Tiga-1

1643 Kata
Luke baru saja sampai di istana setelah menaiki kuda. Ia lebih suka berkuda dari pada menaiki kendaraan roda empat. Selain cepat juga lebih nyaman. "Yang Mulia, Ratu Giorgina sudah menunggu Anda di ruangan baca" ucap Henry menyambut Luke "Baiklah" Seorang yang biasanya mengurus kuda datang mendekat dan mengambil tali kekang dari Luke. "Tolong mandikan" ucap Luke "Baik Yang Mulia" Luke berjalan masuk ke pintu istana diikuti Henry dibelakangnya. Henry juga melaporkan beberapa hal kepada Luke."Awasi terus mereka, aku sedikit curiga" "Baik Yang Mulia" Mereka meneruskan menuju ruang baca pribadinya. Luke mempunyai ruang baca pribadi yang mana itu dulu ruang kerja Ayahnya saat menjadi Putra Mahkota. Begitu sampai di depan sebuah pintu kayu, Henry mengetuk pintu kayu tersebut pelan dan terdengar suara dari dalm mempersilakan "Silakan Yang Mulia" ucap Henry membantu membukakan pintunya Luke mengangguk dan melangkah masuk. Begitu masuk pelayan Ibunya segera pamit keluar "Duduk Luke" ucap Gina menyuruh Luke duduk di kursi depannya Luke menurut dan duduk di sana "Bagaimana peningkatanmu di kamp?" tanya Gina lembut "Lebih baik Ibu" jawab Luke "Syukurlah, aku juga sudah membaca surat dari Gale. Seharusnya kau di sana dua minggu lagi" ujar Gina sekarang ia menyesap tehnya pelan "Ada apa Ibu ingin bertemu?" tanya Luke langsung Ia ingin tahu apa yang sedang direncanakan Ibunya kali ini "Aku hanya rindu putraku ini. Apa ibu tidak boleh?" ucap Gina "Baiklah Ibu" Gina menatap wajah putranya, wajah capek dan kurang tidur "Luke" panggil Gina setelah mereka cukup lama terdiam, Luke dengan sesekali juga menyesap teh yang di meja "Tidurlah, kau pasti capek perjalanan pulang kemari. Aku hanya ingin tau kabarmu saja" ucap Gina "Terimakasih Ibu, tapi Luke ada yang pertanyaan yang ingin Luke tanyakan pada Ibu" Gina menatap Luke, "Sebutkan" "Beberapa hari setelah Ibu mengirim Luke ke kamp, kemana Ibu pergi?" tanya Luke sambil menatap Ibunya ia ingin melihat bagaimana reaksi sang Ibu Gina langsung meletakkan cangkir tehnya, "Ada apa kau bertanya seperti itu?" "Tidak ada, hanya ingin tau saja" jawab Luke santai Ia tidak mau sebenarnya merasa curiga dengan ibunya seperti ini tapi, ia harus menajga Ibunya paling tidak mencegah sesuatu yang buruk mungkin terjadi "Ibu ke istana Putri Sophia, dia mengundangkan minum teh dan mengobrol soal kau dan putrinya Anne" jawab Gina Luke tersenyum kecil, "Oh ibu bertemu Bibi Sophia, dia memang menanyakan Ibu beberapa waktu lalu" ucap Luke lagi "Karena itu aku ke sana, dia kan adik Ayahmu juga meski beda ibu" ucap Gina kali ini ia kembali menyesap tehnya "Baiklah, Luke akan ke kamar. Luke permisi Ibu" "Ya, Ibu akan siapka makanan setelah kau bangun nanti" ucap Gina sebelum Luke keluar "Baik Ibu, terimakasih" Sepeninggal Luke, Gina menatap pintu jalan keluar Luke dalam diam. Memikirkan langkah selanjutnya untuk menjadikan Luke Raja segera dan tentunya mempengaruhi Luke. "Anak itu memang sedikit sulit" gumam Gina . . . Luke menatap ke bawah dari balkon kamarnya, beberapa orang telihat berlalu lalang. Henry berjalan mendekatinya. "Yang Mulia, waktunya makan siang. saya sudah membawakannya untuk Anda di sini" ucap Henry Luke menoleh dan melihat troli makan itu. "Letakkan di meja sana, dan temani aku makan" ucap Luke kemudian "Tapi, Yang Mulia.." "Turuti saja Henry" ucap Luke lagi ia berbalik dan duduk di salah satu kursi Henry meletakkan beberapa piring makanan ke atas meja. Ia juga membantu Luke dengan alat makannya. "Duduk saja, aku bisa lakukan sendiri" Henry mengngguk dan duduk di debrang Luke. "Sudah berapa lama ya kita tidak duduk dan makan seperti ini?" ucap Luke mulai menyendok sup kental di depannya "Terakhir saat kita masih di akademi" jawab Henry yang sekarang sudah berganti mode bukan asisten Luke "Kau benar, aku jadi merindukan masa di akademi dulu" ucap Luke lagi "Oh ya Henry bagaimana dengan yang ku minta kemarin?" tanya Luke di sela makannya "Sudah saya lakukan, tinggal menunggu hasilnya" jawab Henry yang juga menyuapkan makanannya "Rumor yang ada membuatku makin bertanya dari hari ke hari" gumam Luke terdengar Henry "Menurut keterangan Ayah saya, rumor itu sudha dimulai sejak dulu Yang Mulia. Entah siapa yang memulainya tidak ada yang begitu jelas setelah saya inisiatif mencarinya" ucap Henry "Kau bahkan ikut penasaran Henry" ujar Luke mendengus tidak percaya "Saya sudah sering mendengarnya kala kecil dulu" jawab Henry membuat Luke hampir tersedak "Kita sedari kecil memang sudah kenal, kenapa kau tau banyak" Henry tertawa kecil, sahabat sekaligus Pangeran negeri ini bisa sekonyol ini. "Dulu saya sering ikut Ayah saat bekerja, sedikit banyak saya mengetahui apa yang terjadi" ucap Henry lagi Luke terdiam, "Sebentar Henry, ucapanmu membuatku menyadari sesuatu" "Ada apa Yang Mulia?" "Setelah ini ikut aku" Henry hanya bisa mengangguk, "Baik Yang Mulia" Sedangkan Luke memikirkan untuk mencari tau secara perlahan, karena sepertinya sang Ibu sudah menduga laku yang Luke rencanakan. "Henry, kita sahabat kan?" tanya Luke tiba-tiba "Terlepas dari status Anda dan saya, benar Yang Mulia" jawanb Henry "Baiklah, aku percaya padamu" ucap Luke lagi Henry merasa da yang aneh dengan Luke, tapi ia yakin sahabatnya ini tengah merencanakan sesuatu. selalu bertanya hal demikian saat akan mengubah rencana. "Oh ya Yang Mulia, nanti sore Anda di suruh mengikuti jamuan teh di taman samping" ucap Henry mengingat ucapan pelayan Ratu Gina "Pasti ia akan mengenalkanku pada seorang Putri lagi" gumam Luke tanpa sadar, "Aku sudah kenyang, katakan terimakasihku pada koki" ucap Luke langsung berdiri dan pergi "Baik Yang Mulia" Henry segera memanggil pelayan kamar Pangeran untuk membersihkan meja dan lainnya. "Henry, ikut aku ke suatu tempat" ucap Luke di ambang pintu "Baik Yang Mulia" . . . Pagi ini matahari sudah bersinar cerah, sinarnya sudah terlihat sejak kemunculannya di ufuk timur. Harum bunga juga tercium sejak pergantian musim semi beberapa hari yang lalu. Hawa hangat menyusup kesegala sudut kerajaan. Berbanding terbalik dengan suasana sekitar yang hangat dan nyaman, istana tengah menghadapi kegemparan rumor yang semakin berkembang tidak terkendali. Mulanya istana akan menangani secara sembunyi-senbunyi namun, pergerakan masyarakat yang tidak terduga membuat rumor semakin tidak keruan. Seperti pagi ini, aula kerjaan sudah ramai dengan perdana menteri dan pejabat lainnya. Sejak semalam sebenarnya suasana kerajaan sedikit ramai dimana banyak dari mereka yang ingin segera menemui Raja, namun Raja sendiri baru pulang dan katanya mengalami cedera. Rumor yang makin meresahkan dan munculnya kelompok yang ingin menggulingkan kekuasaan Raja mengakibatkan Raja harus segera turun tangan. Sejak pagi ia sudah memerintahkan untuk mengadakan rapat darurat. William sudah menyiapakan segala opsi dan juga dukugan dari beberapa kerajaan sekutu Sedangkan Ratu Kania tengah menyiapka rencana cadangan jika ada kemungkinan terburuk. "Panggil Tuan Gian kesini" ucapnya pada pelayan "Baik Yang Mulia Ratu" Sepeninggal pelayannya, Kania bergerak gelisah dalam duduknya. Sial!! Ia belum terlalu memikirkan rencana tentang rumor ini. Dulu memang ia sering menggunakannya untuk menggoyahkan pemerintahan Raja Robert tapi tetap saja ia gagal. Dan sekarang ia kena sediri "Bagaimana ini?!" gumam Kania gelisah di tempat duduknya, sesekali ia menyesap tehnya untuk mencoba tenang Memikirkan suaminya yang kemarin di serang dan tadi pagi masih berada di pengaruhi oleh obat semoga tidak berbicara yang aneh-aneh. Ketukan di pintu membuat Kania tersentak, "Siapa?" tanya Kania "Saya Yang Mulia Ratu" jawab suara dari luar "Oh kamu Destia, masuk" Tak lama pintu kayu itu terbuka dan masuklah seorang perempuan yang dipanggil Destia tidak lain ialah pelayan pribadinya "Bagaimana?" tanya Kania langsung "Beliau dalam perjalanan kemari Yang Mulia, Anda tenang saja dan tadi rapat di aula di adakan secara tertutup" lapor Destia "Baiklah, nanti aku bisa tanya Raja. Cepat lihat kedatangan Tuan Gian dan segera suruh kemari" ujar Kania lagi "Baik Yang Mulia" Di aula utama istana, tengah ramai perdebatan alot para pejabat. Raja yang tengah duduk di atas kursinya memandang malas. Sedangkan Luke yang di suruh Ibunya ikut hadir hanya diam memperhatikan William mengetukkan tangannya di kayu kursinya. Suaranya nyaring dan mampu membuat semu kegaduhan terhenti. "Kalian tolong diam" ucap Willy menatap mereka satu persatu Mereka semua terdiam. Luke melihat pamannya berdiri lalu mengambil sebuah surat dari tangan ajudannya kemudian melemparkannya ke tengah aula "Perdana Menteri ambil dan bacakan dengan keras!!" ucap Willy sekarang ia duduk di bawah anak tangga Perdana Menteri yang mendengarnya menahan geram. Jari-jarinya sudah ia genggam erat. Namun, ia tetap keluar dari barisan dan maju ke depan mengambil surat itu Membukanya pelan dan membaca isinya terlebih dahulu. Kedua bola matanya melotot melihatnya "Ada apa Perdana Menteri? Bacakan sekarang!!!" ucap William dengan seringaiannya Akhirnya mau tidak mau Perdana Menteri membacakannya. Isinya meminta untuk menangani rumor yang ada juga memberikan waktu untuk membuktikan dirinya sebagai salah satu pewaris tahta setelah Raja Robert. Luke tersenyum kecil. Permainan benar-benar sudah dimulai . . . Ara baru saja mengantarkan senampan pesanan seorang pelanggan yang mampir untuk makan. Sedari membuka kedai Bosnya ini hingga sekarang ia belum duduk barang sebentar "Bell, nih minum" ucap Franz menyodorkan air putih pada Ara "Wah enak nih!! Enak lagi kalau ditambahkan jus jeruk sama es" ujar Ara sambil tersenyum namun tetap meminum air yang di sodorkan padanya "Dasar!! Ntar ak buatin. Itu aja dulu" ujar Franz mengacak rambut Ara gemas "Dih!! Rambut aku Franzz!! Pergii" pekik Ara kesal "Kalian ini akrab banget sih!!" seru suara Mrs. Luisa baru keluar dari dapur "Oh tentu tidak Mrs. Lui males akrab sama dia!!" sangkal Ara yang baranjak pergi dan mengembalikkan gelasnya ke tangan Franzz "Eh Bell..!!?" panggil Franz Sedangkan Mrs. Lui tersenyum kecil. Franz menatap Ara yang menghampiri Stefan, entah mereka tengah berbicara soal apa namun segera ia menyusulnya. Hari sudah semakin sore dan waktunya menutup kedai untuk hari ini, mereka sibuk berbenah dan membuang sampah ke depan untuk di angkut besok pagi. Mengangkat kursi ke atas meja setelah di lap. "Bos, kami pamit pulang dulu" ucap Ara yang baru keluar dari ruangan belakang mengambil tas juga berganti alas kaki "Iya, kalian hati-hati" jawab Pak Bos "Ayo Bell, keburu tutup tokonya" ajak Stefan yang sudah sedari tadi menunggu Ara "Iya ayo" "Eh mana nih Franz katanya mau ikut juga" tanya Ara yang melihat di sekitar Stefan "Itu dia" tunjuk Stefan pada Franz yang sedang memberi makan kucing liar di sekitar kedai "Oh ayo ke sana Stef" ajak Ara yang sudah berlari lebih dulu "Eh Bell...?!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN