"Plisss di, gue penasaran banget sampe diubun-ubun rasanya." Aku menarik-narik tangan Ardi.
Ardi menghela nafas panjang lalu mengeluarkan ponselnya.
"Yaudah nih Lo liat video ini."
Ku ambil ponselnya lalu-
What the-?!
****
Astagaa, video apaan sih ini. Video dilayar tipis milik Ardi itu menampilkan adegan hubungan suami istri. Pemerannya di video itu orang luar dengan badan yang tegap dan berkulit putih, nampak juga bulu-bulu halus menghiasi d**a pria tersebut. Kedua orang yang sedang asyik dengan kegiatannya itu sama sekali tidak memakai benang satu helai pun.
Aku bergidik ngeri, kok bisa mereka tidak mempunyai rasa malu. Apalagi aksi mereka ini di rekam dengan sebuah kamera. Pasti banyak kru juga yang berada di belakang layar, seperti hal nya sedang shooting film.
Aku melirik Ardi yang sedang asyik dengan rokok ditangannya. Ardi seorang perokok aktif tak heran jika banyak sekalo puntung rokok berserakan di bawah meja kamarnya. Ku pikir orang tuanya belum tahu mengenai hal ini.
Nampak Ardi seperti tidak terganggu sama sekali dengan lirikan mataku yang tajam. Dia hanya menaikan sebelah alisnya yang tebal itu. Sial, kenapa Ardi terlihat seksi dengan ekspresi itu. Kenapa juga Ardi hanya memakai celana bokser saja. Seketika degup jantungku berubah ritme menjadi lebih cepat.
Ku alihkan kembali kedua mataku ke layar tipis yang ada di genggamanku ini. Ku ulang video ini dari adegan awal.
Video bermula dari si wanita berambut pirang yang hanya menggunakan apron dan celana dalam saja tanpa menggunakan bra. Dia sedang mengelap meja dengan posisi sedikit menunduk. Posisi ini sangat terlihat sensual sekali. Tak lama datang seorang pria yang langsung memeluk perempuan itu dari belakang. Pria itu mencumbu leher jenjang wanita tersebut, tangannya sibuk menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi cumbuannya.
Si wanita tampak tak terpengaruh dengan aksi pria tersebut. Aku mengernyit, apa wanita itu tidak geli atau jijik diperlakukan seperti itu? Kenapa hanya diam saja tak melawan.
Perlahan tali apron yang berada dibelakang punggung nya dibuka, penutup bagian atas tubuhnya itu seketika jatuh ke lantai dan menampilkan buah dadanya yang besar. Lalu tak lama, tangan pria berkulit putih tersebut meraba gunung kembar bersaljunya, dan mengelus nya dengan gerakan lambat dan penuh kehati-hatian.
Gejolak perasaan aneh hinggap dihatiku. Rasa tak nyaman ini sampai kebagian inti tubuhku. Kenapa bulu kuduk ku jadi merinding, lalu rasanya seperti ada banyak kupu-kupu yang terbang dari perutku menimbulkan rasa mulas yang aneh.
"Ardi, gue gak mau lihat lagi." Ku pause adegan di video itu dan memberikan ponsel nya kepada Ardi.
"Lah, katanya Lo mau belajar. Udah, liat aja itu dulu ntar juga Lo ketagihan." Kulihat bibir tipis Ardi sedikit terangkat, dia tersenyum miring. Kenapa perasaanku jadi tak nyaman begini.
"Pokonya gue gak mau ah." Aku tetap memberikan ponsel Ardi.
"Yaudah kalo gak mau, tapi nanti Lo jangan tanya-tanya masalah gituan lagi ya ke gue, awas Lo!" Jawabnya dengan nada mengancam. Kedua bola matanya memandang ku tajam.
Aku sedikit meringis, melihat ekspresi Ardi.
"Tapi liat begituan bikin perasaan gue jadi aneh. Perut gue pun jadi sedikit rada mulas. Hehe..."
"Hahaa... Itu memang reaksi alami kalau melihat video seperti ini. Begitupun dengan tubuh Lo saat melihat video ini. Ntar kalo Lo yang jadi pemerannya sendiri rasanya bakalan luar biasa banget." Ardi mengedipkan sebelah matanya.
Aku tidak mengerti maksud Ardi tapi itu cukup membuat rasa penasaran ku kembali. Yowis, benar kata Ardi, coba lagi lah sampai habis.
"Yaudah deh iyaa."
Akhirnya mataku terfokus kembali pada adegan di layar ponsel Ardi.
Si pria terus meraba dan mengusap kedua gunung kembar itu dengan gerakan sensual. Kedua tangannya memainkan puncak gunung tersebut gemas. Rasa baru hinggap lagi di kedua dadaku. Ingin rasanya kedua dadaku pun disentuh dengan tangannya yang kekar.
Tapi, pikiran ku memerintah agar aku fokus. Suara desahan dari pemeran wanita bersahutan tidak karuan. Menimbulkan gedenya aneh yang tersalurkan ke pusat inti ku. Dengan tangan kanan si pria dalam layar tipis itu meraba setiap inci kulit mulus si wanita lalu berhenti diantara kedua belah paha yang masih tertutupi oleh sehelai kain yang tipis. Dengan perlahan tangan itu masuk dan memainkan pusat inti gairah wanita itu. Aku menahan napas. Apa yang sedang dilakukan pria, apakah dia tidak jijik menyentuh sesuatu yang lembab diantara kedua paha itu?
Namun, rasa geli dalam tubuhku tak bisa dibohongi. Pusat inti ku mengeluarkan cairan yang membasahi celana dalamku.
Oh, tidak! Jangan-jangan aku mengompol?
Lalu aku meraba celanaku, tidak tembus. Tapi, cukup membuatku tak nyaman karena celana dalamku sedikit basah.
Aku menggeliat ditempat dan mengubah posisi duduk ku. tapi, kedua mataku masih fokus pada layar ponsel.
Lelaki bule itu membalikan tubuh lawan mainnya dan langsung mencium rakus bibir wanita berambut pirang tersebut.
Tangannya sibuk meremas kembali gunung kembar yang seakan menantang lawan mainnya, tak hanya itu, p****t sekal tersebut pun tak lepas dari incaran si pria. Gerakan mereka semakin tergesa-gesa lalu kemudian pria dengan berbadan tegap itu membuka celananya dan-
Napasku tertahan melihat adegan selanjutnya, dengan spontan aku mempause kembali video yang berada di layar ponsel tipis ini. Lalu menelan ludah dengan susah payah.
Tiba-tiba Ardi sudah memelukku dari belakang mulutnya membelai leherku seperti dalam video. Tangannya hendak berusaha meremas payudaraku dari luar persis di adegan video itu. Namun, dengan susah payah aku menahannya.
"A-Ardi apa yang lo lakukan?" Tanyaku terbata.
Namun Ardi tak menjawab. Dia terus berusaha menyentuh bongkahan dadaku yang membusung.
Kepalaku mendongkak ke atas saat kurasakan dinginnya tangan Ardi menyentuh kulitku.
Ahh, perasaan apa ini? Kenapa aku sulit menahan apa yang Ardi lalukan. Tubuhku menjadi lemas saat Ardi melepaskan bra yang menghalangi aset berharga ku dan tanpa izin meremas daging kenyal itu.
Awh, Rasanya sangat nikmat sekali. Tanpa sadar mulutku mengeluarkan suara-suara menjijikan seperti saat wanita dalam video itu disentuh. Apa ini rasa yang Ardi katakan tadi.
Kurapatkan kedua kakiku untuk mengurangi gedenya aneh yang menyerang pusat inti ku, namun gerakan yang kulakukan membuat pusat gairah ku semakin basah. Dan suara menjijikan itu lolos kembali dari mulutku.
"Haahh haahh Ardiii jangan-" Ucapku susah payah.
Seketika Ardi melepaskan tangannya dari payudaraku lalu menatap kedua bola mataku dengan tajam. Dia tersenyum manis lalu mencium bibirku singkat. Perlakuannya itu sukses membuat pipiku memanas.
Tapi tak ayal aku merasa kehilangan atas perlakuannya tadi.
"Kenapa berhenti?"
"Tadi lo bilang jangan Ardi." Jawaban Ardi kembali membuatku pipiku panas karena malu.
"Udah belajarnya segitu dulu. Nanti dilanjut lagi." Lanjutnya.
Aku melongo dibuatnya. Jadi, tadi aku langsung belajar? Langsung saja bibirku memberengut.
Ardi mencubit bibirku gemas.
"Jadi tadi itu belajar yang lo maksud?"
"Iya. Lo gak tahu?"
Aku menggeleng pelan.
"Kenapa lo gak bilang sih, main nyosor aja. Tau gitu kan, gue gak nyuruh lo berhenti." Sungut ku.
"Udah jangan marah, ntar dilanjut lagi." Jawabnya menyebalkan.
"Ish, kenapa gak sekarang aja sih?" Desak ku.
"Itu ponsel Lo dari tadi bunyi terus berisik tau gak." Matanya melirik ke arah ponselku yang tergelatak di meja.
Oh iya.
Astagaa panggilan tak terjawab dari kak joni sebanyak lima kali. Bisa habis aku pulang nanti. aku 'kan janji makan malam di rumah. Dengan cepat kupakai kembali bra dan membereskan tangtopku yang sudah menggulung ke atas.
"Lah lo mau kemana?" Ardi menatapku bingung.
"Gue disuruh makan malam di rumah sama nyokap, Lo ikut ya terus nginep."
Aku sih berharap Ardi mau menerima tawaranku untuk menginap. Hihi..
"Hmmm...." Ardi terlihat berpikir.
"Udah, lama banget sih mikirnya."
"Oke deh gue pake baju dulu, bete juga kalau di rumah sendiri."
Yess
Ardi mau menginap, jadinya belajar mengajar tadi bisa dilanjutin. Hehe
Aku tersenyum lalu menyuruh Ardi untuk buru-buru.
"Ardi udah belum, lama banget sih kayak cewek." Teriakku.
"Iya iyaa bawel."
****
Sesampainya di rumah Mama tersenyum sumringah mendapati Ardi yang ikut denganku. Kami bergabung ke meja makan dan makan malam bersama.
"Maa katanya Ardi mau nginap. Boleh kan Ma, Kak? Aku ada kerja kelompok bareng sama Ardi soalnya." Ucapku memulai obrolan.
"Boleh dong sayang kalau untuk ngerjain tugas, malah bagus itu." Mama tersenyum dan kulihat kak Joni manggut-manggut saja.
Sip. Bagus.
"Makasih Tante." Ucap Ardi.
"Oh ya, kamu udah izin belum sama Mama kamu takutnya nyariin lagi?"
"Mama Ardi lagi ikut papa ke luar kota Ma. Jadinya Ardi di rumah sendiri." Balas Ardi.
Ya, Ardi memang memanggil Mamaku dengan sebutannya Mama, seperti aku memanggil ke Mamanya Ardi.
"Oohh gitu, yaudah kamu nginap aja disini. Jangan sungkan kalo sama Mama." Mama tersenyum lagi dan kami pun melanjutkan makan malam dengan ceria.
Setelah itu aku langsung mengajak Ardi ke kamar.
"Ra tumben Lo seneng banget gue nginap di kamar Lo?" Dari nada bicaranya terdengar Ardi seperti menyindirku.
Kucubit lengannya dan lari dari hadapan Ardi. Ardi tak terima lalu mengejarku.
"Weee..." Aku tertawa dan berlari lagi sampai kamar.
Cklek
Pintu kamar dibuka ternyata Ardi sudah menyusulku.
"Haaahhh haahh... Lo cepet banget sih larinya." Ucapnya ngos-ngosan lalu dia merebahkan tubuhnya di kasurku.
Aku langsung menyeret tubuh Ardi agar turun dari kasur.
Karena bobot Ardi yang beda jauh denganku akhirnya aku oleng dan tergelincir, aku terjatuh menindih Ardi.
Kami saling tatap tanpa berkedip. Rasanya sangat absurd. Gelenyar aneh kembali merayap ke dalam tubuhku yang kaku.
Entah siapa yang duluan, bibir kami saling beradu. Setelah tadi ciuman pertamaku direnggut oleh Ardi. Kini ciuman keduaku juga dengan Ardi.
Dia melumat bibirku dengan kasar menggigit bibirku kecil dan menerobos mencari lidahku.
Sensasi ciuman seperti ini baru kurasakan. Rasanya sangat nikmat aku mengikuti apa yang Ardi lakukan. Hingga kami kehabisan napas dan menghentikan ciuman kami sebentar lalu melanjutkannya lagi.
Ciuman Ardi terus berlanjut hingga ke leherku yang jenjang.
Oohh ini sangat geli tapi nikmat. Aku memberi akses lebih untuk memudahkan Ardi mengeksplor leherku sampai dia mengulum cuping telingaku.
Aku mendesah tertahan saat Ardi melakukan itu semua.
Tangan Ardi tidak tinggal diam dia menyingkap tangtopku sampai atas dan membuka bra ku dengan mudahnya. Seketika udara dingin menerpa bongkahan daging di dadaku.
Ardi langsung menangkupkan tangannya di kedua gunung kembarku rasanya hangat menerpa kulitku diantara dinginnya suhu kamar. Lalu dengan tiba-tiba dia meremasnya. Awh ini nikmat, kenapa aku baru mengetahuinya sekarang? Padahal aku selalu bersama Ardi.
Sesuatu yang hangat kurasakan mengalir diantara tubuhku membuat celana dalamku terasa sangat basah.
Aku menggeliat gelisah dengan sensasi yang baru aku tahu ini.
"Aahhh ardii kayamnya aku mau pipis deh."
Ardi menatapku dengan senyum penuh arti.
"Pipis disini aja sayang."
"Tapi aku malu ini aja celana dalamku sudah basah sedikit.." Ucapku dengan muka memerah malu.
Tapi, Ardi tetap mempermainkan kedua benda kenyalku hingga aku tak dapat menahannya lagi.
"Aahhh Ardiii aku pipisss...." Jerit ku tertahan semoga tidak terdengar kak Joni.
"Bagus, "
"Itu bukan pipis sayang tapi namanya adalah cairan cinta." Jawabnya tenang.
Aku menatap Ardi dengan napas ngos-ngosan. Kenapa rasanya aku lemas sekali.
"Nikmat gak?" Ardi bertanya.
Dengan spontan aku mengangguk. Ardi menciumku kembali bahkan kali ini dengan sedikit kasar dan aku sudah bisa mengimbanginya.
****