Ara berjalan pelan sambil menikmati pemandnagan sekitar yang memang perbukitan dan suasana sore seperti ini memang paling Ara sukai. Ia juga melihat beberapa buku yang tadi ia beli setelah ia mendapatkan gajinya bulan ini. sementara sebagian untuk ia berikan pada Neneknya nanti.
Sesekali Ara bersenandung ketika tadi ia mendengar beberapa lagu bagus yang di putar di toko buku. Bahkan Stefan yang ia tahu jarang keluar rumah jika tidak untuk bekerja mengetahui semua judul lagunya bahkan mempunyai beberapa kasetnya.
"Nenek, cucu Nenek yang cantik pulang" ucap Ara sejak dari pintu rumah
Neneknya yang sedang memasak di dapur hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Wah harumnya!!" ucap Ara yang bahkan sudah mengintip di ambang pintu
"Cepat ganti baju dan mandi Ra, sebentar lagi kita makan malam" ucap Nenek lagi
"Siap, Nyonya" jawab Ara dengan menaikkan tangannya di pelipis kanannya
Nenek hanya tersenyum melihat tingkah cucu perempuannya yang sekarang sudah berlari menuju kamarnya. Lalu tak lama sudah keluar dan masuk ke dalam kamar mandi
Matahari benar-benar sudah tenggelam di ufuk barat padahal hari sudah malam. Namun masih terasa sore hari. Hawa hangat juga masih terasa, angin berhembus pelan membawa dedaunan kering yang dijatuhkan ranting
Langit kemerahan juga masih terihat menghiasi sekitar. Ara keluar dari kamar mandi dan harum sup jagung manis memnuhi rongga hidungnya juga terasa semakin lapar begitu makanan pelengkap yang dihidangkan Neneknya.
"Wah Nenek, Ara sudah lapar" pekik Ara antusias
"Ayo kita mulai makan" ajak Nenek yang ditanggapi antusias oleh Ara yang sudah duduk di salah satu kursi
Mereka makan dengan sesekali mengobrol bersama, tidak hanya membahas apa yang terjadi pad Ara di kedai juga soal Ara yang langsung pergi ke toko buku membeli beberapa buku yang emmang sudah ia incar sejak lama. Setelah selesai makan Ara beranjak ke kamarnya, tak lama keluar kembali
"Nek, ini sebagian gaji Ara buat Nenek" ucap Ara menyodorkan amplop berisi gajinya
Nenek terkejut, biasanya memang Ara akan memberikan sebagian gajinya tapi Nenek tidak menduga menerimanya lebih banyak
"Kamu simpan buat tabungan" ucap Nenek menyodorkan kembali
"Buat Nenek aja, Nenek selalau menolak kan sejak dulu kali ini terima Nek" ucap Ara keukeh
"Baiklah" jawab Nenek menghela napasnya
Ara tersenyum dan langsung memeluk tubuh Neneknya. "Sehat-sehat ya Nek" gumam Ara
"Oh ya Nenek punya buah segar dari kebun di bawah, ayo makan bersama di depan televisi" ucap Nenek
"Oke Nek, eh sini Ara bantu"
Nenek tersenyum melihat cucunya, semoga takdir Ara lebih baik nantinya. Mengingat surat yang ia terima kemarin membuat Nenek sedikit was-was
"Nek, ini buahnya Ara potong ya?!" ujar Ara namun tidak ada jawaban dari sang Nenek
"Nenek!!?" panggil Ara sekarang ia memegang lengan Neneknya pelan
"Oh ada apa Ra?" sontak Nenek sedikit terkejut
"Nenek kenapa? Akhir-akhir ini sering melamun?" tanya Ara langsung
Nenek tersenyum, mengelus rambut Ara pelan "Gak ada apa-apa Ra, yuk potong buahnya dan tunggu Nenek di depan televisi. Nenek mau masukkan sisa makanan ini" ucap Nenek pelan
Ara mengangguk dan menurut
. . .
Rapat di aula baru dibubarkan menjelang sore tadi, sekarang beberapa bagsawan juga pejabat sedang berkumpul dengan faksi masing-masing. Luke yang sejak awal duduk di dekat Pamannya mau tidak mau di seret untuk masuk ke faksi pamannya.
"Bagaimana menurutmu Luke?" tanya pamannya
Semua orang yang ada di sana menatap Luke. Sedangkan yang di tatap masih diam. Menarik napas pelan dan menghembuskannya
"Luke izin keluar sebentar Paman, perut Luke sedari siang tadi tidak enak" ucap Luke akhirnya
"Baiklah, sana segera obati" ucap Pamannya menyerah
Luke beranjak pergi. Di depan pintu ruangan tersebut ia mengeraskan wajahnya. Busuk sekali rencana mereka. Dia memang kurang menyukai adik Ayahnya tidak lain Raja William tapi entah kenapa ada banyak kebusukan lain yang Luke tahu sekarang ini
Melangkah pergi, Luke berpapasan dengan sang Ibu. "Oh Luke kebetulan sekali, ayo ikut ibu" ucap Ibunya menarik Luke paksa
"Ibu, ada apa ini?" tanya Luke yang tangannya sedang di tarik Ibunya
"Sudah ikut Ibu saja, katanya perutmu sakit. Apa sakit lamamu kambuh? Oh Ibu punya keponakana seorang dokter dia baru kembali dari negeri tetangga untuk belajar dan praktek. Dia juga cantik"
Mendengar ucapan Ibunya Luke langsung berhenti, otomatis Ibunya langsung menoleh begitu Luke menarik tangannya
"Luke akan menemui Dokter kerajaan saja" ucap Luke akan pergi
Namun, baru saja berbalik ibunya sudah menariknya kembali. Di barengi dengan suara seornag perempuan yang mendekati mereka
"Selamat sore Yang Mulia Giorgina" sapanya "Yang Mulia Pangeran Daniel"
Luke menatapnya sekilas, Ibunya mulai lagi. "Oh Cecillia, kebetulan kamu di sini" "Luke ini Cecillia dia juga Dokter"
Namun baru saja Luke akan menjawabnya, penyelamat Luke datang.
"Maaf menyela Yang Mulia Giorgina, saya ada sesuatu yang harus membawa serta Yang Mulia Pangeran kembali ke aula" ucap Henry membuat Luke menghela napas pelan
"Ada apa?"
"Yang Mulia Raja ingin menyampaikan sesuatu pada Yang Mulia Pangeran" jawab Henry lagi
"Ya sudah baiklah, pergilah Luke"
"Baik Ibu, saya permisi" ucap Luke langsung berjalan diikuti Henry di belakang
Setelah cukup jauh Luke bernapas lega, "Kau cepat sekali Henry" ucap Luke
"Oh kebetulan memang Anda di suruh untuk menemui Raja, Yang Mulia Pangeran" ujar Henry dengan wajah datarnya
"Ada apa?"
"Saya kurang tau, tapi jika boleh berpendapat sepertinya mengenai rumor juga kesepakatannya dengan Perdana Menteri" jawab Henry
"Aku tau, baiklah ayo ke sana"
Luke dan Henry berjalan menuju aula kerahaan, namun pengawal Raja menghampiri mereka. "Mohon maaf Yang Mulia Pangeran, Raja meminta And datang ke istana Barat"
Luke melirik Henry yang dibalas anggukan. "Baik, aku tahu"
Henry berbalik dan pergi begitu juga dengan pengawal tadi. Sepertinya Luke harus mempersipakan diri tapi tetap memasang wajah seperti biasa.
Istana barat sendiri adalah kediaman pribadi Raja dan Ratu wilayahh tersebut juga terbatas, hanya beberapa orang juga keluarga kerajaan yang boleh ke sana.
Luke berjalan seperti biasa, ia melihat istana yang dulu sering ia jadikan tempat bermain bersama Henry. Namun sering juga mendapat hukuman dari Tuan Wellington ayah dari Henry karena membuat gaduh juga tidak jarang menjatuhkan satu dua benda yang ada di sana.
Beberapa langkah lagi Luke sampai di ruang baca Raja, sayup-sayup Luke mendengar pembicaraan yang serius di dalam.
Mulanya ia akan menyela dengan langsung mengetuk pintunya namun, mendengar nama Ayahnya juga ibunya disebut berikut namanya membuat Luke mengurungkannya dan mencoba mendengarkannya lebih
Selang lima menit seseorang datang menghampiri Luke dengan troli teh dan beberapa cemilan di sana.
"Yang Mulia Pangeran, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya
"Aku baru akan mnegetuk pintu ini, boleh bantu aku" jawab Luke
"Baik, tunggu sebentar"
Tak lama Luke dipersilakan masuk dan berjalanlah ia memasuki ruang baca tersebut. Benar saja ada Ratu dan Raja yang sedang duduk berhadapan terpisahkan oleh meja di tengahnya
"Oh Luke, duduk" ucap William
"Kalau begitu aku keluar sebentar, ada yang hars aku kerjakan kalian nikmati waktunya, saya permisi" ucap Ratu berjalan keluar
Luke diam mengamati pelayan yang menyajikan teh dan mengganti kue yang terhidang. Setelahnya pelayan itu undur diri
"Silaakan minum tehnya Luke, ini teh khusus yang memilih Bibimu" ucap William yang juga mengambil cangkir tehnya
Luke menurut dan mengambil cangkir teh tersebut
"Ada apa Yang Mulia Raja memanggil saya?" tanya Luke langsung setelah meletakkan cangkirnya
"Santai saja Luke, panggil saja Paman hanya ada kita berdua" ucap William
Luke tersenyum tipis.
Sedangkan itu Ara duduk bersama sang nenek di ruang tengah menikmati buah juga sambil bersendau gurau. Menceritakan kejadian seharian Ara di kedai juga kelucuan anak bosnya
"Ra, Nenek ada cerita buat kamu?" ucap Neneknya sambil menepuk tangan Ara pelan
"Cerita apa Nek?" tanya Ara pelan sambil bergelendot di bahu Neneknya
"Cerita menganai Raja yang jatuh cinta dengan seorang wanita tercantik" jawab Neneknya pelan
"Woah!! Seperti kisah dongeng Nek"
"Yah, memang"
"Gimana ceritanya Nek?"
"Dahulu ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja, dia waktu itu masih menajdi seorang Raja tanpa Ratu. Akhirnya ia jatuh cinta dengan seorang perempuan. Dia mempunyai paras yang cantik juga jelita. Hatinya secantik wajahnya Namun, setelah dia akhirnya jadi Ratu masih banyak orang yang mengagumi kecantikannya"
"Lalu Nek?"
"Suatu hari seorang ksatria jatuh cinta pada Ratu tersebut, hingga ia gelap mata. Melancarakan berbagai cara agar sang Ratu menjadi miliknya"
"Bagaimana dengan Raja Nek? Apakah Raja tau?"
"Tentu Raja tau tapi, sebelum mempersunting sang Ratu ia sudah menduganya namun terlambat. Sang Raja masuk ke dalam perangkap Ksatria tersebut"
"Ratu jatuh ke tangan ksatria itu Nek? Kok bisa?" ucap Ara tidak terima
Nenek tersenyum kecil, "Yah semua telah menjadi bubur kerjaan berganti nama dan juga berganti pemimpinnya. Namun, ada kutukan atas perampasan itu"
"Wah apa itu Nek?"
"Sudah malam, ayo tidur. Besok Nenek sambung lagi" ucap Nenek beranjak berdiri
"Yah Nenek, ayo lanjutkan. Ara jadi tidak bisa tidur kalau penasaran" bujuk Ara sambil mengikuti sang Nenek
"Besok saja, sana kamu tidur besok kamu kerja pagi"
"Yah Nenek!!?" gumam Ara sambil berjalan menuju kamarnya dengan berat hati
Nenek tersenyum kecil dan ketika memandang langit di atas senyum berganti senyum penuh kegetiran. Mengingat masa lalu. Waktu sudah berlalu cukup lama
Sedikit banyak ia tahu cerita sang nenek dulunya, meskipun ia ikut membaca catatan yang ditinggalkan. Kala itu ia masih kecil untuk mengetahui apa yang terjadi
"Aku sudah bertahan selama ini"
. . .
Luke menatap pantulan bulan di permukaan kolam. Sesekali bergerak karena ada ikan yang naik ke permukaan. Melihat sekitar yang hanya diterangi beberapa lampu taman.
"Tuan"
Luke berdehem pelan
"Belum ada pergerakan lagi"
"Ikuti terus mereka"
"Baik saya mengerti"
Setelahnya angin berhembus pelan. Suara sepatu mendekat, Luke masih mengamati ikan di kolam
"Yang Mulia, tolong segera kembali ke kamar hari sudah semakin larut" ucap Henry
"Mau pergi minum denganku?" tanya Luke
"Yang Mulia sialakn kembali ke kamar" ucap Henry keukeh
"Baiklah aku paham"
Luke berbalik pergi dan diikuti Henry dari belakang. Selama perjalana di setapak dekat kebun bunga Luke menutup kedua kelopak matanya, menikmati harum bunga yang terbawa hembusan angin
Henry ikut berhenti dan mengamati apa yang dilakukan junjungannya. Dia sendiri ikut merasakan tekanan yang dipikul Luke. Mengenal Luke sedari kecil dimana pribadinya yang dulu ceria sekarang seakan memudar tinggal keterdiaman
"Temani aku ke pasar besok" ucap Luke sebelum masuk ke kamarnya
"Baik Yang Mulia"
"Selamat malam Henry"
"Selamat malam Yang Mulia"