Bab 31. Kerajaan Alereria

1005 Kata
Tapi saat ia ingin menekan Tiffa untuk menjauh dari urusannya, tiba-tiba dadanya terasa sakit sekali ketika melihat Tiffa yang menangis. Sosok yang ia anggap kejam dan tidak berperasaan seperti Tiffa bisa menangis. “Apakah tidak cukup dengan mahkota dan kerajaan ini menjadi milikmu seorang? Apakah semuanya tidak cukup?” Tiffa terlalu sakit saat ini. Ia pikir semuanya telah berubah dan ia bisa kembali menata hati untuk terus bersama Aredric sampai akhir. Ia pikir takdir sudah melihat semua pengorbanannya, tapi ternyata justru di masa depan ia akan mati dengan keadaan yang begitu mengenaskan. Tangannya meraba pipi Rivaille. Ia begitu mencintainya sampai langit dan bumi pun sanggup ia berikan padanya. Tapi dunia dan langitnya ternyata tidak cukup untuk memuaskan ambisinya. Rivaille yang tidak tahan melihat kesedihan dari mata biru itu lantas menarik pinggang Tiffa dan mencium bibirnya lagi dan lagi. Jubahnya besar yang menutupi punggungnya terjauh ke lantai ketika ia melangkah menuju ranjang. Walaupun Rivaille berusaha untuk tidak tertarik dan membuang sifat kasihannya pada Tiffa, ia tetap tidak bisa menjauhinya. Padahal otaknya berteriak sejak tadi untuk membunuhnya saja saat ini. Tangannya kini sudah meraba tubuh Tiffa. Sekali gunakan mantra bola api merah saja Tiffa sudah bisa langsung menjadi abu. Tapi Rivaille tidak bisa melakukan itu. Perasaannya terlalu kuat saat ini. Rasa sedihnya, marahnya dan paling parah rindunya. “Aku tidak bisa kehilanganmu untuk yang kedua kalinya….” Dan setelah perkataan itu, Rivaille mendorong Tiffa pelan untuk duduk di tepi ranjang. Sepertinya memang ia harus mencari tahu dulu ada apa di masa lalu dan apa hubungan mereka. “Tunggu aku kembali.” Ucapnya pelan. Rivaille segera pergi ke aula untuk segera melakukan penyerangan ke Kongsberg dan kembali secepat mungkin. Di aula, ia melihat kedua adiknya berdiri menunggunya dengan pakaian biasa. Tidak ada baju kerajaan atau panji-panji seperti kerajaan zaman dahulu karena terlalu menarik perhatian. “Bagaimana dengan kedua vampir itu?” Pria yang buta sebelah bernama Caraniel itu bertanya langsung. Rivaille tahu jika mereka semua mengkhawatirkan Tiffa dan Vian akan ikut campur dalam penyerangan kali ini. “Mereka tidak akan ikut.” Eredith bertambah tegang mendengarnya. “Bagaimana jika setelah kita kembali, mereka berdua sudah menguasai kerajaan kita? Dia pasti merencanakan sesuatu!” Elunial juga setuju dengan perkataan Glarambor. Dia satu-satunya vampir terkuat diantara pasukannya. Kehati-hatiannya itu memang menyusahkan, tapi dia yang paling royal pada kerajaan dibanding siapapun. “Mereka tidak akan melakukan itu.” Rivaille menjawab dengan tegas. “Kakak yakin?” Eredith menatap kakaknya serius sekali. Lantaran dari apa yang dilihatnya siang tadi jelas sekali mereka sangat mencurigakan. Dan ia hanya mendapat anggukan saja sebagai jawaban atas pertanyaannya. “Baiklah. Aku akan mengikuti apapun keputusanmu Kak.” Kata Eredith tidak ingin kakaknya ikut ragu. Rivaille menatap semua vampir yang akan ikut andil dalam penyerangan kali ini. Ada dua vampir yang tidak setuju dan menentangnya menjadi raja diantara mereka. Tapi walaupun tidak setuju, mereka sebenarnya tertarik untuk berperang. Karena Heddwyn sudah lama pasif dan hidup damai seperti di negeri dongeng. Caraniel, Glarambor, Urion dan Maiden. Mereka adalah ketua regu yang akan memimpin pasukan yang sudah Rivaille bagi sebelumnya. Sedangkan kedua adiknya nanti akan berjaga di belakangnya untuk mengamati. “Kita berangkat sekarang.” Dan seluruh pasukan pun meninggalkan kastil. Malam yang dingin dan dipenuhi kabut, seluruh vampir di kerajaan Heddwyn berbondong-bondong menuju Kongsberg untuk menguasai kota. Sebenarnya Rivaille sudah lama mencari tahu tentang kerajaan Alereria di Kongsberg. Ia kerap kali menyuruh Eredith untuk mengintai sedangkan ia berusaha menyusun strategi sejak lama. Kerajaan Alereria saat ini dipimpin oleh King Amudith yang menurut isu yang beredar bahwa sebenarnya dia raja yang bodoH. Kerajaan Alereria masih berdiri karena berkat usaha dari penasehat kerajaan, yaitu Broman. Vampir cerdas yang licik. Tak butuh waktu lama sampai mereka semua sampai di Kongsberg dan keadaan menjadi rusuh tak terkendali. Rivaille membiarkan para vampir rendah untuk berbuat kerusuhan selagi ia menunggu Amudith menyambutnya. “Mereka sepertinya lari dan bersembunyi di markas.” Elunial yang pertama menyadari vampir di Kongsberg tidak ada yang berani melawan ketika mereka semua baru saja tiba. “Segera bersiap di posisi masing-masing.” Rivaille memberi perintah. Keempat ketua pasukan langsung pergi dan bersiap di pos masing-masing. Eredith sebenarnya yakin Heddwyn akan menang telak kali ini karena rencana dan strategi mereka sudah sangat sempurna. Tapi saat ini pikirannya sedang melayang-layang memikirkan nasib kastil Heddwyn yang tidak ada penjagaan sama sekali disana. Tak lama kemudian, Amudith dan Broman akhirnya menampakkan diri. Sang raja dan penasehat tampak panik karena kedatangan Heddwyn yang tiba-tiba ini. “Siapa kalian?” Broman berteriak. Elunial melirik kakaknya sebentar. Tidak ada yang bisa mengenali mereka bertiga karena identitas mereka tidak pernah terendus keluar dari istana. Itulah kenapa Broman bahkan Amudith tidak mengenali mereka sama sekali. “King Heddwyn datang untuk menundukkan Alereria dan menjadikan Kongsberg sebagai negara kekuasaan Heddwyn!” Eredith berteriak memperkenalkan kakaknya sebagai raja baru. Amudith dan Broman saling pandang. Sudah lama sekali Heddwyn dan Alereria berteman sebagai kerajaan tetangga. Tapi entah kenapa tiba-tiba mereka menarik pedang dari sabuknya dan menantang Alereria seperti ini. “Aku tidak mengenalmu! Aku hanya mengenal King Iefan dari Heddwyn!” Amudith berteriak lagi. Banyak hal yang sukar diterima nalar saat ini. Ia yakin masih berteman baik dengan King Iefan dan tidak pernah merusak pertemanan mereka sampai saat ini. Rivaille melangkah maju dengan ekspresi dingin menatap Amudith. Ia seperti melihat seorang pria tua yang hanya menghabiskan waktu bersenang-senang di kastilnya. “King Iefan telah hibernasi. Dan aku yang menggantikannya sebagai putra sulung.” Ucapnya tegas. Elunial yang sejak tadi diam memperhatikan mulai sedikit khawatir karena percakapan ini seperti sengaja diciptakan untuk mengulur waktu. Banyak vampir yang berdatangan dari pihak Alereria. Tapi ketika ia melihat ekspresi kedua kakaknya yang tak gentar, Elunial jadi terpacu untuk tidak takut. Amudith dan Broman menatap tajam ke arah Rivaille. Vampir yang berumur bahkan tidak sampai lima ratus tahun itu berani menantang Alereria untuk berperang. Mereka berdua sampai heran dengan Heddwyn. “Hey, anak muda. Aku akan menganggap hari ini tidak pernah terjadi. Bawalah seluruh pasukanmu dan urus kerajaan kalian dengan baik. Peperangan ini bukan sesuatu yang bisa kau atasi.” Kata Amudith tidak tertarik berperang saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN