Suara gemerisik dari semak-semak membuat Luke bersiaga. Baru saja ia makan malam dengan sang Ibu yang akhir-akhir ini sering berada di istana menempati kamar di dekat kamarnya yang memang dioeruntukkan untuk kerabat kerajaan.
Luke menatap kesekeliling, tak lama seeokor kucing melompat dari satu semak ke semak yang lain. Ia tersenyum
Menutup kembali jendela kamarnya, Luke kemudian duduk di kursi dekat rak buku. Mengambil buku yang akhir-akhir ini ia baca. Sebuah buku strategi perang Jenderal Hugo
Namun, bayangan kejadian tadi pagi sedikit mengusiknya.
"Jadi Luke kau akhirnya memilih mau berpihak pada siapa?!" tanya William setelah cukup lama menunggu Luke datang sehabis sarapan
Luke diam. Ia menatap adik Ayahnya sekilas lalu mengalihkan pandangannya keluar jendela di belakang punggung Pamannya
"Saya sedari dulu memang tidak pernah menjadi sekutu siapapun. Bahkan juga untuk sekarang" jawab Luke kemudian
Bisa Luke lihat perubahan raut wajah William. Memang beberapa hari lalu Luke sempat di minta untuk menjadi sekutunya. Namun waktu itu Luke tidak menjawab apa-apa. Hnaya diam
Luke bisa menebak pasti Pamannya ini ingin mencegah dirinya bertindak jauh nantinya. Luke tersenyum kecil
"Jadi kau memilih untuk menjadi musuhku?" tanya William langsung
Sebenarnya William sudah menebak akan begini di samping Luke yang notabene memang putra dari Raja sebelumnya juga karena ia tahu keponakannya itu tidak pernah kenunjukkan ketertarikannya pada takhta.
Luke hanya tersenyum kecil. Beranjak dari duduknya lalu membungkukkan badannya sedikit sebagi tanda hormat
"Saya permisi Yang Mulia" ucap Luke kemudian beranjak pergi
William diam menatap kepergian Luke. Ia sudah menebak kemungkinan ini. Baiklah kita lihat nanti, senyum di sudut wajahnya terukir
"Baiklah lihat nanti" gumam William
Luke berjalan keluar dari area istana barat, ia berjalan santai menikmati beberapa lukisan yang terpampang di dinding. Sesikit bernostalgia.
Lalu dari arah berlawanan, Luke melihat Henry berjalan mendekat menuju dirinya.
"Yang Mulia"
"Ada apa Henry?" tanya Luke menatap sekilas Henry yang membungkukkan badannya
Henry melihat keadaan sekitar, "Tuan Guru menunggu Anda di perpustakaan" jawab Henry kemudian
Luke menganggukkan kepalanya dan berjalan kembali diikuti Henry di belakangnya
"Ayo ke sana" ucap Luke langsung dan berjalan lebih dulu
"Silakan Yang Mulia"
Luke sebenarnya paham kode dari Henry. Mendekati hari pembuktian Raja William ia harus berhati-hati mengambil langkah dan mengurangi pembicaraan yang tidak perlu
Di tambah setelah Henry kembali dari kampung halamaman orang tuanya tentu saja tanpa ada orang yang sadar
Mereka berjalan menuju perpustakaan kerajaan. Juga Luke yang sadar ia diikuti hanya berjalan santai dengan Henry di dekatnya. Hanya langkah kaki mereka yang terdengar di sepanjang lorong, tinggal satu belokan lagi mereka sampai. Henry berdehem satu kali dan kemudian Luke mengangguk
Mereka berpisah di belokan. Luke ke kiri menuju perpustakaan dan Henry menuju balkon samping
Luke berjalan biasa. Ia mendengar langkah kaki di belakangnya
Tak lama kemudian Luke terdiam dan hampir saja ia terkena pukulan di punggung begitu ia berbalik dan langsung menghindar
Menatap penyerangnya yang memakai topeng Luke memeperhatikan gerakannya selanjutnya. Namun secepat kemudian Henry datang dan langsung meringkusnya
"Bawa ke penjara samping dan interogasi" ucap Luke memandang wajah penyerangnya
Setelah Henry melepaskan topeng yang dipakai, Luke langsung mengenali sayatan leintang di pipinya. Tersenyum kecil dan kemudian ia melanjutkan berjalan menuju perpustakaan
"Pamanku menyuruh pengawalnya yang setia" gumam Luke sarkas
Tak lama Henry datang, "Cepat sekali kau kembali" heran Luke berpura-pura kaget
"Ada pengawal Raja datang dan membawanya secara langsung" jawab Henry melaporkan
Luke mengangguk paham "Yah biarkan saja jika sudah ada yang membantu kita menyelesaikannya" jawab Luke santai kemudian mendorong gagang pintu di depannya.
"Baik Yang Mulia" ucap Henry menganggukkan kepalanya paham
Begitu masuk ia langsung duduk di kursi dekat mejanya, dan Henry keluar untuk mengurus sesuatu yang lain
Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Luke. "Masuk"
"Ada apa Henry?" tanya Luke langsung
"Ada tamu untuk Anda" ucap Henry
"Siapa semalam ini datang?" gumam Luke heran
"Beliau menunggu di ruang rekreasi" ucap Henry tidak mendengar gumaman Luke
"Baiklah, ayo ke sana"
. . .
Ara duduk di pinggiran kasur Neneknya, entah kenapa malam ini sang nenek menyuruhnya untuk datang ke kamarnya. Katanya ada yang ingin ia berikan pada Ara. Menatap sang Nenek yang tengah membongkkar sesuatu di dalam sebuah peti besar, Ara mengkerutkan keningnya
"Cari apa sih Nek?" tanya Ara heran
Tak lama setelah sang Nenek menemukan yang ia cari, ia berbalik dan berjalan menghampiri Ara
"Apa itu Nek?" tanya Ara lagi penasaran
Neneknya hanya tersenyum tipis. "Ini untukmu, buka saja" ucap Nenek menyerahkan sebuah kotak kayu kepada Ara
Ara yang kebingungan hanya menerimanya juga segera membuka kotak kayu tersebut. Ia menemuka sebuah buku tua di dalamnya
"Apa ini Nek? Buku puya siapa?' ucap Ara bertanya-tanya
Nenek tersenyum, "Ini buku harian Ibumu dulu, sekarang Nenek memberikan buku ini padamu. Juga mungkin kamu menemukan kelanjutan cerita yang nenek ceritakan tempo hari" jelas nenek makin membuat Ara berpikir
"Sudah, kembali ke kamarmu. Besok kamu masih kerja kan?" ujar Nenek membuat Ara beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kamar
"Baiklah, Ara tidur ya Nek"
"Iya, selamat malam" ucap Nenek sebelum menutup pintu kamarnya
Ara berjalan menuju kamarnya dengan membawa kotak berisi buku harian ibunya kata Nenek. Sampai di kamarnya Ara meletakkan kotak itu di mejanya "k*****a besok saja deh" gumam Ara dan beranjak pergi tidur
Namun, Ara membolak balikkan tubuhnya tidak bisa tidur ternyata. Menatap kotak kayu tersebut Ara jadi penansaran tiba-tiba.
Bangun dan beranjak mengambil isi dari kotak kayu tersebut. "Aku penasaran" gumam Ara
Duduk di kursi dan mulai membuka buku tersebut pelan. Bau apek khas buku tua menyeruak di tambah debu yang keluar bersamaan dengan Ara yang membuka sampulnya pelan
"Khas bau buku tua" gumam Ara
Di halaman awal ia membawa sebuah nama terukir di sana 'Desrana Viena La'Are'
"Woah, nama yang cantik. Eh apa ini nama Ibu?" gumam Ara bertanya "Seperti apa ya wajah ibu?"
"Pasti ia perempuan yang cantik" ucap Ara pelan terus membuka lembar demi lembar, ada tulisan beserta tanggal di sana. Ara terus membuka dan membaca isinya, tanpa sadar setitik air mata jatuh di pipinya
"Apa yang sebenarnya terjadi ini? Apa benar ini semua yang terjadi?!" gumam Ara sambil terisak di tengah malam
Tanpa diketahui Ara, sang Nenek juga ikut menahan tangisnya di luar kamar Ara. Ia sendiri juga tidak bisa tidur dan saat keluar ia tidak sengaja mendengar sayu-sayo gumaman seseorang
Ara tidak kuat melanjutkan membaca lagi, segera ia menyudahinya dan menyimpan kembali buku tersebut ke dalam kotak. Segera ia beranjak menuju tempat tidurnya, mungkin besok matanya akan bengkak karena kebanyakn menangis. Tapi sepertinya ia harus membacanya dari halaman awal karena tadi ia langsung membacanya di pertengahan
Tak terasa Ara menjemput mimpinya dan terlelap. Sedangkan itu sang Nenek mengusap pipinya yang meneteskan air mata pedih
Hatinya ikut tersayat, ia jadi mengingat masa itu. Dimana Putrinya yang di pinang oleh Raja termasyur kala itu. Namun, beberapa tahun kemudian ia mendengar berita mengenai pemberontakan yang terjadi membuatnya khawatir. Kemudian putrinya tiba-tiba datang dengan keadaan hamil besar dan ia menajadi buronan karena kabur dari kerajaan yang kala itu sudah berbeda nama.
Mengingat hari itu membuat batinnya sesak. Hingga akhir hayatnya membuat hatinya makin rapuh
"Semoga kamu tenang di sana, ya putriku" doa Nenek dengan settik air mata mengalir di bilah pipinya
Sedangkan itu di kamarnya, Luke menatap lagi foto kedua orang tua serta dirinya sewaktu kecil. Senyum Ayahnya yang terakhir kali ia ingat saat Luke dinobatkan sebagai Putra Makhota dan Ksatria Agung dari akademi Kerajaan
Ada raut bangga tersemat meski tidak kentara terlihat. Mengingat hal tersebut membuat Luke tersenyum tipis, suasana hatinya kala itu hangat dan ikut senang
"Ayah, berkati langkah yang Luke ambil" gumam Luke menatap gambar diri Ayahnya
Malam ini terlihat damai dan tentram, namun entah bencana apa lagi yang akan menguji tiap insan di sana. Hanya dia yang ditakdirkan akan berhsil mencapai puncak meski banyak kerikil yang menghadang. Hembusan angin terasa lembut dan menenangkan. William mengepalkan jari-jari tangannya ia masih tidak terima semua usahanya selama ini pupus. Meski nantinya kemungkinan terburuk akan dilengserkan namun, tentunya ia akan memgambilnya kembali.
"Tenang saja Akek aku akan melindungi tahta ini hingga akhir hayatku" tekad William yang berdiri menatap keluar jendela