Tiga

1619 Kata
Beberapa hari kemudian, tersiar kabar bahwa kerajaan akan di serang kerajaan sebelah yang memang sudah sejak lama saling melemparkan senjata di perbatasan. Bahkan perbatasan sebelah utara sudah diduduki negera tetangga yang katanya tidak puas dengan kepemimpinan Raja yang sekarang. Bahkan sebenarnya rumuor ini sudah hampir selalu terdengar setiappengangkatan Raja dan Ratu yang baru. Karena mereka sudah tidak lagi melihat mahkota dan pedang perak lengendaris sejak mantan Raja Alore I berkuasa. Seolah kedua benda itu tersembunyi entah dimana. Kakek Luke atau Raja bergelar Alore II katanya pernah menemukan keberadaan kedua benda pusaka tersebut namun, karena banyak perselisihan akhirnya disembunyikan lagi Luke baru saja selesai dengan pelajaran berpanah saat ajudannya mendekatinya dan mengabarkan mengenai keadaan gawat ini. "Permisi, Guru Barck saya izin sebentar" ucap Luke sopan pada gurunya "Baiklah Pangeran, saya permisi" Henry mendekat, "Tuan wilayah perbatasan utara sudah jatuh ke tangan Kerajaan tetangga" "Lalu, bagaimana reaksi Raja?" tanya Luke menatap Henry "Beliau langsung menuju ke utara setelah mendengar hal ini Tuan, dan tentara yang berjaga di setiap perbatasan sudah di siagakan" jawab Henry lagi Luke termangu, "Tuan ada berita lainnya" "Katakan" "Rumor mengenai penurunan Raja semakin santer terdengar, bahkan di kota sudah ramai" jawab Henry melaporkan apa yang ia ketahui Luke mengeratkan pegangannya pada busur panah yang masih ia pegang sedari tadi. "Awasi pergerakan perdana menteri" "Baik Tuan" Henry berlalu. Luke melihat sekitarnya. Ia masih berada di kamp pelatihan. Ibunya yang mengirimnya kemarin. Memikirkan Ibunya yang turut andil membuat Luke menghela napasnya. Dulu jika mendiang Ayahnya masih ada tidak akan terjadi hal seperti ini "Ayah, apa yang harus Luke lakukan" batin Luke menatap langit . . . Ara berjalan dari stand satu ke stand lainnya bersama denganadik permpuan Stefan. Mereka begitu larut menikmati makanan yanga di jual juga permainan yang disuguhkan. Sedangkan sang Nenek yang memang ikut hanya duduk di kursi depan gapura selamat datang. Nenek sudah hafal sikap cucunya yang selalau mengitari festival ini sampai ujung entah mencari apa. Jika ditanya pasti jawabannya "Seru Nek, kita tau ada apa di festival nelayan kali ini" Nenek duduk menyerah ia menikmati suasana sekitar, melihat lalu lalang orang-orang baik tua maupun muda yang keluar masuk ke dalam festival di tambah deburan ombak yang terdengar jelas, karena memang festival ini berada di dekat pinggir pantai. Diadakan sebagai bagian dari upacara wujud syukur pada Dewa Penguasa Lautan. Hembusan angin yang di bawa ombak sungguh terasa sedikit hangat. pantulan cahaya bulan yang malam ini bulan berbentu bulat penuh dan cahayanya terlihat indah. "Nenek!!" pekik Ara dari jauh Dikedua tangannya ada beberapa bungkus makanan yang ia beli juga mainan yang selebihnya di bawa Stefan "Nenek mau makan ini? Cumi-cumi bakar enak Nek" ucap Ara menyodorkan cumi-cumi bakar yang ia beli di salah satu stand makanan "Penjualnya Baron kan?" tanya Nenek sambil menerima cumi-cumi itu "Kok Nenek tau?" tanya Ara Sekarang mereka duduk bersama menikmati pantai dengan makanan yang mereka beli "Dia nyari cumi-cumi ini bersama Nenek tadi pagi" jawab Nenek dan memasukkan sepotong cumi-cumi "Wah kalau gitu tadi Ara minta diskon ya Nek" komentar Ara membuat Stefan menggelengkan kepalanya "Ih!! Mbak Ara ngawur, tadi aja mau buat gaduh di sana kalau gak di seret Kak Stefan pasti udah gaduh" sela adiknya Stefan "Ara!!" tegur Nenek melirik cucunya itu Pasalnya sebelum membiarkan Ara pergi tadi, ia sudah mewanti-wantinya untuk tidak membuat keributan. "Nenek, Ara tadi cuman bantu ibu-ibu itu yang dicurangi sama stand mainan tembak itu" sangkal Ara "Apapun itu, kamu tidak harus ribut dengan irang lain. Selesaikan dengan kepala dingin" nasehat Nenek "Nah bener kata Nenek, Bell emang batu Nek" tompal Stefan yang ikut menikmati hasil makanan yang mereka beli tadi "Ishhh!!" dengus Ara Mereka akhirnya tertawa melihat wajah kesal Ara di tambah suasananya yang makin malam makin ramai dan langit seolah mendukung. Langit cerah dengan taburan bulan dan bintang juga pemandnagan pantai yang tidak akan pernah membuat Ara bosan menatapnya "Nek, bulannya cantik" gumam Ara sambil bergelendot di lengan Neneknya Stefan dan adiknya pamit pulang karena malam semakin larut dan adiknya sudah mengantuk dan hampir tertidur. Akhirnya Stefan pamit pulang terlebih dahulu "Menjelang nelayan turun ke laut pasti seperti ini Ra" jawab Nenek "Suasana di sini memang enak Nek" "Benar, eh Ra ayo pulang makin ramai festivalnya gini biasanya udah malam hampir tengah malam" ajak Nenek yang sudah beranjak berdiri "Ayo Nek, Ara juga sudah mengantuk" Mereka berjalan bersama sambil menikmati malam yang semakin larut, ditemani oleh deubuarn ombak yang semakin terdengar kecil dari kejauhan. Rumah mereka memang sedikit berada jauh dari daeah pantai namun masih dalam satu daerah. "Ara" panggil Nenek "Iya Nek?" "Jika suatu hari kamu mengetahui kebenaran yang seharusnya tidak diungkapkan, bagaimana sikapmu?" tanya Nenek tiba-tiba "Maksud Nenek?" "Tidak ada, ya sudah sana buka pintu Nenek mau mengambil paket di kotak surat" ucap Nenek setelah terdiam Ara melepaskan tautan tangannya dan melihat Neneknya pergi, merasa ada yang aneh dengan sikap Neneknya akhir-akhir ini "Ayo Ra masuk, dingin loh kok malah melamun di sini" tegur Nenek yang sudah berjalan mendahului Ara yang sedari tadi mematung menatap Neneknya "Eh loh Nek!!" Sedangkan itu Luke tengah duduk di atas kursi depan lampu belajarnya. Ia tengah membaca peta yang ia dapatkan beberapa hari lalu dari pengawal bayangannya. Selain meminta Henry soal istana ia juga mencari tau dari pengawalnya yang ia latih bersama dengan panglima. Tidak banyak orang yang tau. Pengawal bayangan itu peninggalan Ayahnya, bahkan Ibunya tidak mengetahuinya "Tuan" Luke menoleh salah satu pengawalnya datang, mengenakan jubah hitam dan penutup wajah hitam. "Ada apa?" tanya Luke "Ada pergerakan dari Raja" ucapnya "Lalu, bagaimana dengan Perdana Menteri?" "Sesuai arahan Tuan, kami sudah memasukkan beberapa mata-mata ke kantornya" "Baik, sebentar lagi aku pulang. Cari informasi soal keterlibatan Perdana Menteri" ucap Luke sambil beranjak dari duduknya "Baik, saya pamit Tuan" Secepat angin pengawal bayangan tersebut pergi. Luke menatap bulan yang bersinar terang malam ini. Suara hewan hutan juga terdengar dari kejauhan. Hembusan angin menerbangkan rambutnya. Menyugarnya pelan. Pikiranya tengah kalut bingung langkah apa yang harus ia tempuh. Mengingat tentang Ayahnya, apa yang mungkin akan dilakukan Ayahnya "Kau pasti bisa Dani" ucap Robert sambil mengusap rambutnya "Ayah, apa yang harus Luke lakukan?" tanya Luke Robert tersenyum, wajah teduh membuat Luke ikut tersenyum. "Tanyakan hatimu Dani" Dani panggilan kesayangan Robert pada Luke. Dia sendiri yang memberikan nama Daniel pada Luke, Jika berdua saja Raja Robert akan memanggil Luke dengan Dani "Tapi, Yah.. Ayah tunggu" Luke tersentak dalam tidurnya, ternyata mimpi. Ia meraih gelas minumnya dan menyesap air di dalamnya sedikit guna menyegarkan tenggorokannya. Keringat juga membasahi pelipisnya, Melihat jam di dinding menunjukkan pukul tiga pagi. Luke memutuskan untuk bangun dan beraktivitas lebih dulu sebelum meminta ketua kamp militer untuk memberikan izinnya kembali Mendudukkan diri di pinggi kasur, dan tak lama kemudian Luke masuk ke kamar mandi menyegarkan tubuhnya akibat keringat . . . Sinar matari mulai menampakkan warna kunign cerah berbaur dengan warna langit biru, menembus celah pepohonan tinggi yang rimbun. Beberapa hewan juga mulai keluar dari satrangnya bersiap untuk mencari makan. Seperti kamp pelatihan militer yang beberapa pasukan mulai latihan ada juga yang sedang bertgas membersihkan sekitar atau mengangkat barang untuk keperluan dapur. Luke baru saja berlari berkeliling naik ke hutan dan perbukitan sekitar juga menuruni danau mencari ikan. Sesekali ia juga naik menuju air terjun yang ada di tengah hutan. Keasrian hutan yang hanya digunakan untuk pelatihan militer membuat tempatnya juga masih terjaga Begitu kembali ke kamp, Luke melihat sudah banyak yang memulai latihan dan bertugas masing-masing. Ketua kamp pelatihan melihat Luke dari jauh berjalan menenteng ikan dan tubuhnya yang basah "Yang Mulia selamat pagi, Anda bangun lebih pagi" sapa Gale ketua kamp pelatihan ini "Sebelum subuh tadi, sekalian keliling sekitar" jawab luke sambil memberikan ikannya pada salah seorang yang lewat untuk membawanya ke dapur "Tangkapan yang bagus Yang Mulia" "Ya" "Anda akan mulai latihan menembak nanti setelah sarapan" ucap Gale lagi sebelum izin pergi "Baiklah, oh Tuan Gale ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda nanti" ucap Luke "Baik Yang Mulia, saya permisi" Sepeninggal Gale, Luke berjalan kembali ke tempat latihan fisik. Bergabung dengan pasukan yang sedang berlati di palang rintang yang memang disiapkan untuk menempa fisik pasukan. Hanya segelintir yang tahu di antara pasukan tersebut ada pasukan bayangan yang disusupkan Luke bekrjasama dengan Ketua yang emamng sudah lama mengurus pelatihan anggota pengawal bayangan. Berlatih menembak hingga latihan bergerilya mereka lakukan. Berkubang dalam lumpur ataupun hidup di tengah hutan sudah mereka lakukan. Matahari mulai meninggi dan beberapa pasukan sudah kembali bersiap setelah tadi sarapan bersama sebelum kembali berlatih entah secara strategi maupun ketahanan fisik mereka. "Ada apa Yang Mulia ingin berbicara sesuatu dengan saya" tanya Gale yang menghampiri Luke yang sedang mengawasi latihan pasukan dari menara pengawas "Panglima Gale pasti sudah mendegar soal istana meski berada di hutan seperti ini" ucap Luke sambil menyesap kopi di cangkir besi ringan yang ia seduh tadi Panglima Gale hanya tersenyum kecil, ikut melihat pasukan di bawah yang berlatih "Yah sedikit banyak saya mendengarnya" akui Gale ia sedikit menghilangkan rasa segannya Karena sedari dulu ia selalu menganggap Luke sebagai putranya sendiri. Roberts kawannya sejak masa perjuangan dulu pernah menitipkan Luke padanya. Dan sekarang Gale melihat sosok Robert pada diri Luke "Apa yang bisa saya bantu?" tanya Gale yang akhirnya paham "Bantu saya kembali ke istana segera Panglima, saya harus segera kembali. Sulit membujuk Ibu jika saya masih ada di sini" ucap Luke Gale melihat raut Luke dari samping, memang nampak keras dan kaku tapi Gale paham Luke pribadi yang teguh dan tangguh. Menepuk bahu luke pelan "Baiklah, aku tau. Biarkan aku menulis surat rekomendasi untukmu dan akan aku berikan sedikit bantuan untuk bicara dengan Gina" ucap Gale sebelum pergi Luke menoleh menatap Gale yang menuruni tangga. Satu masalah selesai, sekarang saatnya melaksanakan rencana selanjutnya Tinggal menunggu berita dari Henry sore ini. MEnatap langit yang mulai dipenuhi awan putih Luke menghela napasnya pelan "Ayah, semoga ini bukan jalan yang salah" gumam Luke berharap
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN