Sofia lalu keluar dengan wajah sendu dan sembab meski sudah terlihat lebih segar dengan anakan rambut yang basah. Mungkin ia telah membasuh wajahnya berkali- kali, pikir Sam. Dan harus Sam akui, gadis yang melewatinya tersebut memang sangat cantik. Hal yang dulu juga membuat dirinya langsung menyukai gadis itu.
" Ha... Halo..." jawabnya.
" Aku... Di rumah. Ke-- Kenapa?"
" Aku baik- baik aja. Aku... Aku hanya baru bangun."
" Oke. Kamu hati- hati."
" Aku... Aku juga."
Salah satu sudut bibir Sam tertarik mendengarkan setiap jawaban yang keluar dari bibir yang telah ia buat sedikit lecet semalam tersebut.
Sofia mencoba melangkah dengan normal meski ia masih merasa sangat perih di bagian bawah sana. Ia terus menunduk ketakutan karena tidak ingin pria yang kini duduk di sofa tersebut kembali melakukan kejahatannya. Ia selalu harus waspada.
" Sebentar lagi wajah kamu akan ada di mana- mana. Kamu akan terkenal." ucap Sam.
Sofia hanya terdiam sambil mencari letak sepatu yang kenakan semalam.
" Tapi mungkin saja kamu tidak akan keberatan karena sudah kedapatan dengan laki- laki di dalam kamar, yeah mungkin karena kamu sudah terbiasa."
Sofia mengangkat wajahnya dan menatap Sam dengan sinis.
" Kenapa? Kamu memang murahan kan?" tanya Sam dengan seringai jahatnya.
" Kamu jahat. Kamu brengsekk. Saya akan melaporkan kamu!" ancam Sofia sambil berdiri setelah mengenakan sepatunya. Ia lalu meraih tas miliknya namun tangan kuat Sam langsung menarik lengannya dengan kasar.
" Kamu mau mengancam saya? Hah?! Kamu pikir orang akan percaya dengan kamu? Kamu pikir kamu siapa bisa melaporkan saya? Kamu perempuan murahan sama seperti Dilara. Kamu mencintai uang sama seperti Dilara. Dan kamu tidak berharga sama seperti Dilara. Dan kamu yang akan membayar semua yang telah Dilara lakukan pada keluarga saya." seru Sam penuh amarah. Suaranya seperti memenuhi seluruh kamar tersebut dan membuat Sofia memejamkan matanya karena Sam berteriak tepat dihadapan wajahnya.
" Saya tidak kenal siapa Dilara. Dan saya bukan perempuan murahan! Jangan samakan saya dengan dia!" seru Sofia meski suaranya tidak sebanding dengan Sam karena ketakutannya yang lebih besar.
" Kamu pikir saya bodoh?" tanya Sam lalu menghentakkan lengan Sofia dengan kasar.
" Sofia Kanaya, anak pertama dari Dilara Thomas dan mendiang Harry Sinaya. Kakak dari Zanna Ameera yang saat ini sedang dalam perawatan karena akan melakukan operasi usus buntu dan ditinggalkan oleh Dilara sejak masih sangat kecil. Sekarang dia sedang dirawat di RS Harapan Hati dan ditemani oleh ibu Nana yang telah bekerja dengan nenek kalian sejak lama. Adik kamu juga mendapatkan beasiswa keluar negeri tahun ini. Dan, Harry Sinaya ayah kamu meninggal saat kamu masih berusia 15 tahun dan akhirnya kalian tinggal bersama nenek kalian yang juga sudah meninggal dunia. Apa saya benar?" ucap Sam sambil meraih ponsel miliknya.
Sofia bergetar mendengarkan semua informasi tentang dirinya tadi. Bagaimana bisa pria itu mengetahui semuanya? Padahal ia dan Zanna baru beberapa bulan pindah ke kota ini karena ia mendapatkan pekerjaan yang akan memberinya jaminan kesehatan bersama keluarganya dan itu berarti Zanna bisa segera diobati.
" Dan apa kamu sadar? Semua orang meninggalkan kamu. Karena kamu sangat tidak berharga. Tidak ada yang menyayangi kamu. Tidak ada yang peduli sama kamu. Kamu dan ibu kamu sangat tidak berharga."
Air mata Sofia kembali mengalir dengan deras. Nyatanya, ia pernah merasakan dan berpikiran yang sama dengan Sam.
" Kasihan sekali... Cup cup cup... Sayangnya kamu tidak punya seseorang yang bisa mengusap air mata kamu." sambung Sam lagi yang membuat Sofia menyeka air matanya dengan kasar.
" Ah... Pacar kamu... Kamu mau bilang kamu punya pacar yang akan menikahi kamu? Ckckckckck... Bayangkan perasaan dia saat tahu apa yang kita lakukan semalam."
" Kamu brengsekk!" seru Sofia.
" Iya... Memang. Lalu kenapa?! Saya tidak peduli pendapat kamu. Lagipula, semua orang akan tahu kamu itu tunangan saya. Jadi yeah, foto- foto tadi tidak akan begitu mengganggu." ucap Sam.
Ponsel Sofia kembali berdering dan menampilkan nama Bik Nana disana. Seketika ia langsung menjawabnya dengan khawatir karena takut sesuatu terjadi dengan adiknya.
" Halo, bik..."
" Halo, mbak Sofi... Mbak Sofi dimana?"
" Aku... Di rumah. Ada apa bik?"
" Dicariin mbak Zanna, mbak. Dan tadi dokter datang ke sini."
" Mereka bilang apa, bik?"
" Dokternya mau ketemu sama mbak Sofi. Katanya ada yang mau di sampaikan. Ng... Itu non..."
" Apa bik?" tanya Sofia.
" Mungkin... Mbak Zanna udah harus segera di operasi mbak."
" Oh... Iya, bik. Akan saya usahakan uangnya. Udah dulu ya, saya akan ke rumah sakit sekarang." ucap Sofia meski ia sama sekali belum memiliki solusinya.
" Ahh... Jadi kamu butuh uang karena adik kamu. Makanya kamu rela jadi umpan laki- laki di ruangan itu?"
Sofia menoleh namun tidak berniat menjawab Sam sama sekali. Entah darimana asal pria iblis tersebut hingga ia bisa menghancurkan hidupnya dalam waktu satu malam.
" Kamu memang pelacurr ternyata. Melakukan segala cara demi mendapatkan uang. Sama seperti Dilara." ucapnya lagi.
Sofia berusaha berjalan senormal mungkin dan beranjak keluar dari kamar hotel tersebut.
" Kamu mau kemana?!" seru Sam yang membuat Sofia menghentikan langkahnya.
" Kemana saja asalkan saya tidak akan pernah ketemu kamu"
" Tentu itu tidak akan terjadi. Saya belum puas bermain dengan anak Dilara. Ya walaupun dia punya dua anak perempuan, sih."
Sofia langsung memutar tubuhnya dan mendekati Sam dengan penuh amarah. Ia tidak peduli dengan rasa perih yang ia rasakan lagi.
" Jangan macam- macam dengan adik saya.!" ancam Sofia.
" Dan kamu pikir saya takut?! Saya bisa bermain dengan kalian berdua kalau saya mau. Itu bukan hal yang susah, kan?"
" Jangan dekati adik saya!" ucap Sofia lagi menekankan pada setiap kata yang ia ucapkan.
" Oke. Bisa... Asalkan kamu bisa menjadi tumbal saya dan mengikuti semua yang saya minta." ujar Sam dengan santai dan menjengkelkan.
" Kamu bukan siapa- siapa. Dan kamu tidak bisa mengancam saya. Saya akan melaporkan kamu! Kamu dengar? Saya akan melaporkan kamu.!" seru Sofia.
" Baik. Silahkan. Kita lihat nanti. Dan bawa uang hasil jual diri kamu ini keluar dari sini!" ucap Sam.
Sofia tidak menghiraukan ucapan Sam lalu keluar dari kamar tersebut tanpa menyentuh uang Sam sama sekali.
" Sok suci!" seru Sam lagi sebelum Sofia membanting pintu kamar tersebut.
***
Sofia berdiri di dalam lift dengan sekuat tenaga menahan tangisnya. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Apa yang akan ia katakan pada Zein. Mereka berencana akan menikah ketika Zein pulang nanti. Namun apa yang akan ia katakan pada Zein soal ini dan bagaimana reaksinya nanti. Apalagi selama ini ia tidak pernah membiarkan Zein menyentuhnya lebih jauh. Lalu bagaimana dengan Zanna? Ia harus segera di operasi dan ia tidak jadi mendapatkan tip yang besar dari pelanggan yang memesan minuman padanya semalam. Padahal ia bisa menggunakan uang tersebut untuk melunasi iuran kesehatan mereka yang menunggak hingga setahun lebih hingga tidak bisa digunakan sama sekali sebelum ia melunasinya.
" Aku harus gimana?"
Air mata Sofia tidak bisa lagi ia bendung. Hingga akhirnya ia sampai di lobby dan berjalan dengan cepat ke arah pintu keluar dan berpapasan dengan Hans yang tentu tidak ia kenali.
Hans lalu dengan cepat menelepon Sam yang masih menatap tumpukan uang yang tadi ia tawarkan pada Sofia sambil mulai membakar sebatang rokok miliknya.
" Pak Sam, saya berpapasan dengan gadis yang bersama bapak dan sepertinya dia menangis."
" Lalu?"
" Ng... Dia menangis pak." ujar Hans yang seolah menginformasikan jika gadis tersebut tidak dalam keadaan baik.
" Ya lalu kenapa? Memangnya kamu pikir dia akan ketawa setelah saya perkosaa beberapa kali?!"
Hans menelan ludahnya mendengar ucapan vulgar yang baru saja dilontarkan sang atasan.
" Apa... Tidak sebaiknya saya ikuti saja pak? Saya curiga dia akan melaporkan bapak ataupun melakukan hal yang bisa merugikan dan merusak nama baik pak Sam."
Sam nampak berpikir sesaat.
" Baik. Kamu ikuti dia. Saya mau mengunjungi ibu saya dulu."
" Baik, pak Sam."
Sam lalu meletakkan ponselnya dengan kasar ke atas meja sambil duduk dengan malas menatap ke atas langit- langit kamar hotel tersebut.
" Ma, semua sakit hati mama selama ini akan aku balaskan satu persatu. Anaknya akan menanggung akibat dari semua perbuatannya. Anaknya akan aku buat menderita, ma. Aku tidak akan pernah melepaskan anak dari seorang Dilara Thomas." tutur Sam sambil mengepulkan asap rokok dari sela bibirnya.