One Day

1670 Kata
Sofia membuka matanya perlahan dan menatap langit- langit ruangan yang sama sekali tidak ia kenali. Ia dengan refleks mengangkat tubuhnya dan menyapu seisi kamar yang benar- benar asing tersebut. " Aku dimana?" tanyanya meski ia hanya seorang diri di kamar tersebut dengan cemas. Terbangun di ruangan yang tidak ia kenali membuatnya teringat pada kejadian yang baru saja menimpanya. Dan hal pertama yang ia periksa adalah pakaiannya yang sudah berganti namun ia tidak merasakan sesuatu yang aneh di tubuh bagian bawahnya. Rasa perih di pergelangan tangannya membuat ia sedikit meringis dan menurunkan kakinya dari tempat tidur dengan perlahan. Ia tidak ingat apapun yang terjadi setelah ia memberikan sayatan yang cukup tajam di pergelangan tangan kirinya tersebut. Dan betapa terkejutnya ketika ia mendengar suara seorang pria yang berdehem dari dalam kamar mandi yang berada di sudut kamar tidur tersebut. Sofia langsung bergegas untuk membuka pintu kamar yang ternyata terkunci dan ia sama sekali tidak bisa melakukan apapun selain menggedornya dengan keras. " Kamu ngapain?" tanya Sam heran. Sofia langsung menghentikan aksinya karena mengenali suara pria yang ada di balik punggungnya tersebut. " Kamu..." ucapnya lalu membalikkan tubuh menghadap Sam yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. " Kamu... Kenapa kamu ada disini? Apa lagi yang kamu lakukan pada saya?!" seru Sofia dengan marah. " Pelankan suara kamu saat berbicara dengan saya.!" ucap Sam mengingatkan. " Buka pintunya! Saya mau keluar dari sini!" " Mestinya kamu itu berterima kasih sama saya. Saya sudah menyelamatkan kamu dan membantu kamu. Dan kamu malah berteriak tidak jelas." " Saya tidak butuh bantuan kamu. Saya lebih baik mati daripada menjadi bahan balas dendam kamu sama perempuan itu! Saya lebih baik mati daripada mengurusi kegilaan kalian. Saya lebih baik mati daripada saya harus menanggung semua hal yang tidak saya inginkan. Kamu dan perempuan itu sama- sama iblis. Kalian kejam dan kalian sangat jahat. Saya lebih baik mati daripada menghadapi kalian berdua.!" tutur Sofia penuh amarah dan mata yang memerah. " Bagus. Dan mungkin kamu tidak peduli dengan hidup kamu lagi, tapi Zanna? Bagaimana kamu bisa tega membiarkan dia menunggu dengan kesakitan di rumah sakit!. Dan sekarang, kamu pikir kamu tidak jauh berbeda dengan Dilara?" " Dilara Dilara Dilara! Saya muak dengan nama itu! Saya sangat muak mendengar kamu menyebutkan namanya! Kenapa kamu tidak mencari dia dan membalaskan semua dendam kamu sama dia?! KENAPA SAYA? KENAPA?!!!" seru Sofia. " Jangan pernah berteriak di hadapan saya!" ucap Sam yang langsung bergerak dan mencengkeram rahang Sofia dengan tangan besarnya. Satu tangannya menunjukkan jari telunjuknya tepat di depan hidung mancung gadis tersebut seolah memperingatkannya dengan keras. Sofia bisa merasakan deru nafas beraroma menthol dari mulut Sam yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya. Wajah Sam yang terlihat marah dan menakutkan, kini menutupi wajah tampan yang bisa membuat siapa saja yang melihatnya. " Apa kamu benar- benar ingin membunuh adik kamu perlahan dan menyusul ayah kamu? Ayah kamu yang bahkan tidak bisa menjaga istrinya dengan baik." CIUH Sofia dengan tanpa ragu meludahi wajah Sam yang masih tepat berada di hadapannya karena telah dengan sengaja menghina mendiang sang ayah yang baginya adalah manusia yang paling baik dimuka bumi ini. " Berani sekali kamu!" Sam langsung mencengkeram leher Sofia dan menciumnya dengan kasar. Ia lalu merapatkan tubuh langsing tersebut ke dinding dan merobek kemeja kebesaran miliknya yang ia kenakan pada Sofia semalam. Dan dengan beringas dan kasar, Sam langsung menciumi leher dan dadaa Sofia yang masih memiliki beberapa bercak hasil karyanya malam itu. " Lepaskan! Tolong..." seru Sofia mencoba melepaskan diri. Saat Sam merasa ia mulai kehilangan kendali dan menginginkan tubuh Sofia lagi, ia langsung berhenti dan melepaskan tubuh gadis tersebut hingga ia meluruh ke lantai sambil menangis. " Kamu beruntung saya tidak memukul perempuan. Tapi itu bisa saya lakukan kalau kamu bertindak kurangg ajar pada saya.!" " Kamu dengar, mulai saat ini, hidup kamu dan adik kamu ada di tangan saya. Kamu berhutang biaya operasi dan biaya beasiswa adik kamu." sambung Sam mulai meredakan gairahnya meski bayangan akan tubuh Sofia menggoda kewarasannya. " Apa maksud kamu?" tanya Sofia heran masih dengan tubuh meringkuk yang coba ia tutupi dengan kemeja Sam yang masih melekat di tubuhnya meski bentuknya sudah tidak karuan. " Lebih baik kamu ganti pakaian. Lalu kamu ketemu adik kamu. Saya malas mendengarkan ucapan sok berani kamu." jawab Sam santai dan seperti biasanya ia tanpa segan melepaskan handuk yang ia pakai untuk mulai mengenakan pakaiannya. Meski walking closet di kamar tersebut berada tidak jauh posisi Sofia dan dibatasi oleh sekat, nyatanya ia masih bisa melihat pantulan tubuh atletis Sam dari cermin besar yang mengelilingi ruangan tersebut. Sofia dengan cepat memalingkan wajahnya dan tersadar jika wajah tampan dengan tubuh bak pahatan dewa- dewa kuno tersebut adalah orang yang telah memperkosa dan menghinanya sedemikian rupa. Bahkan membuatnya hampir mengakhiri hidupnya sendiri. " Apa lagi yang kamu tunggu?! Apa kamu memang mengharapkan untuk kembali saya jamah? Dasar murahan!" " Di... Dimana pakaian saya?" tanya Sofia datar sambil menyeka air matanya. Ia ingin membantah Sam untuk kesekian kalinya jika ia bukan w************n. Namun ia tahu itu hanya akan sia- sia dan membuang tenaganya. " Kenapa? Kamu mau memakai pakaian w************n kamu ke rumah sakit? Mau mencari mangsa disana?" tanya Sam dengan mengejek. Ia kemudian berjalan mendekati Sofia dan sedikit berjongkok untuk bisa berbicara dengan gadis tersebut. " Dengar, mulai sekarang kamu hanya bisa melakukan apa yang saya perintahkan. Kamu hanya akan memakai apa yang saya berikan. Memakan apa yang saya sodorkan. Dan bahkan kamu hanya bisa bernafas dengan perintah saya. Hidup kamu, dan adik kamu, ada di tangan saya. Jadi kalau kamu tidak peduli dengan hidup kamu, itu terserah kamu. Tapi hidup adik kamu, juga akan ikut hancur setelahnya. Kamu paham, Sofia?!" ujar Sam dengan penekanan di setiap kata yang ia ucapkan. Sofia tidak menjawab apapun. Ia masih tidak paham akan apa yang Sam ucapkan tentang Zanna. Tapi ia bisa menangkap jika Zanna juga dalam bahaya. " Kamu paham, Sofia?" tanya Sam lagi karena Sofia hanya terdiam dan memandangi lantai dengan vinyl kayu tersebut dengan gamang. " Kamu paham, Sofia!" seru Sam dengan keras hingga membuat Sofia terperanjat kaget dan mengangguk. Ia kembali menangis dengan perlakuan Sam padanya. " Apa salah saya? Apa salah adik saya? Kenapa kamu melakukan ini pada kami?" " Ya Tuhan, Sofia....! Berhenti bertanya apa salah kamu. Harus berapa kali saya bilang kalau salah kamu adalah karena kamu terlahir sebagai anak Dilara. Berhenti bersikap mengiba dan polos karena itu tidak cocok untuk anak dari perempuan kotor seperti ibu kamu. Dan semenderita apapun kamu, itu tidak akan pernah bisa membuat saya kasihan sama sekali. Bahkan semakin kamu menangis dan memohon, maka saya akan semakin bahagia. Sangat bahagia." jelas Sam panjang lebar sambil berdiri dan mulai memakai jam tangan yang Sofia yakini bisa untuk membeli sebuah mobil mewah keluaran terbaru. " Kalau saya tidak mau?" tanya Sofia memberanikan diri. Sam lalu menoleh dan menyunggingkan senyum mengejek pada Sofia yang kini mengangkat wajahnya dan menatapnya dengan penuh amarah. " Kamu bisa mencobanya lagi untuk tahu apa akibatnya. Tapi biar saya beri petunjuk. Mmmm... Kamu dan adik kamu bahkan akan sangat menyesal dilahirkan ke dunia ini dan akan saya pastikan, masa depan adik kamu, akan jauh lebih hancur daripada kamu saat ini. Adik kamu bisa jadi dessert yang menyenangkan untuk pria di Chicago. Jadi berhenti bersikap sok jadi pahlawan.!" ucap Sam lalu melemparkan pakaian ke arah Sofia yang ia ambil dari atas nakas tempat tidurnya hingga mengenai wajah cantik Sofia yang bergidik ngeri membayangkan hal buruk menimpa Zanna, satu- satunya keluarga yang ia miliki. " Ahh... Dan satu lagi... Zein..." ucap Sam sengaja menggantungkan kalimatnya. Sofia yang mendengarkan nama pria yang ia cintai juga di sebutkan oleh Sam, membuat ia kembali menoleh pada pria iblis tersebut. " Kenapa? Kamu khawatir? Yeah... Tentu saja... Tenang, saya tidak akan menyentuh pacar kamu itu. Tapi bayangkan bagaimana perasaannya saat dia melihat video kita. Dan saya akan senang hati untuk mengirimkan dia saat ini juga kalau kamu mau." " Jangan! Jangan ganggu dia!" seru Sofia yang membuat Sam mengangkat sebelah alisnya. " Peduli sekali kamu sama dia! Kamu pasti sangat mencintai dia. Berdoa saja semoga dia juga sebesar itu mencintai kamu biar dia bisa memaafkan perbuatan kamu." ucap Sam sinis. " Jangan ganggu dia!" ucap Sofia lagi. " Tenang... Saya tidak akan mengganggu dia yang sedang akan ujian dengan video percintaan panas kita. Tapi hanya selama kamu bisa menjadi penurut. Kamu paham?" (" Bagaimana dia bisa tahu kalau Zein sedang akan ujian?") batin Sofia. " Satu hal yang paling saya pahami, kalau tidak semua manusia diberi hati dan otak." jawab Sofia lirih. " Yeah... Bisa dibilang seperti itu. Tapi apa kamu tahu? Saya tidak peduli dengan pendapat orang lain. Apalagi dari perempuan seperti kamu." ucap Sam dengan santai. " Apa yang harus saya lakukan?" " Bagus. Kamu akhirnya paham kalau hidup dan mati kamu akan sama tidak berartinya malah hanya akan merugikan saudara dan kekasih kamu tersayang. Mereka pasti akan sangat terharu dengan pengorbanan kamu." " Apa yang harus saya lakukan?!" tanya Sofia lagi namun kali ini dengan suara yang lebih keras. " Sudah saya katakan, jangan pernah berteriak pada saya, bukan?!" seru Sam yang kini telah memegangi dagu Sofia dengan kasar. " Kamu sudah merusak mood saya pagi- pagi begini. Sekarang kamu ganti pakaian kamu dan bersiap dan dalam waktu tiga puluh menit, kamu sudah harus siap. Singkirkan wajah menyedihkan kamu dan temui adik kamu!. Dan ingat, mulai sekarang, semua gerak gerik kamu akan saya awasi. Jangan pernah coba- coba melakukan hal aneh lagi kalau kamu tidak ingin adik kamu menggantikan posisi kamu. " ucap Sam lagi lalu membuang wajah Sofia dengan kasar dan berjalan keluar kamar tersebut. Sepeninggal Sam, Sofia lalu berdiri dan berjalan lunglai menuju kamar mandi dimana Sam tadi keluar dengan hanya menggunakan handuk. Air matanya mengalir dengan deras meski ia tidak menunjukkan ekspresi apapun. Hatinya hancur seperti halnya juga dengan harga diri dan masa depannya. (" Aku membenci kamu Dilara!. Aku sangat membenci kamu dan pria iblis itu!. Suatu hari, aku pasti akan membalas kalian. Akan aku buat kalian menangis dengan memohon. Aku bersumpah atas nama ayah, aku akan membalas kalian berdua!")
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN