menuju lapangan. Sudah terik matahari membuat panas dan kaki walau memakai sepatu menginjak lapangan langsung terasa panas.
Priska mendongak melihat ke koridor atas dari lapangan. Dia mendecakan lidah.
"Mau lo apa, Bro??" tanya Priska malas.
"Gue mau jadi pacar lo, Pris!" balas Tyo.
Priska mendengkus. "Terus kalo gue nggak mau gimana? Gue harus apa? Lo turun aja deh! Malu-maluin tau nggak!?" Tangan gadis itu mengibas di udara. Menyepelekan tindakan Tyo yang nekat banget.
"Ini terlalu lucu," sahut murid yang lain lalu tertawa.
"Hiburan tengah hari bolong."
Banyak yang menatap cemas pada Tyo yang berdiri di pagar mau lompat ke bawah. Syukur-syukur dia tidak jadi jatoh, karena nyangkut di genteng. Tapi kalau dia nyangkut malah membuat genteng pada pecah. Tidak bener semua pilihannya 'kan?
"Gue bakal lompat. Nggak bakal turun sampe lo terima cinta gue!" seru Tyo dengan nada keras penuh ancaman.
"Gue nggak bakal terima. Kalo mau lompat, ya udah lompat aja!" balas Priska ketus dan yang mendengarnya jadi bergidik ngeri.
Tyo mengerang di atas sambil menangis. "Masa lo tega sama gue??"
Nabila menyenggol lengan Priska ketakutan. "Yang bener lo kalo kejadian gimana?" celetuk Nabila.
Priska menggeleng meyakinkan dengan mata melotot. "Nggak bakal. Dia cuma ngancem. Karena ngancem makanya gue tantangin."
"Lo gila Pris!"
"Seru nih!"
"Liat siapa yang bakal menang? Pendirian Priska atau kenekatan Tyo."
"Udah mau ujian bukannya belajar toh Le!" decak siapapun yang menonton.
"Udah mau UN, woi. Sayangin nyawa!!!"
"Buang-buang waktu wahai anak IPS!!"
Priska masih fokus menatap Tyo walau cahaya matahari yang panas sudah membuat matanya perih. Dia was-was Tyo bakal nekat beneran. Siapa yang tahu?
"Oke. Gue lompat nih ya! Demi lo Pris, karena nggak mau terima cinta gue."
Priska mendecak karena itu hanya ancamam kosong. Semuanya terkesiap saat Tyo siap lompat dan Priska jadi melotot kaget kalau Tyo sampai beneran lompat ke bawah ini akan menjadi kasus besarnya. Pekikan dari orang-orang menambah riuh. Beberapanya ada yang bersuara untuk memanggil guru.
"Panggilin guru BK!"
"Masa guru BK? Yang kayak gini harus sama guru Agama!"
"Siapa aja dah? Oh ya, guru Akuntansi sekalian buat nanti ngitung kerugian genteng pecah!"
"Jangan nekat, elah!" teriak Priska kesal. "Nggak lucu tau nggak sih? Cewek tuh masih banyak? Emang kenapa lo mau sama gue, merasa menang?"
Masa dia harus terima cowok itu? Ada rasa suka pun tidak. Dia tidak suka pada cowok seperti ini. Cemen dan lemah. Priska tidak pernah ketemu cowok kayak gini. Masih banyak yang badboy. Ini tipikal cowok yang tukang mengancam. Mengesalkan!
"Tyo!!!" Semuanya berteriak nyaring. Matanya pada fokus pada sosok bertubuh tinggi itu kehilangan keseimbangan, tetapi bukannya jatuh ke depan malah jatuh ke belakang.
"Priska, Tyo jatuh ke belakang kepleset!!!" teriak seseorang dari atas sana.
Yang dipanggil mengembuskan napas kuat-kuat. Kesal.
***