Beberapa hari kemudian kerajaan banyak menerima petisi yang berasal dari rakyat. Mereka semakin gencar mendesak Raja dan Ratu untuk membuktikan mengenai keaslian mereka untuk menduduki takhta. Banyak rumor jika Raja bukan pemilik sah dari singgasana Kerajaan Alore. Di tambah Ratu sekarang berasal dari kalangan yang bukan banngsawa. Banyak rumor-rumor liar yang ada di sekitar rakyat.
Di tambah William sendiri juga masih mencari keberadaan benda pusaka itu dan memang ia belum menemukannya. Lalu, saat penobatannya itu ia hanya mengenakan mahkota yang memang biasanya digunakan saat acara resmi.
Kania semakin dilanda kebingungan. Pasalnya lingkaran oergaulannya sekarang menyerangnya yang katanya buka Ratu yang sah. Bahkan ia di cap Ratu gagal dan tidak pantas menduduki posisinya sekarang ini
Lalu hari yang di janjikan makin dekat. William harus banyak mengurus masalah lainnya di samping membuktikan dirinya Raja yang sah.
"Sialan!! Kemana benda itu? Jangan-jangan benar benda itu hanya mitos yang di buat-buat!!" gumamnya kesal
Sang ajudan hanya diam mendengarkan. Dia sendiri juga setiap malam akan berkeliling mencari petunjuk ke seluruh istana untuk menemukannya. Bahkan mereka hampir menyewa seorang penyihir namun penyihir sekarang ini sangat langka
Luke masih berada di ruang belajarnya. Ia sedang membaca beberapa buku dari rak di belakangnya. Henry yang juga turut duduk di sana juga fokus dengan bacaannya.
"Yang Mulia, Anda tidak ikut dalam kehebohan istana sekarang ini?" tanya Henry yang sebenarnya audah gatal ingin bertanya sejak tadi
Luke mendongakkan kepalanya dan tersenyum kecil "Biarkan saja" jawab Luke singkat
Sedangkan itu Ratu sebelumnya Giorgina tengah berunding dengan seseorang, begitu ia menemukan catatan suaminya di buku harian mengenai petunjuk dari benda pusakan kerjaan itu. Di tambah kemarin ia menemukan lembaran lain saat membongkar ruang kerja suaminya dan langsung ia berikan pada Luke tanpa membaca apa isinya terlebih dahulu. hHanya buku harian yang ia simpan selama inilah yang beberapakali ia baca
Dulu saat penobatan suaminya, Robert, kedua benda itu juga tidak muncul dan mereka menggunakan replika yang digunakan hingga sekarang. Namun tetap saja hal tersebut mempunyai perbedaan yang rakyat terus menuntut kala itu. Dengan sedikit bantuan dari kawannya yang dulu seorang penyihir yang katanya penyihir terakhir membantunya menenangkan rakyat yang bergejolak.
Dan sekarang hal ini menjadi bumerang karena Gina sendiri meminta kawannya itu untuk mencabutnya dan menyuruhnya pergi jauh.
Sekarang di tangannya ada catatan yang ditinggalkan suaminya tentu saja ia akan menyerahkannya pada putranya sendiri. Nanti saat akan penobatan tidak ada yang bisa menggoyahkannya lagi. Juga langsung memukul telak omongan yang meragukannya
"Panggil Luke kemari" ucap Gina kepada pelayannya
"Baik Nyonya"
Tak beberapa lama ketukan terdengar, "Masuk"
Pintu terbuka dan sosok Luke datang masuk ke dalam. "Oh Luke, duduk nak" ucap Gina begitu melihat putranya
"Ada apa Ibu?" tanya Luke langsung begitu ia mendudukan dirinya di kursi depan ibunya
"Minumlah tehnya dulu. Ibu dapat kiriman dari Utara" ucap Gina dengan tersenyum
Luke menurut saja. "Begini Luke ada yang harus ibu berikan padamu" ucap Gina lagi
"Apa Ibu?" tanya Luke penasaran
Gina meletakkan sebuah buku sampul coklat yang warnanya sudah mulai lusuh dan kertanya mulai menguning.
"Ini buku catatan Ayahmu. Kala Ayahmu di saat akhirnya, mengatakan bahwa sekiranya ia ingin kamu memiliki buku ini" ucap Gina dengan mengingat hari itu bahkan ia menahan tangisnya
Luke mengambil buku tersebut dari atas meja. Melihatnya sekilas
"Benar ini buku Ayah, Luke juga pernah melihatnya" gumam Luke
"Bacalah isinya Luke, kau mungkin akan tau apa saja yang pernah dilakukan Ayahmu dulu dan diam-diam dulu Ayahmu juga sedang kencari pusaka peninggalan Raja terdahulu" ucap Gina kepada Luke
"Maksud Ibu?"
"Carilah petunjuk itu Luke, sebentar lagi kau akan menjadi Raja dan kukuhkan singgasana itu untukmu. Karena Ibu yakin memang dirimu yang pantas" ucap Gina lagi
Luke mengkerutkan dahinya. "Bukankan Raja William.."
"Dia hanya anak dari selir Luke, dan kau tau apa artinya" potong Gina dan langsung membuat Luke terdiam
Fakta ini baru ia dengar. Dulu saat Ayahnya masih ada memang hubungannya dengan adiknya tidak terlihat akur ataupun terlihat bermusuhan. Ayahnya banyak diam namun memang banyak bergerak dan mendengarkan
Memandang lagi buku Ayahnya ini. Luke memahami sesuatu.
"Baiklah Ibu, Luke paham" ucap Luke kemudian
"Tapi tunggulah sampai pengumuman datang, dan jangan menonjolkan diri terlebihi dahulu. Ibu akan bantu yang lainnya" ucap Gina membuat Luke menganggukkan kepalanya.
. . .
Ara hari ini keluar bersama Neneknya. Hari ini hari jatah liburnya dalam seminggu. Meski kemarin ia menghabiskan hari liburnya dengan bermalasan di rumah dan Neneknya yang membiarkannya saja. Namun berbeda hari ini akan ikut Neneknya ke ladang belakang katanya akan panen kentang. Ara sudah bersiap sedari pagi.
"Ara, sana ambil wadah dan pungut kentangnya" ucap Nenek mengkomando Ara yang akan menghampirinya
"Siap nek, wadahnya dimana?"
"Itu dekat saung sana" tunjuk Nenek pada saung di tengah ladang
Ara berlari di sepanjang pematang membuat Neneknya mengan napas mengira cucunya akan terjatuh. "Ara jangan lari!!" ucap Neneknya begitu Ara kembali
Ara hanya meringis dan tertawa kecil, "Maaf Nek" gumamnya
"Sana kumpulkan kentangnya ya" ucap Nenek lagi
"Oke Nek tenang saja"
Ara dengan semangat memungut kentang yang sudah di gali oleh Neneknya sesekali ia juga menggali sekitarnya mungkin ada kentang yang tertinggal
Mereka juga di bantu orang sekitar dan tentu akan bagi hasil di akhir nanti
Ara sesekali akan keringatnya. Meskipun sudah memakai topi jerami lebar namun tidak bisa menghalau panas yang di pancarkan matahari di atas sana.
Ara melihat Neneknya yang sesekali mengobrol dengan yang lain. Terlihat ceria, Ara ikut tersenyum. Ia sendiri jadi mengingat cerita Neneknya kemarin saat akhirnya sang Nenek bercerita mengenai dongeng yang terputus kemarin
Ia sedikit pensaran dengan akhirnya namun, neneknya mengatakan "Nenek juga tidak tau bagaimana akhirnya"
"Lalu Nek apa yang dilakukan sang Ratu kemudian?"
"Dia mulanya pasrah namun, saat mengetahui ia hamil dengan suaminya membuatnya menyembunyikan diri dan pergi dari kerajaan itu" sambung Nenek
"Lalu Nek ksatria yang menjadi Raja itu bagaimana? Dia tidak mengamuk begitu kan Ratu orang yang ia sukai??" tanya Ara penasaran
"Tentu saja mengamuk, dia memerintahkan semua orang mencarinya namun tentu ia sendiri juga memiliki selir yang lain kan jadi sedikit teralihkan" ucap nenek lagi
Ara kali ini diam
"Lalu beberapa tahun kemudian, Ratu yang cantik jelita itu menjadi rakyat biasa di pinggiran kerajaan tanpa ada yang tau siapa dia" ucap Nenek
"Apa yang terjadi di kerajaan Nek?" tanya Ara penasaran bahkan sekarang ia duduk sendiri tanpa menyender pada Neneknya
"Banyak gejolak di kerjaan beberapa tahun berlalu, meskipun nama kerajaan di ubah dan ksatria yang menjadi Raja itu berusaha yang terbaik namun tetap saja keturuan Raja terdahulu dari pihak selir membalaskan dendam"
Ara menatap neneknya "Kejam Nek"
Neneknya hanya tersenyum namun juga menahan perih "Sudah besok di sambung lagi, Nenek sudah mengantuk. Besok libur kan bantu Nenek di ladang ya" ucap Nenek yang beranjak dari duduknya dan meninggalkan Ara yang masih terduduk di kursi memikirkan sambungan cerita yang diceritakan neneknya
"Aku jadi penasaran" gumam Ara
"Ara tidur sudah malam" ucap Nenek lagi
"Oh iya Nek" jawab Ara segera beranjak dari duduknya dan berlalu masuk ke kamarnya
Sedangkan itu sang Nenek menghela napas pelan menatap keluar jendela. Mengingat masa itu membuatnya perih. Putrinya harus menanggung semuanya hingga akhir hayatnya
Batinnya masih sesak begitu mengingat masa itu namun ia harus mengatakannya pada Ara suatu saat nanti. Harus!!
. . .
Hari penentuan semakin dekat, William bahkan sampai menyewa bandit pasar untuk mencari namun tetap saja belum ada hasil yang diharapkan sang Raja itu. Bahkan Kania ikut merasakan gelisag dan marah tentu saja.
Luke tidak bergerak apapun. Sang Ibu melarangnya jadi ia hanya berlatih pedang atau berkuda atau membaca di ruangannya seperti saat ini. Namun beda dengan pengawal bayangannya yang turut ia terjunkan untuk memantau pergerakan disekitarnya
Henry juga diam-diam mencari ke catatan Ayahnya atau bertanya langsung pada beliau yang sekarang tinggal di kampung halamannya.
Memandang keluar jendela, suasananya tenang terdengar sayup-sayup kicauan burung. Luke tersenyum mendengarnya ditambah hembusan angin lembut membawa harum bunga menyebarkan keseluruh penjuru
"Alam sedang tersenyumkah?!" bisik Luke
Luke memikirkan ucapan Ibunya, ia sebenarnya cukup tertarik begitu dulu ia mendengar cerita tersebut dari Ayahnya. Namun ia pikir itu hanya dongeng.
Setelah membaca catatan Ayahnya sejak muda yang diberikan Ibunya ia baru mengetahui apa-apa yang sudah dilakukan Ayahnya sejak dulu juga apa yang terjadi padanya.
Bahkan proses ia bertemu Ibunya juga ada di sana dan apakah sang Ibu sudah membacanya. Ia jadi penasaran bagaimana reaksi Ibunya
Ketukan di pintu membuat Luke terasdar dari lamunanya. "Masuk" ucap Luke
Tak lama seseorang masuk, dahi Luke mengkerut samar
"Selamat malam Yang Mulia" ucapnya di ambang pintu
"Malam" jawab Luke dibarengi anggukan, "Ada apa?" tanya Luke langsung
"Ada surat untuk Yang Mulia" ucapnya sambil berjalan mendekati Luke
"Letakkan saja di meja itu" ucap Luke membuat si pelayan langsung meletakkannya di meja
"Baik, kalau begitu saya undur diri"
"Hm"
Luke melihat surat dengan cap keluarga salah satu bangsawan, dahinya mengkerut tidak kentara menandakan ia sedikit heran
Berjalan menuju meja dimana surat itu diletakkan Luke mengambilnya dan ia duduk di kursi terdekat. Membuka pelan amplopnya mengeluarkan kertas suratnya
Luke membaca sekilas. Tak lama senyum tipis terukir di wajahnya
"Mereka begitu cepat membuat koalisi" gumam Luke meletakkan kembali surat dan amplop tersebut
Mengingat Henry masih lusa untuk pulang membuat Luke harus mengurus sendiri sesuatu di sini yang menutupi pergerakan Henry.
Menatap surat yang ia terima dengan wajah datar bersamaan dengan itu ia menatap kembali catatan Ayahnya, sebuah ide tetiba masuk di otaknya. Sekilas senyum kecil terlihat di wajah Luke
"Yah sebentar lagi harinya.." gumam Luke mentapa lagit gelap di luar jendela kamarnya
"Ayah tenang saja, Luke akan melakukan yang terbaik" batin Luke penuh harap dan doa
Suasana di halaman luar juga begitu tnang, seperti tengah terlena oleh kegelapan yang datang. Hembusan angin bertiup menggoyangkan ranting di pepohonan sekitar. Penjaga berlalu lalang setelah pergantian beberapa menit lalu.
Beberapa hewan malam juga bersahutan, guna menyambut malam bagi mereka yang hidup di kegelapan.
Sedangkan itu di kamarnya William dan Kania tengah membuat rencana bagi mereka untuk tetap mempertahankan posisi mereka
"Kita tidak bisa terus di bawah tekanan seperti ini Willy. Aku tidak mau" ucap Kania sengit dan menahan marah
"Tenang saja Kania, aku sudah menyiapkan beberapa renca cadangan juga memikirkan kemungkinan terburuk nantinya" jawab Willy yang juga mengepalkan tangannya menahan gejolak di dalam dirinya