Iefan sudah satu jam lebih memijat kepalanya tapi sakit kepalanya tak kunjung hilang. Melvern sang istri juga tampak luar biasa stres akibat putra sulungnya yang super kelewatan itu.
“Tenangkan dirimu sayang. Vian tidak mungkin tega membiarkan kakaknya jadi orang tua tunggal.” Tapi Melvern sulit menepis pikiran sial itu dari kepalanya.
“Tapi dia akan mengaku ayah dari anak kakaknya… Kau lupa dia adik kuraNg ajar yang tergila-gila dengan kakaknya? Orientasi seksuaLnya saja menggelikan.”
“Dasar siscon.” Iefan dengan sungguh-sungguh kali ini mengejek Vian.
Tapi walaupun begitu, Vian termasuk adik yang baik karena menginginkan pria yang sempurna untuk kakaknya. Bahkan dia sampai menyiapkan gaun pengantin sendiri untuk kakaknya.
Dan juga resepsi pernikahan nanti akan diadakan dua kali karena Vian yang meminta. Dalam sepanjang sejarah, keluarga Yovanka selalu menganggap pernikahan adalah hal yang lebih serius dari peperangan.
Bahkan Tiffa yang tahu semua permintaan adiknya sangat merepotkan, dia tidak pernah mengeluh sedikit pun. Dan juga Melvern jadi ingin tahu seperti apa repotnya keluarga Yovanka ketika menikah.
“Aku sudah mempertemukan Rivaille dengan dokter Frederic untuk membantu proses persalinan nanti. Kemungkinan besok dia akan datang kemari untuk mengecek kandungan Tiffa.” Ucap Melvern menggigit kukunya tidak tenang. Iefan juga tidak tenang memikirkan persalinan nanti.
“Sempatkanlah sebentar untuk berbicara dengan Tiffa dan Vian. Kita semua tahu persalinan hal paling menakutkan yang harus kita hadapi nanti.”
Melvern mengangguk paham. Ia juga sudah berencana untuk membicarakannya malam nanti.
“Aku pergi mengecek anak-anak.” Ucapnya pamit pada Iefan sebelum pergi.
Siang ini seharusnya Eredith dan Elunial tengah bermain game bersama. Karena Rivaille melarang kedua adiknya untuk ke rumahnya, sudah pasti mereka akan bersemayam di dalam kamar.
Ketika Melvern sampai, ia menaikkan kedua alisnya saat melihat kegiatan kedua anaknya siang ini.
“Apa yang kalian berdua lakukan?” Tanyanya curiga sekali. Matanya langsung tertuju pada Heidi yang tiduran di atas ranjang Elunial.
“Heidi sedang mengajari kami cara menggunakan sisik naganya.” Eredith menjawab. Senyumnya tampak polos ketika memperlihatkan sisik emas itu pada sang ibu. Melvern pun tidak bisa berkata-kata lagi.
Ia juga lupa dengan keberadaan Heidi. Jelmaan naga itu sering datang dan pergi sesuka hatinya. Dia menyerah mencoba mencuri zirah emas Tiffa saat di Alereria akibat barrier emas Vian.
Dan sekarang setelah Tiffa bangun dari hibernasi, ia jadi tiba-tiba sering datang ke villa. Sepertinya dia masih berusaha untuk membujuk Tiffa agar mau membuatnya lahir kembali.
“Kalian tidak berlatih dengan Vian lagi?” Tanya Melvern. Heidi yang tiba-tiba bangun langsung membuat Melvern refleks untuk memukul.
“Masih ada waktu sampai musim dingin tiba. Vian sekarang sedang mencari tempat untuk Tiffa bersalin nanti.” Heidi duduk menyamping seraya menurunkan kakinya dari atas ranjang. Matanya menatap Melvern tanpa ragu.
Dan baru sekarang Melvern menyadari betapa sibuknya menjadi Vian. Padahal dia bisa membagi tugas agar tidak terlalu berat dijalani.
“Bosan sekali Vian tidak ada. Sudah beberapa hari juga dia tidak pulang.” Elunial mengeluh dengan mulut yang sengaja dimonyongkan sedikit.
“Kau pikir mudah mencari tempat? Seandainya kakak tidak menimbun ruang bawah tanahnya, mungkin Vian tidak perlu berkelana mencari tempat.” Kali ini Eredith menyahut ekspresinya tampak bosan juga.
Hawa suram dari ketiga makhluk di dalam kamar itu, membuat Melvern memilih melenggang pergi. Ia lantas pergi ke rumah putranya di seberang danau untuk mengecek kondisi Tiffa hari ini.
Kakinya berjalan cepat mengitari danau dan beberapa menit saja perjalanan, ia pun sampai. Tak lupa ia membersihkan sedikit tanah yang menempel di alas sepatunya, Melvern membuka pintu.
Saat ia masuk, tatapannya langsung bersirobok dengan putranya. Senyumnya perlahan mengembang melihat keduanya tampak bahagia saat ini.
“Aku datang untuk mengecek kondisi Tiffa hari ini.” Tiffa tersenyum lalu mempersilahkan Melvern untuk masuk.
“Dokter Frederic akan tiba malam ini. Ibu bisa menunggu disini sampai dia datang.” Ucap Rivaille menarik kursi.
Melvern sudah duduk di tepi ranjang dan mengelus perut Tiffa. Ukuran perutnya yang baru berusia seminggu ini sudah mulai terlihat. Ia juga merasakan janinnya bergerak aktif di dalam sana.
“Sepertinya janinnya baik-baik saja. Apakah makanan hari ini cukup?” Tiffa yang ditanya malah melirik calon suaminya. Rivaille langsung menutup mulutnya tidak berani berbicara.
“Untuk siang ini seharusnya cukup.” Melvern mengangguk.
Tapi ia berdiri dan segera mengecek kulkas di dekat meja. Kulkas sepenuhnya full berisi kantong darah segar. Melvern tahu bagaimana resahnya menjadi ibu hamil yang selalu kelaparan.
"Apakah sempat melangsungkan pernikahan sebelum persalinan? Musim dingin tiba tiga bulan lagi." Tiffa tersenyum. Ia tahu calon ibu mertuanya ini sangat mengkhawatirkan cucu pertamanya.
“Vian sudah memberiku kabar beberapa jam yang lalu. Dia akan kembali sore ini. Kita akan membicarakan hal ini setelah ia kembali nanti.”
“Semua akan berjalan lancar.”
Melvern tersenyum lemah. Ia akan mengikuti kemauan keduanya dan jalan terbaik. Rivaille langsung berdiri dan menuntun ibunya untuk duduk di kursi.
“Aku hanya ingin cucuku lahir lancar dan selamat… Hahh… Maafkan aku. Aku memang terlalu sensitif.” Melvern mengusap wajahnya sedikit kasar. Tapi Tiffa mengelus lengan mertuanya lembut. Memaklumi kekhawatirannya.
Setelah mereka bertiga mengobrol santai, tak terasa waktu berjalan cepat. Mereka bertiga tidak ada yang sadar bahwa malam telah tiba karena sibuk mengobrol.
Dan sesuai dengan perkataan Rivaille, dokter Frederic datang tepat waktu ke Heddwyn. Tentunya Iefan menyambutnya dan segera mengantarkannya ke rumah kecil Rivaille.
Ketika ia melihat seperti apa sosok Tiffa, Frederic tidak berkedip sama sekali. Ia terlalu takjub dengan wanita berambut putih yang mempesona itu. Tapi karena ia segera mengalihkan pandangannya agar tidak terjadi salah paham.
“Perkenalkan, aku Frederic Delbora.”
Tiffa mengangguk sekali. Gerakan anggunnya sungguh berbeda dengan kebanyakan wanita bangsawan lainnya. Melvern lantas mempersilahkan Frederic untuk duduk di kursi yang menghadap ke samping ranjang Tiffa.
“Frederic, situasi persalinan nanti tidak akan sama sepertiku. Aku harap kau bisa membantu kali ini.” Ucapan Melvern membuat Frederic tidak mengerti.
“Maaf? Tapi aku sudah ribuan kali membantu proses persalinan sejak ribuan tahun lamanya. Aku yakin dengan kemampuanku sendiri.” Rivaille menggeleng pelan dan mengajak ibunya untuk ikut duduk juga agar bisa sedikit tenang.
“Frederic, istriku tidak sama seperti kebanyakan vampir wanita yang biasa kau tangani.”
Tiffa sebenarnya ingin menjelaskan secara gamblang, tapi ia tidak mau bersentuhan dengan pria asing yang tidak dikenalnya. Apalagi menyentuh perutnya.
“Jangan salah paham dulu, Frederic. Yang kami maksud disini, menantuku bukan menantu biasa. Dia wanita dari zaman leluhur bangsa vampir. Tiga bulan dari sekarang cucuku akan lahir.” Iefan menyela lebih dulu.