Bab 17. Fans Fanatik

2069 Kata
-Di ruangan lain- Para tetua sudah sadar setelah Melvern dan Griffin membantu mereka untuk sadar. Elunial dan Eredith kali ini begitu kompak untuk duduk di kursinya sambil menunggu semua orang untuk siap memulai rapat penting. Elunial bersedekap memikirkan kakaknya yang memiliki hubungan khusus dengan wanita hebat tadi. Siapa namanya tadi Tiffa? Elunial saja hampir lupa siapa namanya. Dan kenapa wanita itu memanggilnya dengan Aredric? Ia lantas menoleh pada kakaknya yang sedang membaca buku di sebelahnya. “Menurutmu siapa Aredric?” Eredith tidak langsung menjawab lantaran ia masih asyik membaca. Hari mendadak mendung dan mengantarkan hujan yang tampak menyelimuti kerajaan dengan badainya. Malam yang datang dan juga dengan jelas menjadikan malam semakin kelam setelah peperangan singkat yang terjadi di depan gerbang istana. Tiba-tiba masuklah Iefan beserta Rivaille ke dalam ruangan dengan ekspresi kesal bukan kepalang. Elunial sudah bisa menebak jika ayahnya pasti akan mengamuk dan memarahi mereka semua karena sudah berbohong selama ini. Rasanya Iefan lelah sekali hari ini. Mencarikan Rivaille guru yang ternyata membawa bencana di istananya. Dan sekarang fakta lainnya bahwa ketiga anaknya ternyata menipunya selama ini. Sialan! Orang tua mana yang tidak kesal. “Apa tujuan kalian berbohong selama ini?” Eredith menutup bukunya dan melirik Rivaille sedikit ragu. Mereka punya proyek masing-masing selama ini, jika mereka membongkar jati diri, sudah pasti semua akan ikut disidak. Elunial sudah gelisah sendiri karena takut proyek pesawat yang ia kembangkan akan tercium oleh ayahnya. “Aku tidak ingin naik tahta jika para tetua masih saja mengatur ini dan itu.” Ucap Rivaille tiba-tiba. Iefan menghela nafasnya berusahp[a untuk mengerti perasaan anak sulungnya. Tapi tugas panatua harus seperti itu bukan? Dia yang tahu dan kapan harus memutuskan jika raja yang ada tidak bisa menjalankan kerajaan dengan baik. “Ayah tahu itu. Tapi tugas mereka akan terus mengawasi kalian. Ayah tidak mungkin mengusir mereka begitu saja. Dan lagi pula tidak ada yang sanggup mengalahkan mereka kecuali wanita itu.” Iefan menjelaskan pada ketiga anaknya. Semuanya kesal dengan penatua termasuk dirinya. Tapi Iefan lebih memilih untuk diam lantaran ia sendiri juga tidak mampu melawan salah satu dari mereka. Ia kini menatap wajah ketiga anaknya yang tampak berbeda sekali. Ia sudah sudah seperti seorang bapak beranak tiga yang baru saja melihat ketiga anaknya tumbuh dewasa. Diam-diam Iefan mengusap air mata di ujung matanya karena terharu. Apakah ia sudah boleh hibernasi sekarang? “Seharusnya mereka hibernasi saja dari pada terus mengatur kerajaan. Raja memiliki kekuasaan penuh atas kerajaannya. Dan panatua itu hanya vampire yang sudah lama pensiun, untuk apa mereka hidup dan membuang-buang tenaga mengurusi kerajaan? Seharusnya ayah paham itu.” Eredith meletakkan bukunya sambil memandang ayahnya sinis. Ini bukan karena panatua yang terlalu hebat, tetapi rajanya sendiri yang tidak hebat. Iefan tersenyum hambar sambil membenarkan perkataan anaknya. BRAAK! “Siapa kalian menyuruh kami untuk hibernasi?!” Satu ruangan heboh. Elunial yang melihat kedatangan para panatua langsung menyikut lengan Eredith yang berbicara sesuka hatinya saja. Mata merah ketiga panatua sudah membuat situasi sudah seperti konversi meja bundar yang memutuskan apakah perang atau tidak. “Kau sih terlalu jujur bicaranya!” Elunial menegur kakaknya dan Eredith tidak terima. Ia sudah ditakdirkan memiliki mulut yang selalu jujur. “Aku anti hoax. Maafkan aku,” Elunial memutar matanya malas. Punya kakak yang memiliki otak politik memang susah dikendalikan. “Rivaille! Kau telah berbohong kepada kami semua! Apa maksudmu dengan semua ini?!” Bentak salah satu panatua dengan kasar sambil menunjuk wajah Rivaille. Tapi memang dasarnya Rivaille membenci mereka, senyumannya mengembang sambil menyoroti mereka dengan tatapan merendahkan. Ia terlahir sebagai pemilik mantra ilusi yang kuat dari beberapa pendahulu. “Aku akan mengantarkan peti mati kalian ke ruang hibernasi.” Iefan melongo setelah Rivaille berkata demikian. BLAARRR! Dan tiba-tiba saja sebuah api hitam mengelili ruangan. Ruangan yang semula terang benderang karena lampu langsung padam dan gelap gulita. Dengan cepat api itu menyambar seperti tersulut ke arah Rivaille langsung. “Hentikan!” Teriaknya panik. Elunial segera mengungsi bersama Eredith ke sisi ruangan sambil menggunakan mantra pelindung mereka sendiri. Elunial menggelengkan kepala sambil melihat kejadian itu dengan mata merahnya. “Barbar sekali ya mereka.” Elunial lagi-lagi berkomentar dengan santainya. Eredith kali ini menahan mulutnya agar tidak tertawa. Rivaille masih duduk di kursinya dengan santai. Sampai shield emas yang menyelimuti tubuh Rivaille mementalkan semua mantra dan seketika kaca dan barang-barang lain terpental hingga hancur berkeping-keping. Bzztt! “SHIELD?!” Teriak panatua marah sekali. Mantra pelindung yang ditanamkan Tiffa pada Rivaille bekerja dengan baik saat ini. Elunial bahkan bersiul kecil sambil mengagumi shield itu. Ia akan minta pada Tiffa juga untuk dipasangkan shield seperti itu nanti. “Aku memang bukan calon raja yang baik. Aku bahkan tidak sekuat kalian para panatua yang sudah hidup lebih dari ribuan tahun. Tapi ini adalah kerajaan yang akan aku pimpin. Perintah raja mutlak!” Rivaille menggebrak meja dan matanya memerah marah. Brak! “Astaga! Apa yang terjadi disini?” Melvern tiba-tiba masuk ke dalam ruangan dan kemudian berlari menghampiri Rivaille untuk mengecek keadaannya. “Ibu! Jangan mendekat!” Teriak Eredith kencang. Iefan termasuk ketiga tetua yang menyaksikan sendiri bagaimana mata Rivaille yang tidak lagi berwarna merah terang, melainkan perlahan menghitam dan sekejap mata meja panjang yang memisahkan ia dengan tetua itu terhempas kuat. BRAAAKK! “Kakak sudah gila!” Pekik Elunial lagi. Iefan sudah bergerak lebih dulu untuk menarik Melvern dan terbebas dari lemparan meja itu. Tembok yang memisahkan ruangan langsung hancur hingga meja itu tergeletak di koridor. Melvern sudah menutup mulutnya karena terlalu kaget. “Kau baik-baik saja?” Tanya Iefan. Melvern mengangguk sekali dan menatap Rivaille lagi. “Apakah dia sungguh anakku?” Iefan tidak mungkin menjawab bukan. “Hebat sekali….” Lanjut Melvern. Eredith merasa para tetua sudah tidak bisa lagi membantah perintah kakaknya. Mata itu bukan mata sembarangan. Ia pernah membaca buku para leluhur kuno yang ia temukan kerajaan tetangga yang berisi tentang jenis mata vampire yang ada. Dan mata vampire yang terkuat salah satunya adalah mata hitam. Sayangnya Rivaille walaupun pemilik mata hitam itu, ia belum terlalu kuat. Dari level yang ia lihat pun masih di bawah ayahnya walaupun tidak terlampau jauh. “Penobatan pengangkatan raja baru akan diadakan seminggu lagi.” Ucap Iefan memecah keheningan. Mereka tidak punya pilihan lain selain mengangkat Rivaille secepat mungkin menjadi raja. Terlebih sudah ada wanita itu yang akan berjaga disisi Rivaille nanti, Iefan sungguh akan hibernasi kali ini. Melvern sudah menangis terharu sedangkan Elunial dan Eredith hanya mengikuti alur. Setelah semua sandiwara yang mereka lakukan, akhirnya Eredith bisa berpergian keluar masuk kerajaan dengan santai sekarang. Bekerja sebagai pengepul informasi sangat sulit jika berpergian selalu diam-diam. Eredith memiliki rekan dari semua kerajaan dan saling bekerja sama dalam mengumpulkan informasi. Ia yang paling pintar strategi dengan membangun sekutu untuk berpihak kepada kerajaannya. Itu akan memudahkannya nanti jika suatu saat kerajaan mereka diserang oleh kerajaan lain. Rivaille berdiri dari kursinya dan mentralisir matanya dan menjadi vampire biasa saat ia berjalan meninggalkan ruangan menuju kamarnya. Mereka tidak tahu jika Vian yang sejak tadi mengawasi kegiatan mereka tampak kecewa sekali. Seperti biasa, Vian adalah sosok vampire gila yang begitu mencintai acara pukul-pukulan. Maklum saja, ia terbiasa hadir dalam setiap perang yang kakaknya lakukan dulu. Tontonannya sehari-hari adalah adegan kekerasan. Berdoa saja agar anaknya nanti tidak seperti ayahnya, bisa-bisa dunia terbelah dua. “Sepertinya aku akan mencari pemandangan bagus disini untuk bersantai.” Gumamnya yang kemudian berdiri hendak keluar dari kamar untuk melihat-lihat sebentar. Ketika Vian sudah pergi, dengan tiba-tiba sosok Rivaille muncul melalui sebuah jalan rahasia yang ia bangun secara rahasia. Jalan rahasia yang menghubungkan satu ruangan dengan ruangan lain yang biasa Rivaille lewati. Lukisan yunani kuno yang terpajang di dinding dengan wallpaper merah marun sangat bergerak, sebuah jalan rahasia di belakang sebuah lukisan. Rivaille kembali menutupnya dengan mantra lagi agar jalan rahasianya tidak ketahuan. Dan disinilah dia. Berjalan menghampiri sesosok vampire wanita yang ia anggap sebagai fansnya tadi. Entah apa yang Tiffa pikirkan jika ia tahu bahwa Rivaille menganggapnya seperti fans fanatik. Ia memperhatikan Tiffa yang tertidur saat ini. Alis Rivaille mengkerut karena barier yang dipasang untuk melindungi Tiffa tampak kokoh dan jauh lebih kuat dari shield miliknya. Sialan sekali wanita ini. Setelah menggerayangi tubuhnya tadi kini ia tidur dengan pulasnya. Ia kini mendekati barier itu dan menyentuhnya. Tapi hal yang mengejutkan Rivaille adalah barier yang ia kira akan sekeras batu itu ternyata saat ia sentuh malah seperti bayangan saja. Walhasil ia yang berniat bersandar pada barier itu otomatis terjatuh ke dalam dan menubruki tubuh Tiffa dengan kuat. Beruntung Rivaille tidak berteriak heboh tadi. Sialan! Barier tipuan yang kurang ajar. Rivaille masih berada di atas tubuh Tiffa saat ini. Jika saja vampire punya jantung, mungkin Rivaille akan segera mencabut jantungnya karena detak jantungnya pasti akan terdengar. Perlahan Rivaille berguling ke samping hingga ranjang sedikit berderit. Ia mengutuk ranjang yang berisik ini. Ia akan membeli ranjang busa yang tidak akan berbunyi ketika ia melompat-lompat di atasnya. Rivaille kini sudah berhasil menyingkir dari atas tubuh Tiffa. Atas kejadian konyol tadi, Rivaille bersumpah akan dirundung malu karena kebodohannya sendiri. Ia kini duduk di pinggir ranjang dengan tatapan telak menatap tubuh Tiffa. Sepertinya wanita ini tengah hibernasi karena tubrukan tadi ternyata tidak membangunkannya. Datang jauh-jauh dari Negara seberang hanya untuk hibernasi disini? Aneh sekali. Tapi satu hal yang tidak bisa Rivaille baca dari tubuh Tiffa adalah titik kehidupannya yang ia sembunyikan. Rivaille bahkan sekarang hanya melihat sesosok vampire biasa yang tengah tertidur. Pakaian yang Tiffa kenakan hanya sebuah kemeja putih dengan lace putih tulang yang menghiasi bagian kerahnya. Dua kancing teratasnya tidak dikancingkan hingga siapa pun bisa sedikit mengintip sesuatu dari balik kemeja itu. Lalu rok pensil berwarna merah marun yang ketat membungkus pinggul hingga lutut Tiffa dengan sempurna. Rambut putihnya sedikit samar terlihat karena seprei ranjang yang berwarna putih bersih menjadi alasnya tidur. Rivaille tercekat ludahnya. Jika ia perhatikan memang sosok yang tengah hibernasi ini mirip seperti jelmaan malaikat yang tidak sengaja terjadi kesalahan ketika proses pembuatannya. Tidak menyangka saja jika wanita ini usianya sudah lebih dari puluhan ribu tahun. Karena rasa penasaran yang tinggi, Rivaille mendekat dan memperhatikan wajah Tiffa dari dekat. Ia menyentuh rambut putih Tiffa dan kemudian menciumi aroma dari rambut itu. Entah seperti apa aroma itu, tapi ia bisa memastikan bahwa rambut itu sangat wangi. ‘Cih! Untuk ukuran fans, wanita ini lumayan juga.’ Batin Rivaille mulai sedikit terpengaruhi otaknya oleh kecantikan Tiffa. Tangannya mulai beralih menyentuh bagian yang lain. Lekuk leher Tiffa yang sengaja ia sentuh dengan ujung jari telunjuknya perlahan naik sampai dagu dan turun lagi kemudian berhenti tepat di bagian tulang belikat Tiffa yang tampak luar biasa. Rivaille sempat berpikir bahwa kulit Tiffa sebenarnya mengandung listrik karena ketika Rivaille menyentuhnya dengan satu jari saja, ujung kulitnya sudah seperti tersengat sesuatu. Karena tidak puas hanya dengan satu jari, akhirnya Rivaille sungguh menggunakan tangan kanannya untuk menyibak rambut Tiffa yang sedikit mengganggu pemandangan untuk menatap lehernya. ‘Tubuhnya wangi… Aku akan cari perfume dengan aroma serupa.’ Batin Rivaille masih belum sadar jika kegiatannya itu sedikit mengganggu Tiffa yang ternyata lumayan terganggu sekarang. Ia sudah mengerutkan alisnya kesal. Tiffa yang sedang tidur ini bermimpi di dalam mimpinya. Dimana ia melihat laut yang luas dengan pasir putih dan air laut yang biru jernih. Tiffa tentu saja sudah mensetting pikirannya untuk relaks sekarang hingga pikirannya ikut tenang. Tapi baru beberapa menit ia berbaring di atas pasir putih, di bawah terik matahari yang hangat. Tiba-tiba tubuhnya digelitiki oleh sesuatu. Dan saat Tiffa membuka mata, betapa kesalnya ia karena melihat wajah Vian yang m***m itu sedang menggelitikinya dengan daun di area lehernya. “Hahahaha.” “Ck! Hentikan Vian! Aku sedang meditasi!” Pekik Tiffa kesal sambil melemparkan segenggam pasir ke arah Vian. Tapi adiknya itu bergeming dan kembali menggelitikinya dan kali ini naik hingga ke pipinya. Sekilas Tiffa berpikir adiknya mungkin di dunia nyata sedang mengusili dirinya yang sedang hibernasi. Kurang ajar sekali bukan? “Ck! Hentikan! Kau ingin aku hibernasi atau tidak?!” Tiffa memaki kasar dan langsung bangun dari posisi rebahannya. Semakin lama adiknya ini semakin kurang ajar saja. Karena Vian di dunia mimpi Tiffa tidak mau pergi setelah ia mengusirnya, dengan kesal Tiffa bangun dan membuka matanya. Dan seketika- JREEENGG! “Oh s**t!” Pekik Rivaille. Rivaille hampir terjungkal ke belakang ketika ia membelai pipi wanita itu, tiba-tiba saja dia membuka mata. Dengan cepat Rivaille membungkam mulut Tiffa dengan tangannya. Untung saja ia tidak refleks memukul Tiffa atau lebih parahnya berteriak latah. “Mmm? Mmmp mmp mmm?” Rivaille sengaja tidak membuka mulut Tiffa karena takut wanita itu akan berteriak mengingat posisi Rivaille yang melompat ke atas tubuh Tiffa tadi. “Bersumpah padaku kau tidak akan berteriak.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN