Hopeless

1123 Kata
Sofia duduk sambil memandangi makam sang ayah yang telah sudah cukup lama tidak ia datangi sejak pindah ke ibukota. Matanya sembab karena terus menangis bahkan selama berada dalam perjalanan menuju kota asalnya tersebut. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Terlebih setelah Sam mengirimkan separuh potongan video saat ia memaksanya semalam. Ia bahkan mengancam akan menyiarkan video tersebut jika saja dirinya tidak mengikuti apa yang Sam inginkan. Apa yang akan ia katakan pada Zayn, apa yang akan Zanna pikirkan tentangnya, dan bagaimana ia akan membiayai hidup sang adik nantinya. Ia benar- benar tidak tahu harus bagaimana lagi. " Kenapa ayah? Kenapa ini terjadi sama aku? Apa salah aku? Apa? Kenapa ibu tega melakukan ini semua sama kita? Kenapa harus kami, ayah?" ucapnya berulang kali dengan tatapan nanar. Sofia bahkan mematikan ponselnya karena tidak ingin menerima pesan lainnya dari pria keparatt yang telah menghancurkan hidupnya tersebut. Ia juga mencoba melupakan Zanna di rumah sakit karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan. " Aku yakin Zanna akan baik- baik saja. Dia anak yang baik. Dia rajin dan dia pintar. Dia akan bisa bertahan. Aku nggak bisa lagi ayah. Maafkan aku. Aku capek. Aku capek menanggung semua yang ibu tinggalkan sama kita. Hutangnya sudah menghabisi kita. Aku dan Zanna bahkan harus pindah karena itu. Lalu sekarang, muncul lagi orang lain yang mau menghancurkan dia lewat aku. Kenapa bukan dia saja, ayah? Kenapa harus aku? Kenapa mereka tidak mencari dia saja?" ucap Sofia lagi dengan air mata yang terasa sangat perih di hatinya. Ia sudah tidak sanggup lagi. Sofia kemudian mengeluarkan sebuah pisau cutter kecil dari dalam tasnya dan terus menangis meski matanya masih menatap kosong ke makam sang ayah. Ia benar- benar tidak punya harapan apapun lagi saat ini. Ia benar- benar putus asa. Beberapa saat yang lalu... " Kenapa lagi, Hans?" tanya Sam dengan kesal karena Hans lagi- lagi mengganggu konsentrasinya yang sedang dalam pertemuan bisnis. " Maaf, pak. Tapi perempuan tadi naik ke bis. Sepertinya dia akan keluar kota." jawab Hans masih dari dalam mobilnya yang terparkir di sebuah terminal. " Kamu yakin?" tanya Sam. " Yakin, pak. Tadi saya lihat dia membeli tiket bis. Apa masih harus saya ikuti?" " Kamu ikuti terus. Jangan sampai dia kabur. Dan kabari saya setiap pergerakannya. Ingat, jangan sampai dia lolos dari pandangan kamu." " Baik, pak." " Dan pak... Sepertinya dia terlihat kebingungan." " Itu bukan urusan kamu apalagi saya. Saya hanya minta kamu mengikuti dia jangan sampai dia berbuat sesuatu untuk merugikan saya." " Baik, pak. Kalau begitu saya tutup dulu." Hans meletakkan ponselnya ke atas meja dengan kasar hingga membuat beberapa orang terkejut dan menoleh kepadanya yang sudah kembali konsentrasi menatap layar proyektor dihadapannya seolah tidak terjadi apapun. (" s**t!!! Kamu mau kabur rupanya... Tunggu saja!") batin Sam yang kembali meraih ponselnya dan mulai membuka galeri ponselnya untuk mencari video dimana ia dan Sofia semalam saling menyatu. Nampak seringai jahat menghiasi salah satu sudut bibirnya dan ia pun mulai memotong cuplikan video tersebut dan mengirimkannya pada nomor Sofia yang tentu saja sudah ia miliki sejak beberapa hari yang lalu dari orang kepercayaannya. " Meeting akan dilanjutkan oleh pak Galih. Terima kasih..." ucapnya sebelum meninggalkan ruangan tersebut dan membuat Galih heran sendiri. *** " Pak Sam... Pak Sam saya sedang ada di rumah sakit." " Kenapa?" " Ibu Sofia... Dia..." " Dia kenapa?!" tanya Sam kesal. " Dia mencoba bunuh diri, pak. Dia... Dia menyayat pergelangan tangannya." " Apa?!" " Dia.. Dia tidak sadar dan sedang dirawat di ruangan gawat darurat. Saya hanya bilang dia kebetulan orang yang saya kenal dan tidak sengaja menemukan dia di sana." " Saya segera kesana. Apapun yang terjadi jangan biarkan dia pergi dari sana sebelum saya datang." " Baik, pak. Saya kirim lokasi saya sekarang." Sam lalu semakin melajukan kendaraannya agar ia bisa lebih cepat sampai di tempat yang Hans sebutkan. Firasatnya benar, Sofia pasti akan melakukan hal tersebut karena itulah ia tadi bergegas meninggalkan rapat untuk menyusul Hans secepatnya. " Sialan! Kamu kira kamu bisa melepaskan diri dengan mudah dari saya? Kamu harus saya beri pelajaran untuk ini semua. Kamu jangan coba- coba mempermainkan saya, Sofia." ujar Sam dengan memegang kemudinya penuh amarah. Hingga akhirnya beberapa jam berlalu, Sam tiba di sebuah rumah sakit dan langsung menelepon untuk memberitahukan kepada Hans jika ia sudah sampai. Hans lalu berlari kecil menghampiri Sam yang masih meletakkan ponsel ke telinganya menunggu arahan sang asisten karena Sofia sudah di pindahkan ke ruang perawatan. " Maaf, anda siapa?" tanya seorang dokter jaga yang kebetulan sedang memeriksa perkembangan Sofia. " Saya... Saya tunangannya, dok." jawab Sam yang membuat dokter tersebut bertukar pandangan dengan suster dan juga Hans karena tidak merasa yakin. " Ini... Ini tanda pengenal Sofia. Saya benar- benar tunangannya." ucap Sam memahami maksud dari tatapan sang dokter sambil membuka dompet miliknya dan menyerahkan tanda pengenal Sofia yang sengaja ia ambil sewaktu Sofia masih belum sadar malam itu. Hanya untuk berjaga- jaga agar wanita itu tidak bisa pergi jauh. Sang dokter terlihat membacanya dan mengamati sikap pura- pura peduli yang Sam tunjukkan sambil mengusap lembut kening Sofia. " Baik." ucapnya lalu kembali mengulurkan kartu tersebut pada Sam. " Bagaimana keadaan dia, dok?" tanya Sam. " Pasien kehilangan cukup banyak darah. Mungkin karena terlambat di temukan. Dan juga tadi kami memberikan obat penenang agar pasien bisa istirahat yang cukup dan jangan stress. Kami ikut prihatin dengan apa yang pasien alami. Mungkin anda sebagai tunangannya, bisa meluangkan sedikit waktu untuk menemani pasien sementara waktu." " Baik, dok. Terima kasih." " Maaf, dok. Apa tunangan saya bisa pulang?" " Tentu saja, bisa. Cairan infusnya baru saja di lepas dan kita hanya menunggu pasien tersadar dari efek obat penenang yang kami berikan tadi jadi saya rasa tidak masalah kalau memang kalian mau membawa pasien untuk pulang." jelas sang dokter. " Baik, dok. Kami pulang sekarang saja. Saya rasa dia akan lebih cepat pulih di rumah. Kami memang sedang sibuk mengurus pernikahan kami jadi mungkin dia agak tertekan." Dokter itu terlihat mengangguk mencoba memahami situasi pasangan tersebut. " Baik. Suster akan membantu untuk proses administrasinya. Kalau begitu, saya permisi." Sam mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan dokter tersebut dan memberikan isyarat pada Hans untuk mengikuti mereka agar bisa menyelesaikan urusan administrasi Sofia yang kini masih tidak sadarkan diri. Sam lalu duduk di samping tempat tidur Sofia dan menoleh pada pintu kamar yang telah tertutup rapat tersebut. " Kamu pikir bisa dengan mudah lepas dari saya, Sofia? Jangan panggil saya Samana Jayden Lewis kalau saya akan melepaskan kamu. Kamu akan selalu menjadi milik saya sampai kamu mati. Dan akan saya pastikan, kamu akan sangat menyesal telah terlahir menjadi anak seorang Dilara. Tunggu saja Sofia... Permainan kita baru saja dimulai hari ini." ucap Sam sambil menatap wajah putih pucat Sofia yang tentu saja tidak mendengarkan apapun yang ia ucapkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN